Jalan Perjuangan Nabi Muhammad saw.: Mampukah Umat Islam Menapakinya?

Oleh. Christiono

Kerinduan umat Islam pada sosok pemimpin yang mampu meneladani dan menapaki jalan perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. sekarang ini semakin besar di saat kondisi umat Islam masih terpuruk dan mendapat tekanan. Perjuangan Rasulullah selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah telah berhasil dengan gemilang merubah kaum jahiliyah menjadi umat nomor satu yang dalam waktu relatif singkat mengembangkan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Sementara itu umat Islam saat ini sudah hampir satu abad setelah keruntuhannya belum juga mampu bangkit mengambil kembali posisi mulia yang pernah dicapainya.

Sosok pemimpin yang disebutkan di atas haruslah seseorang yang mampu memahami dan menerapkan pada dirinya sifat-sifat dan karakter mulia yang dimiliki Nabi saw. Pemahaman dan penerapan sifat-sifat Nabi tersebut haruslah dilakukan secara kaffah, menyeluruh dan tidak secara ‘prasmanan,’ diambil yang sesuai selera dan ditinggalkan sebagiannya. Pemahaman dan penerapan tersebut juga harus dilakukan secara kontekstual mengingat kondisi zaman yang selalu berubah sesuai dengan dinamika yang terjadi pada suatu waktu atau tempat yang saling berbeda situasi dan kondisinya.

Mengenal Sifat-Sifat dan Karakter Mulia yang Mengiringi Jalan Perjuangan Nabi Muhammad saw.

Perjuangan sedemikian beratnya seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dalam memperkenalkan, menyebarkan, dan mengaplikasikan ajaran Islam selama 13 tahun di Makkah dilanjutkan 10 tahun di Madinah tidak akan bisa terlaksana jika tidak disokong oleh sifat-sifat dan karakter mulia. Semenjak masa kecilnya, sosok Muhammad telah dipersiapkan dengan sifat-sifat dan karakter mulia yang dimiliki dan diamalkan secara konsisten sehingga beliau antara lain mendapatkan gelar “Al Amin.” Di bawah ini, beberapa sifat Nabi Muhammad saw. yang sering dikemukakan oleh para Ulama dan penulis shiroh nabawiyah.:

1. Shiddiq
Sifat shiddiq umumnya diartikan sebagai makna “jujur.” Kata shiddiq berasal dari kata shadaqa yang artinya benar, nyata, berkata benar, menepati janji, benar perkataan atau perbuatan. Lawan dari sifat shiddiq sendiri adalah kizib (dusta). Sifat shiddiq disebutkan sebagai puncak dari segala kebaikan dan penentu kualitas baik atau buruknya suatu perbuatan yang juga terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 177. Dengan sifat shiddiq yang sudah disandang oleh Muhammad jauh sebelum risalah kenabian, beliau tersebut menjadikan banyak kaum musyrikin yang rela meninggalkan kepercayaan lamanya karena ajaran yang baru itu disampaikan oleh orang yang jujur yang jauh dari sifat kizib (dusta).

2. Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya. Nabi Muhammad memiliki julukan sebagai “Al-Amin” yang artinya dapat dipercaya. Dengan menyandang julukan sebagai Al-Amin, Nabi saw. dipercaya oleh pihak lawan untuk melakukan perjanjian dan kesepakatan lainnya. Sebagaimana yang kita ketahui juga, mustahil para rasul memiliki sifat khianat dan Nabi Muhammad merupakan salah satu rasul, sehingga dia tidak memiliki sifat khianat. Sifat ini memiliki kekuatan membangun kepercayaan satu sama lain di antara umat manusia.

3. Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan. Sifat tabligh dalam diri Nabi Muhammad saw. tercermin dalam bagaimana Nabi Muhammad menyampaikan wahyu dari Allah Swt. kepada sahabat dan umatnya yang kemudian itu menjadi pelajaran penting bagi umat Islam di dunia sampai sekarang. Nabi Muhammad tidak menyembunyikan apa pun sehubungan dengan petunjuk yang disampaikan Allah Swt. hanya untuk kepentingan pribadi. Nabi Muhammad saw. menyampaikannya sesuai dengan maksud dan tujuan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.

4. Fathonah
Fathonah artinya cerdas. Nabi Muhammad memiliki sifat fathonah maksudnya ialah seseorang yang dapat menggunakan kecerdasannya. Nabi Muhammad memaksimalkan kemampuan intelektualnya untuk melakukan dakwah dan berjuang. Kecerdasan Nabi Muhammad saw. sudah sering kita dengar baik sebagai pribadi, pedagang, tokoh masyarakat, kepala keluarga maupun sebagai pemimpin umat.

5. Sabar
Sabar sendiri berasal dari kata “shabaraa-yasbiru” yang berarti menahan. Sabar berarti menahan diri dari kesusahan dan menyikapi sesuatu dengan tuntunan syariat dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota tubuh dati berbuat dosa. Menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan dan menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar.

Selain dari kelima sifat utama di atas, masih banyak sifat-sifat mulia lainnya yang dimiliki Nabi, di antaranya adalah: tidak pernah marah dan gampang bersuka cita; selalu beristighfar dan rajin menjalankan ibadah meskipun Allah sudah mengampuni semua dosa beliau; tidak pernah mendendam; selalu berlaku adil; pemberani dan tidak mengenal rasa takut; tawadhu atau rendah hati serta akhlak mulia lainnya. Apa pun yang dilakukan oleh Nabi, pasti sesuai dengan syariat dan nilai-nilai moral Islam, sehingga beliau juga dijuluki sebagai “Qur’an Berjalan” dan “Uswatun Hasanah.”

Umat Islam Harus Bisa Mencontoh dan Mengamalkan Sifat-Sifat dan Karakter Mulia Nabi Muhammad saw. dalam Menapaki Jejak Perjuangannya

Beberapa waktu setelah kejatuhan kekhalifahan Utsmani, umat Islam mulai bergerak untuk mencoba bangkit guna menegakkan kembali peradaban Islam yang telah runtuh. Namun, berbagai upaya tersebut seakan berhadapan dengan tembok amat tebal yang tidak mampu ditembus. Sudah hampir 100 tahun setelahnya, umat Islam masih dalam keadaan terpuruk dan kalah dalam segala bidang kehidupan dari pihak lain.

Alih-alih menggalang persatuan untuk menghadapi musuh-musuh yang unggul segala-galanya, umat Islam malah saling berpecah dalam banyak kelompok dan golongan yang saling menyalahkan. Akhlak berupa sifat-sifat dan karakter mulia yang dulu dicontohkan Rasulullah belum tampak muncul pada kepribadian tokoh Islam, ulama atau pemimpin umat. Di bawah ini adalah beberapa alasan kenapa umat Islam, khususnya para pemimpin umat, harus mampu mencontoh dan mengaplikasikan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi Muhammad saw. dalam perjuangannya:

1. Perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. adalah perjuangan terbaik yang sesuai dengan petunjuk dari Allah Swt.

Tentu apa saja yang dilakukan Nabi saw. dalam berjuang memperkenalkan dan menegakkan Islam, baik itu dalam berdagang, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, berdakwah, mengadakan perjanjian, berperang, memimpin pemerintahan, dan semua aspek kehidupan lainnya, pasti ada di bawah bimbingan wahyu Allah Swt. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, jalan perjuangan Nabi saw. adalah merupakan jalan perjuangan yang benar sekaligus terbaik yang sudah seharusnya menjadi panutan umat Islam sepeninggal beliau jika ingin memperoleh kesuksesan dalam perjuangannya. Dengan mencontoh dan mengamalkannya, umat Islam akan dihindarkan dari jalan sesat yang akan menjauhkannya dari jalan perjuangan yang benar dan terbaik.

Salah satu penyebab belum berhasilnya umat Islam dalam perjuangannya menegakkan kembali peradabannya yang mulia sebagaimana pernah dicapai, adalah karena belum diterapkannya cara-cara, strategi dan nilai-nilai moral yang dicontohkan oleh Nabi saw. secara benar dan kaffah. Umat Islam justru lebih suka menggunakan cara-cara, strategi dan nilai-nilai moral yang dicetuskan oleh para pemikir Barat yang mereka anggap lebih modern, sesuai kemajuan zaman dan humanis. Mereka tidak sadar bahwa para pemikir Barat tersebut justru tidak menginginkan tegaknya kembali peradaban Islam dan selalu berupaya untuk mencegahnya dengan segala cara.

2. Dengan mencontoh dan mengamalkan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi Muhammad saw, umat Islam akan mendapatkan pertolongan dari Allah Swt.

Allah telah berjanji bahwa Dia akan menolong umatnya yang berjuang untuk menegakkan agama Islam.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

”Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Sudah barang tentu perjuangan yang dilakukan tidak boleh dilakukan dengan cara-cara dan strategi sekehendak hati yang tidak didasari oleh wahyu Allah berupa Al-Qur’an dan contoh yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad saw. Sifat-sifat dan karakter mulia Nabi saw. harus dijadikan standar dan dipraktekkan oleh umat Islam apabila ingin berhasil dan mendapatkan pertolongan Allah Swt. Jadi, pertolongan Allah hanya akan didapatkan jika umat Islam mampu mencontoh dan menerapkan semua apa yang telah dilakukan oleh Nabi, bukan dengan memakai cara-cara dan strategi sendiri apalagi didasarkan pada hasil pemikiran para musuh Islam.

Langkah yang Sebaiknya Dilakukan Umat Islam dalam Menapaki Jejak Langkah Perjuangan Nabi Muhammad saw.

Apabila mengamati kondisi umat Islam saat ini, rasanya sangat berat untuk bisa bangkit lagi menggapai kejayaan peradaban Islam yang begitu gemilang di masa lalu. Selain tantangan dan hadangan yang begitu terstruktur, sistematis dan massif dari musuh-musuh Islam, kondisi umat yang masih saja dalam keadaan terpuruk kalah dalam segala bidang kehidupan, dan tak kalah menyedihkannya adalah adanya pertentangan dan perselisihan yang terjadi antar umat Islam sendiri. Beberapa langkah di bawah ini mungkin bisa menjadi alternatif yang bisa diterapkan dalam menempuh jalan panjang perjuangan:

1. Meneladani dan menerapkan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi secara kontekstual dan kaffah
Dinamika perkembangan zaman begitu cepat dan terkadang tak bisa diprediksikan. Apa yang terjadi hari ini tidak terpikirkan oleh manusia yang hidup sepuluh tahun sebelumnya, demikian pula apa yang akan terjadi sepuluh tahun ke depan terkadang di luar perkiraan manusia sekarang. Perkembangan zaman yang begitu dinamis tentu harus diimbangi dengan penyikapan yang benar dan tepat jika tidak ingin sekedar menjadi penonton, penikmat, ataupun pengkritik, pencela dan menyalahkan keadaan.

Banyak teori-teori yang menawarkan solusi mengenai permasalahan kehidupan yang diwujudkan dalam seminar dan pelatihan, workshop dan kegiatan lainnya yang berasal dari para pemikir modern. Mereka memakai dasar-dasar filosofi Barat yang sarat dengan humanisme dan liberalisme. Ternyata solusi yang mereka tawarkan hanya berhasil pada satu atau dua aspek saja tetapi secara keseluruhan gagal menciptakan manusia yang baik secara keseluruhan baik akhlak maupun pemikirannya.

Solusi terbaik dan benar hanya bisa didapat dengan mencontoh sifat-sifat dan karakter mulia dari Nabi saw. dengan memahami secara mendalam akan hakekat ruh dari perjuangan Nabi, bukan perjuangan secara fisiknya saja. Upaya mencontoh Nabi yang difokuskan pada perjuangan fisik saja tanpa dibarengi pemahaman secara kontekstual hanya akan menghasilkan rasa frustasi dan keputus-asaan mengingat terjadinya dinamika masyarakat yang demikian pesat. Sangat banyak permasalahan baik kemasyarakatan, teknologi, politik, dan aspek kehidupan lainnya yang berbeda antara masa Nabi dengan masa sekarang.

Umat Islam juga harus mencontoh dan menerapkan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi tersebut secara kaffah, bukan dengan cara ”prasmanan” dengan memilih yang sesuai dengan seleranya dan meninggalkan yang lainnya. Kita lihat sebagian kelompok Islam yang begitu getol mengkampanyekan sifat-sifat Nabi yang berkaitan dengan kelembutan, kasih sayang (humanis), toleransi dan sejenisnya tetapi seakan ’menyembunyikan’ sifat-sifat tegas Nabi, semangat jihad beliau dan tidak mengenal kompromi dalam menerapkan hukum-hukum Allah. Tetapi sebaliknya kita juga menyaksikan ada kelompok Islam lainnya yang lebih condong kepada sifat Nabi yang tegas dan keras sehingga merasa berhak menganggap saudara muslimnya melakukan bid’ah, menyimpang bahkan kafir.

2. Umat Islam harus menerapkan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi saw. dalam kehidupan sehari-harinya
Pada saat kehidupan umat manusia hari ini dikuasai oleh ideologi yang tidak didasarkan pada wahyu Allah, bisa disaksikan begitu banyak terjadi dekadensi moral yang menimpa tidak saja anggota masyarakat biasa, namun juga melanda para pemimpinnya. Teknologi yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk memudahkan manusia dalam beribadah malah disalahgunakan hanya untuk mencari keuntungan pribadi sebesar-besarnya tanpa mempedulikan nasib orang lain. Berbagai pelanggaran atas nilai-nilai luhur, pelanggaran terhadap hak orang lain, berlaku tidak adil, culas dan keji serta berbagai laku nista lainnya semakin merajalela.

Untuk itu, agar umat Islam tidak semakin jauh terseret ke dalam arus kenikmatan palsu yang memabukkan tersebut, harus segera sadar diri dan mulai berbenah dengan mencontoh dan menerapkan sifat-sifat dan karakter mulia dari Nabi yang mulia dalam gerak langkah kehidupannya sehari-hari. Dimulai dari pribadi masing-masing, dalam lingkup keluarga, dalam kehidupan bermasyarkat, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun oleh para pemimpin bangsa. Para tokoh Islam, pemimpin umat dan Ulama harus mulai memfokuskan perhatiannya kepada masalah-masalah moral tersebut agar perjuangan umat Islam mendapatkan sandaran yang kokoh dan tuntunan yang benar.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi