Istambul, Jika Dunia Sebuah Negara

Oleh. H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

“Taklukkan negeri mana saja yang kalian inginkan, karena demi Dzat yang Abu Hurairah berada di tangan-Nya, tidaklah kalian menaklukan salah satu kota hingga hari kiamat, melainkan Allah telah memberikan kunci-kuncinya kepada Muhammad Saw. sebelumnya itu.” (Al-Hadits)

Suara desir ombak terdengar jelas ketika kapal-kapal wisata menyusuri laut tenang nan elok, terkadang ikan lumba-lumba menampakkan diri ke permukaan. Cahaya matahari menerpa riak air yang segera memantulkan sinar surya bak permata berkilauan terhampar. Di sana, burung-burung laut terbang rendah dari garis horizon, berlomba mengiringi kapal-kapal yang berlayar seolah menjadi pemandu jalan. Di tepian bangunan khas romawi dengan kubah-kubah serta menara yang berjajar, seakan menopang langit istambul.

Jauh sebelumnya, Kota Konstantinopel atau Istambul sekarang adalah kota yang diidamkan oleh setiap manusia untuk bertempat tinggal di dalamnya. Ia adalah ibu kota imperium Kristen Romawi Timur. Menurut Ali Bin Abu Bakar Al-Harawi, penulis abad 12 bahwa Konstantinopel adalah sebuah kota yang paling masyhur di antara yang masyhur. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Dermawan menjadikan ibu kota negara Islam. Begitu pula menurut Napoleon Bonaparte, “Apabila dunia ini adalah sebuah negara, maka tempat yang paling layak sebagai ibu kotanya adalah Konstantinopel.”

Kekayaan seperti di Kota Konstantinopel tak akan ditemukan di seluruh dunia. Begitulah yang pernah ditulis Sieur de Villehardouin pada 1203. Tak akan ada yang percaya Konstantinopel dikelilingi tembok tinggi dan menara-menara mahal hingga melihatnya sendiri.

Konstantinopel merupakan kota yang tertutup. Padahal, kota tersebut dipenuhi kastil-kastil indah dan gereja megah. Konstantinopel juga merupakan kota perdagangan yang kaya membuat banyak pihak bersengketa ingin menguasainya.

Di dunia, Konstantinopel pernah menjadi kota terkaya dengan penduduk terbanyak. Seluruh penduduknya hidup di tengah kekayaan logam 0dan perhiasan yang melimpah. Perdagangan merupakan pondasi ekonomi Konstantinopel. Kota tersebut mengendalikan perdagangan internal dan internasional.

Penaluklukan (futuhat) oleh ummat Islam berlangsung sejak Khulafaur Rasyidin, kurang lebih berlangsung selama 800 tahun lamanya, baru bisa terwujud pada tahun 1453 Masehi oleh Sultan Mehmed II atau yang lebih terkenal dengan Muhammad Al Fatih. Khabar gembira (bisyarah) atau janji Rasulullah Saw. itu akhirnya terwujud. Rasulullah Saw. pernah bersabda:

لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ
“Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik amir (khalifah) adalah amir (khalifah) yang memimpin penaklukkannya dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkannya.” (HR Bukhari, Ahmad, dan Al-Hakim)

Kekayaan yang melimpah dan kemasyhuran Konstantinopel bukan motif penaklukkan ummat Islam, akan tetapi adalah ghirah dakwah jika bisa menaklukkannya. Konstantinopel adalah gerbang penyebaran Islam ke Eropa. Konstantinopel adalah penghalang atau rintangan fisik penyebaran Islam atau dakwah ke Eropa. Jika kota ini bisa ditaklukkan, maka lancarlah penyebaran Islam ke Eropa, ke seluruh dunia.

Sesungguhnya penaklukan ini ibarat musibah membawa berkah bagi Eropa.
Ketika kaum Muslim Turki Ottoman bersuka-cita atas kemenangan mereka, Eropa memang di ambang keterpurukan. Kejayaan Imperium Romawi yang juga menjadi era keemasan gereja di abad pertengahan terancam benar-benar berakhir.

Direbutnya Konstantinopel oleh Kesultanan atau kewalian Usmani menjadi kerugian besar. Penguasaan perdagangan rempah-rempah pun musnah. Mereka semula memiliki pelabuhan besar di Tanduk Emas (dikenal juga dengan nama Golden Horn, Halic, atau Chrysoceras) yang terletak di muara pemisah Konstantinopel sekaligus sebagai penghubung Laut Hitam dan Laut Tengah.

Sejak Konstantinopel lepas dan perdagangan dikelola Kesultanan Usmani, bangsa-bangsa Eropa berusaha keras mencari cara lain untuk tetap bisa berdagang ke Asia. Kembali menyusuri jalur darat melewati Konstantinopel alias Istambul jelas tidak mungkin karena terlalu besar risikonya.

Tapi, di balik musibah ternyata ada berkah. Jatuhnya Konstantinopel menjadi titik perubahan penting peradaban manusia dengan dampak yang global. Dari keterpurukan inilah, bangsa-bangsa Eropa justru menemukan jalan menuju kemasyhuran yang jauh lebih besar. Mereka menyongsong abad penjelajahan samudera.

Penjelajahan samudera menjadi solusi bagi bangsa-bangsa Eropa untuk mencapai Asia, bahkan mendapati tempat-tempat baru yang potensial, termasuk pusat rempah-rempah, terutama India, bahkan berlayar hingga ke Nusantara. Benua Amerika hingga Australia ditemukan, banyak wilayah di berbagai belahan bumi yang berhasil dikuasai.

Dapat dikatakan bahwa kehilangan Konstantinopel justru menjadi embrio kolonialisme dan imperialisme negara-negara Eropa, lalu memicu masa pencerahan atau Renaissance yang kemudian berlanjut ke Revolusi Industri dan seterusnya hingga apa yang terlihat saat ini.

Kebahagiaan penaklukkan Konstantinopel oleh ummat Islam sangat membahana, sampai kain warna berwarna merah yang menjadi simbol Kesultanan Utsmaniyah bergambar bulan sabit dan bintang yang sekarang menjadi lambang bendera negara Turki pernah dikirim ke kerajaan Demak melalui salah satu Wali Songo.

Gambar bulan sabit ujung atas itu adalah Kota Edirne, ujung bagian bawah bulan sabit adalah Kota Antaliya, serta bintang adalah kota Konstantinopel atau Istambul.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi