Ini tentang Delivery bukan tentang Konten

Yuana Ryan Tresna
Menyampaikan konten itu harus tegas, terang benderang dan tidak boleh samar. Salah katakan salah, dan benar katakan benar. Walau itu terasa pahit. Prinsipnya: (1) tidak boleh campur-adukan haq dan batil, dan (2) tidak boleh menyembunyikan kebenaran. Itu wilayah fikrah.
Dalam menyampaikan pesan, ada perkara yang baku dan itu tidak ada kompromi. Itu metode (thariqah). Namun juga ada perkara yang tidak baku, misal dalam cara dan pendekatan dalam menyampaikan pesan.
Kita bisa belajar dari Rasulullah. Silahkan buka kitab ar-Rasul al-Mu’allim wa Asalibuhu fi at-Ta’lim karya syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Ada 40 uslub dan pendekatan bagaimana Rasulullah mendidik umatnya.
Dulu saya pernah adakan daurah dari kutaib 40 hadits tentang dakwah. Ada hal menarik ketika Rasulullah berhadapan dengan: (1) orang yang kuat imannya dan cerdas, (2) orang yang kuat imannya tapi tidak cerdas, (3) orang yang lemah imannya tapi cerdas, dan (4) orang yang lemah imannya dan tidak cerdas. Pendekatan dan gaya komunikasi Rasulullah berbeda. Keren pokoknya.
Dalam ilmu balaghah kita mengenal ilmu bayan dan ma’ani. Itu semua terkait bagaimana cara mengungkapkan dan pilihan kata. Dalam ma’ani, ada kalanya Rasulullah berbicara dengan singkat (al-ijaz) dan ada kalanya panjang lebar (al-ithnab). Dalam bayan, adakalanya dengan kinayah, isti’arah atau tasybih, dan kadang tidak menggunakan uslub bayan.
Dalam menyampaikan pesan, seorang muslim haram bertaqiyah, namun boleh bertauriyah. Taqiyah itu menyembunyikan kebenaran, dia berbohong. Kalau tauriyah itu menyampaikan ungkapan dimana yang dimaksudkan adalah makna jauhnya, bukan makna dekatnya. Abu Bakar ra mencontohkannya ketika bersama Rasulullah.
Saya jadi ingat ketika seorang tokoh pergerakan nasional ditanya bertubi-tubi di TV: apakah Anda menolak Pancasila dan NKRI? Apakah Pancasila thaghut? Apakah Anda akan mengubah NKRI? Beliau tidak menjawab pertanyaan secara langsung, namun membangun persepsi dan pemahaman lain yang lebih mendasar. Karena memang pertanyaan tersebut menjebak. Ini uslub berdialog. Jangan tuduh beliau bukan pemberani.
Saya jadi semakin yakin, siapa saja yang matang dalam fikrah dan thariqah serta matang dalam pengalaman dalam interaksi langsung dengan umat, maka dia akan lebih siap masuk ke tengah masyarakat. Mana isu yang harus diangkat dan mana yang tidak perlu, bagaimana cara berkomunikasinya, bagaimana pilihan kata yang pas, dll. Begitulah seterusnya.
Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi