Hagia Sophia Saksi Bisu Kuali Peradaban

Oleh: Ummu Hannun

Hagia Sophia (Aya Sofya), bangunan ikonik yang telah ditetapkan masuk kedalam situs Warisan dunia UNESCO sejak 1985 ini kembali menyedot perhatian publik. Setelah pada Juni 2020 lalu fungsinya ditetapkan kembali menjadi masjid oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Namun, fungsi Hagia Sophia sebagai masjid belum sepenuhnya optimal dikarenakan pandemi covid-19. Kini, di bulan suci Ramadhan ini untuk pertama kalinya setelah 88 tahun shalat tarawih dilaksanakan di Masjid Aya sofya, dengan Ali Erbas kepala Diyanet, badan keagamaan Turki sebagai imam yang memimpin pada jalannya sholat tarawih pertama (CNN Indonesia dikutip dari AFP, 3/4/2020).

Sungguh, ini adalah momentum bersejarah bagi kaum Muslim di seluruh penjuru dunia, dikembalikannya fungsi Hagia Sophia sebagai masjid disambut suka cita oleh umat Islam dunia. Walaupun, diwarnai pro dan kontra dari masyarakat dunia baik yang Muslim maupun yang non-Muslim, terutama dari kalangan Nasrani.Tak heran, karena Aya sofya awalnya dibangun sebagai basilika Kristen hampir 1.500 tahun lalu. Hagia Sophia adalah gereja pertama yang diresmikan pada 15 Februari 360 M di era kaisar Konstantius II oleh uskup Eudoxius dari Antioka pada era Byzantium Konstatinopel (Merdeka.com 13/7/2020).

Dilansir dari Jendelamuslimah 2022
Sejak tahun 1054 terjadi perpecahan di antara gereja Romawi Barat yang dipimpin oleh Paus Leo IX dengan Romawi Timur (Byzantium Konstantinopel) yang dipimpin oleh Patriark Konstantinopel yakni Michael Cerularios, dia menyatakan gereja Roma adalah sesat. Begitu pula sebaliknya. Puncaknya tahun 1204, terjadi penjarahan yang dilakukan pasukan Salib IV dengan Koalisi Venesianya terhadap Konstantinopel yang dipimpin oleh Enrico Dandalo. Kota Konstantinopel dirampok tak terkecuali Hagia Sophia pun tak luput dari penjarahan dan perampokan. Penduduk kota dibunuh, para wanitanya diperkosa termasuk para biarawati turut menjadi korban pemerkosaan. Di malam harinya gereja agung itu dijadikan tempat berpesta serta mabuk-mabukan lalu dijadikan kandang kuda dan babi.

Penjajahan Romawi Barat terhadap Konstantinopel berlangsung dalam periode singkat pada abad ke-13 dan Konstantinopel berhasil direbut kembali. Namun, penjajahan dan penjarahan yang dilakukan pasukan salib IV menyisakan kehancuran Konstantinopel, tidak terkecuali Hagia Sophia. Bangunan suci itu mengalami banyak kerusakan yang parah dan akhirnya direnovasi kembali.

Sampai akhirnya tiba pada masa Futuhat (penaklukan) oleh Sultan Muhamad II bin Murad II dari Kekhilafahan Utsmani (Ottoman) pada 29 Juli tahun 1943. Setelah menaklukkan Konstantinopel Muhamad II yang dijuluki Al-Fatih (Sang Penakluk) mengubah Hagia Sophia menjadi sebuah masjid. Pada saat itu kondisi kota Byzantium dalam keadaan benar-benar hancur karena mengalami kebangkrutan. Sultan Muhamad memerintahkan untuk memperbaiki semua kerusakan dan merubah nama kota Byzantium Konstantinopel menjadi Istanbul yang kemudian dijadikan ibu kota Kekhalifahan Turki Utsmani.

Namun, setelah runtuhnya Dinasti Utsmaniyah pada tahun 1924 ,Mustafa Kemal Ataturk penguasa Turki dari partai Nasionalis mengubah paksa Hagia Sophia menjadi sebuah museum. Aturan Sekuler yang ditetapkan Mustafa Kemal menggeser Islam yang selama ini menjadi fondasi Daulah. Mustafa
menghilangkan beberapa simbol yang berhubungan dengan Islam lalu mengubah Hagia Sophia menjadi museum dengan alasan untuk menyentuh kalangan dunia internasional.

Kini, dengan izin Allah SWT, status Hagia Sophia telah resmi menjadi masjid. Alasan Erdogan mengambil keputusan ini tak lain sebagai upayanya dalam mengembalikan ajaran Islam pada masyarakat Turki. Ambisi Erdogan adalah ingin membangkitkan kembali kejayaan Ottoman abad ke-16 hingga abad ke-17 yang mana pada masa itu menguasai Eropa Tenggara, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia. Erdogan juga beralasan bahwa pengembalian Hagia Sophia menjadi masjid adalah langkah awal pembebasan Al-aAqsa.

Pengumuman itu diiringi kontroversi dari Sejumlah pihak seperti Yunani, sebagian negara Eropa, Amerika Serikat, Rusia, hingga Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, UNESCO, yang pada tahun 1985 menjadikan Hagia Sophia sebagai situs warisan dunia. Penolakan pun datang dari dewan gereja dunia yang mewakili 350 Gereja Kristen, dan Pimpinan gereja Katolik Roma Paus Fransiskus. Bahkan di Turki sendiri, hal ini dipandang sebagai pengalihan isu ekonomi Turki yang sedang karut-marut dan untuk mendongkrak kembali popularitas Erdogan yang sudah menurun karena ketidak percayaan masyarakat Turki terhadap Erdogan. Adapun yang menolak dengan beralasan bahwa Hagia Sophia awalnya adalah sebuah gereja bukan masjid.

Ada pula dari kalangan kaum muslim yang mengaitkannya dengan peristiwa pembebasan Al-Aqsa oleh Umar bin Khatab ra. dimana kala itu Khalifah Umar ra. tidak menghancurkan gereja atau mengubahnya menjadi masjid karena dalam Islam hal itu dilarang. Firman Allah dalam surah Al-Hajj ayat 40:

الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ +بِغَيْرِ حَقٍّ اِلَّآ اَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ

“(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Maha kuat, Maha perkasa.”

Kemudian membandingkannya dengan yang dilakukan Muhamad II yang mengubah Gereja Hagia Sophia menjadi sebuah masjid. Namun sejatinya, situasi pada saat itu berbeda dengan situasi Khalifah Umar ra. ketika membebaskan Al-Aqsa.

Setelah Sultan Muhamad II berhasil menaklukkan Konstantinopel, tempat pertama yang dituju sultan adalah gereja Hagia Sophia. Lalu dia muliakan tempat itu menjadi masjid. Kala itu banyak wanita yang tinggal di sekitar gereja. Al-Fatih kemudian berkata, “Berdirilah kalian semua. Kalian semua adalah bebas. Kalian boleh melakukan apa saja sebagaimana manusia merdeka. Ibadahlah sesuai dengan keyakinan kalian. Kami tidak akan mengganggunya. Kini, kalian adalah sama-sama warga negara dengan hak yang sama.” Kaum Nasrani pada saat itu sepakat untuk menyerahkan gereja kepada sultan, namun sultan menolaknya dan berkata, “Tetaplah beribadah di dalamnya. Namun, jika kalian merasa kurang nyaman, izinkan aku membeli Hagia Sophia. Dan aku bangunkan gereja-gereja lain di Istanbul untuk ketenangan ibadah kalian.” (Dikutip dari Azzam Mujahid Izzulhaq).

Jadi status Hagia Sophia merupakan bangunan wakaf dari Sultan Muhamad II karena telah dibeli sultan dari kaum Nasrani kala itu dengan menggunakan ribuan emas milik Sultan. Sementara Umar ra. tetap membiarkan orang-orang beribadah di gereja dan tidak mengganggunya karena tanah dan bangunan gereja itu mutlak milik kaum Nasrani.

Di bawah kepemimpinan Sultan Muhamad II, Kekhalifahan Ustmani membagi Konstantinopel menjadi empat wilayah administratif. Sultan Muhamad II selama masa kejayaannya mendirikan berbagai sarana dan prasarana publik. Seperti dibangunnya 300 masjid, 57 madrasah, 59 tempat pemandian, di berbagai wilayah Utsmani termasuk Istanbul. Pada 1727 berdiri badan penerjemah, mulai dicetaknya berbagai buku seperti buku tentang kedokteran, astronomi, ilmu pasti, sejarah dan lainnya. Sementara dalam masalah keagamaan, khalifah tidak memaksakan penduduk daerah taklukannya untuk masuk Islam.

Bentuk arsitektur Aya Sofya tidak dirubah, tetap dipertahankan seperti bentuk aslinya walaupun telah dijadikan masjid. Hanya penampilan luarnya dilengkapi dengan empat buah menara sebagai simbol Islam yang dibangun selama Kekhalifahan Turki Utsmani berkuasa antara lain pada masa Al-Fatih, dibangun sebuah menara di bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II, dibangun lagi sebuah menara di bagian timur laut. Pada masa Sultan Murad II, dibangun dua buah menara, pada masa Sultan Murad III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Termasuk mengganti tanda salib pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi hiasan-hiasan asli dengan tulisan kaligrafi Arab. Altar, perabotan yang dianggap tidak perlu dihilangkan. Semua patung dan lukisan dicopot atau ditutupi cat. Selama hampir 500 tahun Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid.

Begitulah Islam memuliakan Hagia Sophia, tidak merampasnya dengan semena-mena seperti yang dilakukan Pasukan Salib IV dulu. Simbol kemenangan dan kemulian kaum muslim akan bisyaraoh Rasulullah Saw. ini merupakan perwujudan bahwa Islam adalah Rahmatan lil ‘alamin. Tidak ada pengambilan hak tempat Ibadah secara paksa. Hak beribadah tetap diberikan kepada Kristen ortodoks saat itu. Selain itu, masih ada Hagia Irene di komplek tersebut yang tidak dialih fungsikan menjadi masjid.

Sejatinya futuhat dalam Islam bukanlah untuk menjajah, namun untuk membebaskan manusia dari menghamba kepada selain Allah SWT. Keputusan Sultan Fatih mewakafkan Hagia Sophia menjadi masjid berhasil membungkam mulut para penentangnya di masa sekularisme berkuasa saat ini. Kejernihan hati, pikiran, dan ketajaman mata hati sang sultan telah melahirkan keputusan yang brilian. Ketajaman mata hatinya menjadikan Muhammad Al-Fatih layak menjadi pemuda yang disebut Rasulullah Saw. dalam bisyarohnya yang selama 825 tahun belum berhasil diwujudkan para pendahulunya. Rasulullah Saw. Bersabda:

“Pasti akan dibebaskan Konstantinopel oleh kalian, sebaik-baiknya pemimpin adalah dia, dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukan itu.”

Kembalinya Aya Sofya menjadi masjid membuat bangsa Barat semakin ketakutan akan sejarah yang selama ini mereka kubur. Mereka takut Islam akan kembali bangkit setelah 100 tahun tidur panjang. Kembalinya Aya Sofya menjadi masjid adalah sebuah kemenangan kecil yang patut kita banggakan. Ini merupakan titik awal dari kemenangan akbar yang akan diraih umat Islam yaitu ditaklukkannya, negeri Roma dan kembalinya masa kejayaan Islam dalam wujud Khilafah ‘ala minhajinnubuwwah. Meskipun Rasulullah Saw. tidak secara tegas menyebutkan kapan dan oleh siapa pembebasan Roma ini akan terwujud, dan sekarang kita masih dinaungi oleh sistem kapitalisme Barat yang terbukti banyak merusak akidah kaum muslim dan menyebabkan banyaknya kaum muslim yang tidak memercayai janji Rasulullah ini. Namun sebagai generasi penerus, sepatunya kita menyiapkan diri kita dan generasi penerus kita untuk mewujudkan bisyaroh Rasulullah yang ke-2, yakni ditaklukkannya kota Roma oleh kaum muslim serta meyakinkan umat bahwa janji Rasulullah Saw. itu pasti akan terwujud dan hanya akan terjadi ketika dalam tubuh umat Islam telah berdiri Khilafah yang ditegakkan berdasarkan metode kenabian.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi