Fenomena Kidult, Dewasa Tak Ditentukan Usia

Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Sebagian orang mungkin sudah tidak asing dengan permainan yang viral awal tahun ini, lato-lato. Permainan ini tidak hanya dimainkan oleh anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Permainan ini sontak semakin ramai ketika sebuah video yang diduga sejumlah para pejabat publik ikut memainkan permainan tersebut beredar di Twitter.

Sejumlah isu pun muncul. Ada yang menduga permainan ini merupakan sebuah konspirasi Yahudi. Hingga berspekulasi sebagai gambaran perang saudara pada tahun politik menjelang pemilu mendatang, ada pula yang menganggap sebagai pengalihan isu terhadap sejumlah permasalahan yang sedang terjadi. Terlepas dari itu semua, fenomena kidult adalah sesuatu yang tidak lazim terjadi.

Dilansir CNBC, para orang dewasa dengan selera anak-anak ini sangat menyokong pertumbuhan industri mainan. Peningkatan ini semakin meroket ketika pandemi covid-19 melanda (kumparan.com, 31/12/2022).

Arti Kata Kidult

Secara harfiah, kidult adalah penggabungan dari dua kata dalam Bahasa Inggris, yaitu kid artinya anak-anak, dan adult artinya orang dewasa. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh psikolog Amerika Serikat, Jim Ward-Nichols.

Dalam makna lain, kidult adalah fenomena orang dewasa yang ingin bernostalgia untuk mengingat masa kecilnya dengan membeli sekaligus mengoleksi sejumlah mainan anak-anak, seperti boneka, lego, mainan kartun, figur action, dan lain sebagainya. Ataupun mereka yang sebenarnya sudah dewasa, tapi menolak dewasa karena tidak ingin kehilangan zona nyaman masa kecil yang tidak menuntut tanggung jawab besar sebagaimana orang dewasa.

Fenomena kidult tidak hanya mengoleksi mainan. Mereka juga tidak ingin jauh dari orang tua meskipun usianya sudah dewasa yang seharusnya sudah bertanggung jawab penuh terhadap dirinya sendiri, tidak memiliki rencana untuk menikah bahkan menolaknya.

Penyebab Kidult

Meluasnya fenomena kidult tidak lepas dari pengaruh kapitalisme. Mereka tidak perlu ada tuntutan tanggung jawab sebagaimana orang dewasa memiliki sejumlah tanggung jawab terhadap diri dan juga keluarga. Jadi, mereka tidak perlu menikah dan berpisah dengan orang tua, apalagi jika orang tua hidup berkecukupan dan bergelimang harta.

Ditambah lagi gaya hidup mewah yang semakin mewabah. Sehingga, orang dewasa bebas membeli mainan apa saja sesuai dengan keinginannya. Melihat fenomena ini, tidak bisa dimungkiri bila kemudian hari akan muncul sejumlah perusahaan yang membuat lini produk yang ditujukan khusus untuk para kidult.

Sebuah Tanggung Jawab

Seseorang memiliki tanggung jawab terhadap dirinya dan jika sudah berkeluarga maka orang tersebut bertanggung jawab pula terhadap keluarganya. Menjadi orang dewasa merupakan qada Allah Subhanahu wa Taala. Oleh sebab itu, orang dewasa alias sudah baligh mempunyai tuntutan tanggung jawab atas segala perbuatannya selama di dunia. Hal ini mutlak kecuali bagi orang gila dan pikun.

Menolak menjadi dewasa karena sebab tidak ingin ada tuntutan tanggung jawab, bahkan karena menolak untuk menikah tentu saja menyalahi fitrahnya sebagai manusia. Sebab, fitrahnya manusia adalah menikah untuk melanjutkan keturunannya. Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya ummatku di hadapan para Nabi pada hari Kiamat.” (HR Ahmad)

Tidak ada salahnya orang dewasa bermain mainan anak-anak selama itu untuk mendampingi anak-anak mereka, sebagai tenaga pengajar untuk persiapan alat peraga yang menunjang proses belajar mengajar. Namun, akan menjadi masalah jika hal tersebut menjadi kebiasaan dan menyalahi fitrah.

Khatimah

Manusia seyogianya memahami dari mana ia berasal, untuk apa dia diciptakan, dan akan ke mana setelah kematian. Bagi seorang muslim yang memiliki landasan akidah Islam yang benar akan memahami bahwa dirinya berasal dari Allah, hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah, dan setelah kematian, akan menghadap kepada Allah Subhanahu wa Taala.

Maka, saat ia berada di dunia, melewati fase anak-anak, remaja, dewasa, dan menua, adalah semua fase yang mutlak harus dilaluinya. Sebab, dalam fase tersebut, tidak ada pilihan ingin menjadi dewasa atau tetap menjadi anak-anak. Namun, menjadi umat yang taat atau ingkar, itulah pilihannya.

Ketika menjadi umat yang taat, maka hidupnya adalah untuk ibadah, mengumpulkan beragam amal saleh untuk bekalnya di akhirat. Seseorang yang bertakwa tidak akan menghabiskan usianya untuk hal-hal yang melalaikan. Ia sadar, tanggung jawabnya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi ia juga memiliki tanggung jawab besar beramar makruf nahi mungkar, berdakwah untuk memenangkan Islam. Semuanya itu akan jadi timbangan pahala di hadapan Allah Azza wa Jalla.

Wallahu’alam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi