Bulan Keagungan, Keberkahan, Perjuangan, dan Kemenangan

Oleh : Mujiyanto
 
 
Allah menjanjikan berbagai kenikmatan di bulan ini. Semua amal shalih orang yang berpuasa dilipatgandakan pahalanya.
 
“Marhaban yaa Ramadhan” Kalimat itu menghiasi spanduk spanduk, iklan di media cetak dan elektronik, dan sejenisnya. Sambutan terhadap bulan yang datang setahun sekali ini kini mulai marak.
 
Di berbagai daerah tarhib Ramadhan pun diadakan. Kaum Muslimin dengan berbagai kegiatan menyambut datangnya bulan ini. Ada yang pawai, membagi-bagikan buku soal puasa, hingga menyelenggarakan syukuran. Semua bergembira menyambut datangnya bulan mulia tersebut.
 
Begitu mulianya bulan ini, sampai-sampai orang yang biasa maksiat pun rela berhenti—meski sementara. Para pelacur libur. Para pengumbar syahwat pun istirahat. Acara-acara televisi berbau umbar aurat masuk kotak.
 
Masjid dan mushala ramai. Masyarakat berbondong-bondong menjalankan ibadah shalat tarawih di malam harinya. Mereka pun rela bangun dinihari untuk makan sahur dan kemudian dilanjutkan dengan shalat Subuh berjamaah. Nuansa ketaatan sangat kental terasa.
 
Tak heran, bila Rasulullah menyebut datangnya Ramadhan ini dengan ‘Marhaban’, bukan ‘Ahlan wa sahlan’. Marhaban memiliki arti yang lebih dalam dibanding ahlan wa sahlan. Kalau Ramadhan diibaratkan sebagai tamu, maka tamu yang datang ini adalah tamu yang penuh keagungan dan membawa keberuntungan yang tiada tara bagi penyambutnya. Begitu berun-tungnya apa yang dibawa oleh tamu ini, sampai-sampai si penyambut tak menginginkan sang tamu pergi atau pamitan. Inilah Ramadhan.
 
Rasulullah SAW mewantiwanti kaum Muslimin agar tidak melewatkan momentum Ramadhan ini. Dalam khutbah menjelang Ramadhan, beliau menyebutkan berbagai keutamaan Ramadhan ini. “Jika memasuki bulan Ramadhan, maka semua pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahannam ditutup, sementara syaitan dibelenggu” (HR Bukhari, Muslim, Nasai dan Ibn Hibban), Ini tidak terjadi di Bulan lainnya.
 
Pahala berlipat ganda menanti para shaimun yang mengisi Ramadhan dengan amal shalih. “Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan satu kebaikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan lain. Siapa saja yang mengerjakan satu perbuatan wajib, maka nilainya sama dengan mengerjakan tujuh puluh kebaikan di bulan yang lain,” kata Rasulullah dalam riwayat Ibnu Huzaimah.
 
Siapa saja yang memberikan buka kepada orang yang ber¬puasa, maka itu akan menjadi maghfirah (ampunan) bagi dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu.
 
Rasulullah menegaskan, bulan agung dan penuh berkah ini adalah bulan kesabaran. Dan kesabaran itu balasannya surga. Ramadhan juga bulan tolong-menolong (ta’awun), bulan rezeki seorang Mukmin akan bertambah.
 
Bulan setelah Sya’ban ini memiliki keutamaan yang tiada duanya. Di bulan ini, Allah SWT menurunkan Alquran (QS al-Baqarah [2]: 185). Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira’ adalah Iqra’, diturunkan pada 17 Ramadhan 13 SH (sebelum Hijrah) atau bulan Juli 610 M. Karena itu, bulan ini juga disebut syahr al Qur’an (bulan Alquran).
 
Allah mewajibkan kaum Muslimin berpuasa selama sebulan penuh di bulan ini. Puasa dan Alquran akan memberi syafaat pada Hari Kiamat (HR Ahmad, atThabrani dan al-Hakim). Sementara para malaikat akan memintakan ampunan bagi orang yang berpuasa selama berpuasa hingga berbuka. Dan, Allah pun memberikan ampunan di akhir malam bulan Ramadhan.
 
Yang tak kalah dahsyat, Allah menjadikan salah satu malamnya sebagai Lailatu al-Qadar, yaitu satu malam yang nilainya lebih baik dibanding seribu bulan (QS al-Qadar [97]: 1-5), bagi mereka yang beramal shalih di malam tersebut.
 
Amalan Ramadhan
 
Allah SWT menawarkan pahala berlipat ganda di bulan ini. Amalan fardlu nilainya dilipatgan-dakan 70 kali bulan lainnya, bahkan bisa lebih. Sedangkan amalan sunah, nilainya sama dengan amalan wajib di bulan lainnya. Karena itu, Nabi menggunakan bulan ini untuk melipatgandakan amal shalih. Dalam riwayat Ibn Abbas, digambarkan Nabi SAW adalah orang yang dermawan dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan.
 
Nabi pun memerintahkan wanita kaum Anshar untuk pergi berumrah di bulan Ramadhan. Dituturkan dari Ibn Abbas, Nabi pernah bersabda, “Jika tiba bulan Ramadhan, maka berumrahlah kamu, karena umrah di bulan itu sama pahalanya dengan haji” Karena itu pula, para sahabat dan generasi kaum Muslim setelahnya menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai bulan ibadah. Tak hanya itu, mereka pun menjadikan bulan ini sebagai bulan jihad fii
sabillillah.
 
Walhasil, banyak amalan yang bisa dilakukan selama Ramadhan. Pertama, melaksanakan fardlu a’in, seperti shalat wajib, zakat wajib, shaum Ramadhan, memahami perkara yang diwajibkan bagi manusia dalam hidupnya, dakwah, memberi nafkah yang wajib dan mengusahakannya, menjalin silaturahmi kepada kerabat, bergabung dalam jamaah kaum Muslim, dan lain-lain.
 
Kedua, menjalankan fardfu kifayah, seperti mewujudkan jamaah (organisasi) yang menyerukan Islam dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Ketiga, melaksanakan yang sunah seperti berderma, membaca Alquran, dll. 
 
Bulan Perjuangan dan Kemenangan
 
Secara logika, badan orang berpuasa akan jauh lebih lemah dibandingkan dengan yang tidak berpuasa. Namun energi spiritual puasa bisa membalik itu semua. Orang yang berpuasa mampu mengeluarkan kekuatan yang luar biasa. Inilah fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri.
 
Para sahabat dan generasi setelahnya, menjadikan Ramadhan sebagai momentum jihad fii sabilillah. Mereka tidak menyendiri di sudut-sudut masjid atau terus menerus berdzikir bagi dirinya sendiri, namun mereka maju ke medan perang dan mendakwahkan Islam demi kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Perilaku seperti ini telah ditanamkan sejak masa Nabi SAW.
 
Tercatat sejumlah peristiwa penting pada bulan Ramadhan. Tujuh belas bulan setelah Hijrah, Nabi mengirim detasemen Hamzah yang membawa bendera pertama yang diserahkan oleh baginda SAW. Detasemen ini dikirim untuk menghadang rombongan kaum Quraisy yang datang dari Syam menuju ke Makkah. Perang Badar Kubra yang disebut dalam Alquran sebagai Yaum al-Furqan (Hari Pembeda) meletus pada hari Jum’at, 17 Ramadhan 2 H. Jumlah pasukan kaum Muslim saat itu hanya 313, terdiri dari 1 menunggang kuda, sisanya jalan kaki. Tercatat 14 di antara mereka sebagai Syuhada’ Badr. Sementara pasuk¬an kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang; 80 orang pasukan berkuda, sisanya jalan kaki; 70 orang gugur, 70 lainnya menjadi tawanan perang. Dalam peristiwa ini, pasukan kaum Muslim di-bantu oleh 5.000 malaikat (QS. Ali ‘Imran [3]: 125).
 
Pada tahun ke-8 Hijrah, Rasulullah dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Makkah, tepat hari ke-10 di bulan Ramadhan. Penaklukan kota Makkah ini juga disebut penaklukan agung (al fath al-a’dham). Kaum Kafir Quraisy pun berbondong-bondong masuk Islam, termasuk Abu Sufyan dan para pemuka Kafir Quraisy. Pada saat itulah, turun perintah untuk menghancurkan berhala dari sekitar Ka’bah. Karena itu, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai syahru al jihad wa al intishar (bulan Jihad dan Kemenangan).
 
Di bulan yang sama Khalid bin Walid menghancurkan tempat penyembahan Al Uzza di Nakhlah. Peristiwa ini terjadi pada lima hari terakhir di bulan Ramadhan. Saat itu Khalid berkata kepada Nabi SAW: “Itulah Al-Uzza. Ia tidak akan lagi disembah lagi selama-lamanya.”
 
Sekitar 80 tahun kemudian, tepat 28 Ramadhan 92 Hijrah, pasukan kaum Muslimin berhasil menaklukkan Andalusia—yang kini dikenal sebagai Spanyol. Pasukan Muslim dipimpin oleh Panglima Thariq bin Ziyad. Pasukan Islam berhasil mengalahkan Roderick dan pasukannya dalam perang yang berlangsung sangat sengit. Perang ini dikenal sebagai ‘Perang Buhairah’. Kemenangan didapatkan pasukan Islam setelah menguasai Selat Jabal Thariq (Gibraltar) dan membakar semua armada kapal perangnya. Pidatonya yang terkenal: “Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?”
 
Ramadhan 584 H, pasukan kaum Muslimin di bawah pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi mendapat kemenangan besar atas tentara Salib di Palestina. Tentara Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Salib. Ketika bulan Ramadhan, penasihat-penasihat Salahuddin menyarankan agar die istirahat karena risau ajalnya tiba.Tetapi Salahuddin menjawab “Umur itu pendek dan ajal itu senantiasa mengancam”. Pasukan Islam yang dipimpinnya terus berperang dan berjaya merampas Benteng Shafad yang kuat. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan.
 
Banyak lagi peristiwa sejenis yang terjadi di bulan Ramadhan. Kaum Muslimin sejak generasi pertama menyadari betul betapa besar pahala di bulan ini. Makanya mereka pun beramal tidak ala kadarnya. Mereka pun memilih amalan-amalan yang tergolong berat demi mendapatkan pahala yang jauh lebih besar.
 
Memperjuangkan Islam
 
Di masa sekarang, tantangan kaum Muslim sebenarnya tak kalah beratnya. Kaum Muslimin di seluruh dunia menghadapi berbagai persoalan pelik. Persoalan tersebut berakar pada ketiadaan penerapan syariah Islam dalam wadah yang syar’i yakni khilafah.
 
Kaum Muslim masih dicengkeram oleh penjajahan model baru sehingga mereka tak mampu berbuat banyak. Penguasa-penguasa yang mengaku Muslim pun larut dalam arus penjajahan itu sendiri dan bertindak sebagai penghalang penerapan Islam.
 
Maka, menjadi sangat pen¬ting terus mengumandangkan penegakan syariah dan khilafah untuk menyadarkan umat apalagi di bulan Ramadhan. Sebab, inilah saatnya kaum Muslimin memiliki kedekatan kepada Allah. Dakwah di bulan agung dan berkah ini pun akan berpahala besar di sisi Allah, melihat beratnya usaha me¬ngembalikan kehidupan Islam di tengah kerusakan seperti seka¬rang.
 
Bahkan dakwah bisa mencapai derajat pahala syuhada bila itu disampaikan kepada para penguasa zalim. Rasulullah bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zalim.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad). Juga hadits lainnya: “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan laki-laki yang berdiri di depan penguasa yang zalim, ia menasihatinya lalu penguasa itu membunuhnya.”
 
Maka, Ramadhan adalah momentum dakwah yang luar biasa guna mengokohkan perjuangan syariah dan khilafah sebagai solusi terhadap persoalan umat. Hanya dengan syariah dan khilafah sajalah, kaum Muslimin akan bisa menikmati Ramadhan yang penuh keberkahan dan terhindar dari segala kesempitan seperti sekarang.
 
Apakah Anda tidak mau menjadi para penghulu-penghulu syuhada? Ramadhan inilah saatnya makin gencar dakwah untuk melangsungkan kehidupan Islam.
Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi