Bersahabat dengan Anak

Oleh : Zulia Ilmawati *

Setiap manusia, tidak terkecuali anak, membutuhkan sahabat dalam hidupnya. Anak membutuhkan sahabat untuk bermain, berinteraksi dan berbagi cerita tentang pengalaman sehari-hari. Sahabat bisa membuat anak lebih terbuka karena posisi mereka sejajar, bisa saling mengisi, sekalipun sering diselingi pertengkaran. Karena itu, sahabat penting untuk anak karena membuat mereka banyak belajar dan merasa senang.

Bersahabat dengan anak, merupakan salah satu bentuk pola pengasuhanyang dapat diterapkan orangtua dalam pendidikan anak. Dalam kesehariannya, anak-anak tidak hanya membutuhkan orangtua sebagai teladan, tetapi juga membutuhkan sosok sahabat yang bisa menjadi partner dalam dunianya sehingga ia merasa senang, ceria dan nyaman dengan diri dan lingkungannya.

Sebagai sosok yang terdekat dengan anak, orangtua harus bisa berperan dan memposisikan diri sebagai sahabat mereka. Sebagai sahabat, semestinya orangtua akan bisa menjadi teman yang menyenangkan buat anak, membantu menyelesaikan masalah, mengingatkan kalau berbuat salah atau hanya sekadar tempat menumpahkan keluh-kesah, bertukar pengalaman dan sebagainya.

Mengapa Perlu Bersahabat dengan Anak?

Teman tidak selamanya dapat memberikan nasihat yang terbaik buat anak, apalagi jika mereka masih anak-anak atau remaja. Teman yang dipilih anak ada kalanya bukan teman yang baik, kadang malah menjerumuskan anak. Bersahabat dengan anak, membuat kita sebagai orangtua akan semakin mudah memahami sifat dan karakter anak, kekurangan dan kelebihannya serta kebiasaan baik dan buruk anak. Dengan begitu kita bisa mengoptimalkan potensinya dan memperbaiki kekurangan anak. Bersahabat dengan anak juga akan meringankan orangtua karena biasanya ia akan bercerita kepada kita tentang apa saja yang dialami.

Semestinya orangtua adalah sosok pertama yang didatangi jika anak mengalami masalah. Maka dari itu, mulailah bersahabat dengan anak sejak dini. Jangan tunggu sampai anak besar. Berapapun waktu yang tersisa di sela-sela kesibukan orangtua harus dimanfaatkan dengan benar. Semakin dini hubungan terjalin, semakin baik bagi perkembangan hubungan dan mental anak.

Komunikasi yang lancar dan harmonis antara orangtua dan anak akan memudahkan orangtua dalam menerapkan pola dan metode pengasuhan dalam pendidikan keluarga. Komunikasi merupakan jalan untuk menumbuhkan pengertian dan kepercayaan sehingga hubungan orangtua anak lebih terbuka dan harmonis. Kepercayaan dari anak ini sangat berarti hingga ia besar nanti. Saat ia menghadapi masalah ia akan menjadikan orangtua sebagai tempat curahan hati dan berbagi beban. Pemahaman, pengertian, kepercayaan dan jalinan komunikasi yang lancar merupakan modal utama kekuatan sebuah hubungan, termasuk hubungan orangtua dan anak.

Rasulullah saw. memberikan teladan bagi kita bagaimana beliau sangat dekat dengan anak-anak. Rasulullah saw. biasa menemani anak-anak dalam banyak kesempatan. Suatu saat menemani Ibnu Abbas berjalan berdua. Pada kesempatan lain menemani keponakannya, Ja’far. Kadang-kadang beliau juga menemani Anas. Menjadi hak anak, mendapatkan pendampingan dari orangtua.

Kiat Menjadi Sahabat Anak

Pertama:

Jadilah pendengar yang baik dan aktif untuk anak sehingga ia merasa dihargai dan dicintai. Berikan respon positif dan logis ketika anak bercerita atau curhat, karena kitalah sahabat terbaik mereka. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seputar ceritanya, tetapi jangan sampai membuat privasinya terusik dan terganggu. Berikan saran atau pendapat yang bisa ia mengerti sebagai anak-anak. Tidak sedikit orangtua yang memaksakan anaknya untuk selalu menerima pendapat atau jalan pikiran sendiri. Tanpa sadar, orangtua sering menerapkan komunikasi satu arah, orangtua bicara, anak harus mendengar. Apapun yang mereka katakan, sebaiknya perlihatkan bahwa kita menghargai pendapatnya. Setidaknya beri anak kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan tunjukkan bahwa kita mendengarkan. Bangun rasa saling pengertian; masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain. Di sini, lagi-lagi orangtua yang harus mengawali.

Kedua:

Libatkan diri kita dalam kegiatan dan dunia anak. Seorang sahabat akan berupaya memahami apa yang disukai dan tidak disukai sahabatnya. Sebagai sahabat, orangtua harus mampu menyelami dunia anak. Temani dan dampingi anak ketika bermain. Pahami kebiasaan-kebiasaan yang ia lakukan saat bermain. Perhatikan pola bermain anak. Ajaklah anak berbicara secara aktif agar kecerdasannya terstimulasi secara efektif.Sekali waktu Rasulullah saw. pernah lama sekali sujud dalam shalatnya. Salah seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lama sekali sujud hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau Anda sedang menerima wahyu.” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Tidak ada apa-apa. Aku ditunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesa-gesa sampai dia puas.” Anak yang dimaksud ialah Hasan atau Husain.

Ketiga:

Berikan teguran secara proporsional dan rasional. Ketika anak berbuat salah, tegur ia dengan sikap tidak menghakimi. Jangan mengekspresikan kemarahan berlebihan yang akan membuat dirinya tertekan dan merasa direndahkan. Hal ini  akan berdampak negatif terhadap perkembangan kepribadiannya. Suatu ketika seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad saw. untuk didoakan dan diberi nama. Anak tersebut dipangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “Jangan diputuskan anak yang sedang kencing, biarkanlah dia sampai selesai dulu kencingnya.” Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orangtuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.

Keempat:

Berikan pujian untuk setiap keberhasilan yang dia raih agar ia merasa dihargai dan termotivasi. Rasulullah saw. senang bermain-main dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas ra. untuk berbaris lalu berkata, “Siapa yang terlebih dulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).” Lalu mereka pun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuan beliau. Rasulullah saw. kemudian menciumi mereka dan memeluk mereka. Berikan penghargaan atas semua perbuatan baik yang dilakukan oleh anak walaupun hanya sekadar pujian, ciuman atau pelukan. Dengan begitu, anak belajar untuk menghargai dirinya sendiri dan akan berusaha keras untuk menjadi yang terbaik demi menyenangkan hati orangtuanya.

Kelima:

Berikan kepercayaan kepada anak. Dalam persahabatan ada kepercayaan dan penghargaan atas kemampuan sahabatnya. Sesekali biarkan anak mencoba sendiri hal-hal yang ingin dia lakukan, asal tidak membahayakannya, seperti mandi dan makan sendiri atau mencoba permainan baru. Cara ini dapat menumbuhkan kepercayaan dirinya, tidak selalu bergantung kepada orang lain, merasa dihargai dan bisa mandiri. Dengan penghargaan dan kepercayaan, kemampuannya akan lebih berkembang.

Keenam:

Jadilah orangtua yang menyenangkan buat anak. Orangtua yang menyenangkan akan membuat anak merasa aman dan nyaman di dekatnya. Dengan begitu, ketika memberikan pemahaman kepada anak tentang suatu hal, maka anak dengan mudah dan enak akan memahami dan menerima. Komunikasi akan berjalan baik jika anak merasa aman dan nyaman saat berdekatan dengan orang tuanya. Bila anak sudah merasa aman atau nyaman berkomunikasi dengan kita, maka ia akan lebih terbuka. Ketika melakukan kesalahan, biasanya ia akan dengan sukarela mengaku pada orangtuanya. Sebaliknya, kalau mereka sudah takut dan merasa terancam, maka komunikasi pun tidak akan berlangsung baik.

Ketujuh:

Jangan malu mengakui kesalahan atau kekurangan diri. Jangan ragu untuk belajar kepada anak jika memang mereka memiliki ilmu yang belum kita miliki. Orangtua, harus selalu siap dikoreksi.

Kedelapan:

Ungkapkan rasa sayang. Katakan bahwa kita mencintai dirinya, bagaimanapun keadaannya. Tunjukkan pula dengan sikap sehingga jika anak sedang berbuat salah, ia tak perlu ragu mengakuinya kepada kita.
Dengan berusaha menjadi sahabat, insya Allah orangtua akan menjadi lebih dekat dengan anak. Bila anak merasa dekat dengan orangtua, proses pendidikan juga insya Allah akan berjalan lebih lancar. Anak tidak merasa takut atau terbebani. Anak akan lebih mudah menerima arahan orangtua, sedemikan sehingga harapan orangtua agar anaknya kelak tumbuh menjadi anak yang shalih, seorang pejuang Islam terpercaya, insya Allah juga akan mudah diwujudkan. AlLahu a’lam. 

[* Zulia Ilmawati adalah Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga.]

Sumber Tulisan :

Majalah Al Waie edisi Februari 2012

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi