Baju Kita di Hari Raya

Penulis: Ustaz M. Fauzil Adhim

Di hari-hari terakhir bulan Ramadan ini, apakah yang paling berharga untuk kita harapkan? Di waktu-waktu yang tersisa, apakah yang lebih layak untuk kita usahakan? Betapa berharganya kesempatan dan betapa sering kita lalai. Alangkah sedikitnya waktu dan alangkah jauhnya perjalanan. Alangkah pendek dan sementara urusan dunia ini, sedangkan hari pembalasan itu sangat nyata.

Teringatlah kita kepada nasehat ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahuLlah Ta’ala kepada putrinya:

لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعَيْدُ لِمَنْ خَافَ يَوْمَ الْوَعِيْدِ

“Hari raya itu bukan bagi orang yang memakai pakaian baru, akan tetapi hari raya bagi mereka yang takut terhadap hari pembalasan.”

Apa tandanya seseorang benar-benar takut terhadap Hari Pembalasan ketika semua amal dihitung hingga yang paling kecil? Bertambahnya ketaatan. Maka orang yang benar-benar mendapatkan hari raya, yakni puasanya sungguh-sungguh membawa kepada takwa, penandanya ialah ketaatan yang bertambah. Bukan berat badannya. Bukan pula pakaian baru yang ia kenakan di hari raya.

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahuLlah mengingatkan:

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِبَاسِ وَالرُكُوْبِ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُنُوْبُ

“Dan bukanlah hari raya itu milik orang yang berhias dengan pakaian yang indah dan kendaraannya mewah, tetapi hari raya itu adalah milik orang yang telah diampunkan baginya dosa-dosanya.”

Kita tidak dapat memastikan apakah diri kita termasuk orang yang diampuni dosa-dosanya di masa yang telah lewat ataukah tidak, sebagaimana kita tidak dapat benar-benar menunjuk secara pasti apakah seseorang telah diampuni seluruh dosanya atau sebagian besar di antaranya. Kita juga tidak dapat memastikan seseorang telah diampuni segenap dosanya, kecuali mereka yang telah disebutkan dalam nash yang jelas telah mendapatkan jaminan meraih Jannah. Tetapi yang dapat kita lihat adalah bertambahnya ketaatan. Ini pula yang dapat kita rasakan dan sadari, adakah ketaatan kita bertambah dibandingkan sebelum Ramadan?

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahuLlah pun berkata:

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ

“Bukanlah hari raya itu milik orang yang berpakaian baru, akan tetapi (sebenar-benar) hari raya adalah milik orang yang ketaatannya bertambah.”

Apakah tidak boleh kita membeli baju baru untuk berhari raya? Boleh. Bahkan ‘Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhu pernah menyarankan kepada Rasulullah ﷺ agar membeli baju baru saat ‘Idul Fitri untuk dikenakan saat menerima tamu utusan yang datang kepada beliau.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyaLlahu ‘anhuma, dia berkata:

أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنِ اسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوْقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى رَسُوْلَ اللهِ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِبْتَعْ هَذِهِ تُجَمِّلُ بِهَا لِلْعِيْدِ وَالْوُفُوْدِ

“’Umar mengambil jubah yang dijual di pasar. Diapun mengambilnya lalu dibawa kepada Rasulullah ﷺ seraya berkata,“Wahai Rasulullah, belilah ini agar engkau bisa berhias dengannya ketika hari ‘ied dan menerima para tamu utusan.” (HR. Bukhari & Muslim).

Nukilan hadis ini menunjukkan bahwa memakai baju baru merupakan perkara yang makruf. Bukan perkara yang terlarang, bukan pula tercela. Memakai baju baru di saat hari raya (‘id) merupakan bagian dari sikap memuliakan hari yang Allah Ta’ala muliakan, sebagaimana kita memakainya di hari Jum’at. Dalam hal ini, yang pokok adalah memuliakan hari yang Allah Ta’ala muliakan dengan mengenakan pakaian terbaik yang kita miliki; baru ataukah bekas. Boleh jadi sudah agak lusuh, tetapi jika itu pakaian terbaik yang kita miliki, maka pakaian itulah yang paling utama kita pakai dalam keadaan rapi.

Sumber: telegram Garasi Fauzil Adhim

*
Silakan share & gabung telegram CHANNEL MUSLIMAH https://t.me/komunitasmuslimah

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi