Tak banyak remaja, terutama kalangan pelajar yang ngeh dengan peringatan hari literasi internasional tanggal 8 September lalu. Biar kamu nggak ketinggalan info, kita coba ulik dulu asal mulanya.
Berawal pada tahun 1965 diselenggarakan konferensi United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (Unesco) dengan tema “World Conference of Ministers of Education on the Eradication of Illiteracy” di Teheran, Iran.
Kemudian pada tahun 1966, Unesco memimpin dan mendeklarasikan tanggal 8 September ditetapkan sebagai International Literacy Day (Hari Literasi Internasional) atau Hari Literasi Nasional. Tujuannya yaitu untuk mengingatkan komunitas global tentang pentingnya literasi bagi individu, komunitas, dan masyarakat, serta sebagai upaya menuju masyarakat yang lebih melek huruf demi menciptakan kesejahteraan dunia.
/Kabar Literasi Pelajar/
Dunia literasi, erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Makanya pemerintah menggencarkan program melek huruf nasional alias penuntasan generasi buta huruf. Lantaran kemampuan literasi secara istilah diartikan sebagai keterampilan individu dalam berbahasa, mulai dari menulis, membaca, berbicara, menghitung, hingga kemampuan untuk memecahkan masalah.
Itu artinya, siapa saja yang minim kemampuan literasinya akan kesulitan berbahasa dan bersosialisasi. Padahal ini penting banget untuk menyiapkan masa depan remaja yang lebih baik.
Lantas, apa kabar literasi teman-teman remaja terutama di kalangan pelajar? Gak usah ditanya kemampuan mereka dalam urusan baca tulis ya. itu mah udah gak diragukan lagi. Tapi gimana dengan minat baca dan tulis mereka?
Kabarnya, minat baca siswa di Indonesia dikabarkan sangat rendah, bahkan menurut data dari UNESCO, minat baca siswa di Indonesia sangat memprihatikan, hanya 0,001 % (artinya dari 1000 orang Indonesia cuma 1 orang yang rajin membaca). Ngenes ya.
Data dari survei 3 tahunan BPS juga mencatat bahwa tingkat minat baca anak-anak Indonesia hanya 17,66 %, sementara minat menonton mencapai 91,67 %.
Durasi waktu membaca orang Indonesia per hari rata-rata hanya 30-59 menit, kurang dari sejam. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Itu hasil penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017. Kondisi itu, tentu jauh di bawah standar Unesco yang meminta agar waktu membaca tiap orang 4-6 jam per hari.
Itulah salah satu bukti budaya literasi di Indonesia masih sangat rendah. Angka membaca Indonesia sangat jauh tertinggal. Sementara masyarakat di negara maju rata-rata menghabiskan waktu membaca 6-8 jam per hari. Anehnya, orang Indonesia mampu menghabiskan waktu 5,5 jam sehari untuk bermain gawai atau gadget.
/Pentingnya Literasi/
Orang yang memiliki budaya literasi yang baik ditandai dengan gemar membaca dan menulis. Aktivitas membaca dan menulis adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang harus mau membaca jika ingin menulis. Membaca adalah memasukkan kata-kata ke dalam pikiran, sementara menulis adalah menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan.
Ketika saat ini pemerintah dan pegiat pendidikan sedang semang-semangatnya mengampanyekan pentingnya literasi, ajaran Islam sejak lama sudah menekankan pentingnya literasi. Hal ini tercermin dari kewajiban menuntut ilmu yang tak terpisahkan dari kegiatan membaca dan menulis. Ajaran Islam mendorong umatnya agar menjadi manusia-manusia yang berilmu.
Mencari ilmu diwajibkan sejak seorang manusia lahir hingga meninggal dunia, dan umat Islam diwajibkan mencari ilmu walau harus pergi ke negeri China. Dengan ilmu yang dimilikinya, mereka diharapkan dapat menjadi pelita bagi yang lain, dan dapat beramal shaleh. Kebaikannya akan terus mengalir baik di dunia maupun di akhirat. Menjadi sebaik-baiknya manusia yang paling bermanfaat bagi yang lain.
Dalam ajaran Islam, orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya. Allah swt menegaskan dalam firman-Nya:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”. (QS Al Mujaadillah: 11)
Pada sebuah kisah diceritakan, setelah terjadinya perang Badar, ada 70 orang Quraisy Mekkah menjadi tawanan, mereka akan dibebaskan jika bersedia menjadi guru bagi sepuluh orang anak dan orang dewasa Madinah. Akhirnya, 700 orang terbebas dari buta huruf. Ibarat sistem Multiple Level Marketing (MLM), mereka pun diminta untuk menjadi guru bagi yang lain sehingga seluruh penduduk madinah bebas dari buta huruf.
Lantas, bagaimana caranya agar budaya literasi dikalangan remaja muslim, khususnya pelajar kembali bersinar?
Pertama, mulai dengan menggiatkan kembali kampanye remaja doyan baca. Nggak cuman baca caption pada postingan sosial media. Tapi baca buku yang sarat dengan ilmu bermanfaat. Emang sih, nggak gampang mendongkrak minta baca remaja di tengah trend dunia digital yang memborbardir remaja dengan kontent audio visual. Tapi bukan hal yang mustahil kalo semua pihak ikut terlibat.
Sesering mungkin mendekatkan remaja pada buku dan kegiatan membaca. Baik di sekolah, rumah, hingga lingkungan pergaulan. Keberadaan taman bacaan atau perpustakaan yang dilengkapi bacaan remaja bermutu yang kekinian bisa jadi pilihan.
Kedua, mengajak para pelajar untuk menjadi bagian dari remaja doyan nulis. Sehingga mereka terbiasa mengikat makna-makna bacaan yang mereka lahap dengan tulisan-tulisan penuh manfaat. Seperti diingatkan oleh Imam Syafi’i, “Ilmu itu bagaikan hasil panen/buruan didalam karung, menulis adalah ikatannya”.
Berikan ruang ekspresi bagi remaja yang hobi nulis. Entah itu dipajang dalam majalah dinding atau buletin sekolah. Kebiasaan menulis dengan sendirinya akan mendongkrak minat baca remaja. Hingga mereka bisa mengambil perannya sebagai berilmu penopang kebangkitan umat.
Ketiga, menjaga semangat baca tulis remaja dalam kegiatan remaja doyan ngaji. Tak ada dorongan yang mampu menjaga kobaran semangat literasi pada diri remaja muslim selain dorongan ruhiyah. Ketika remaja konsisten mengenal Islam lebih dalam, aktifitas baca tulis yang digelutinya semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah. Berlomba-lomba menabung pahala untuk kebaikannya di akhirat dengan menimba ilmu dari bacaan buku agama atau tulisan opini islam yang singkat namun sarat manfaat.
Semoga budaya literasi, khususnya dikalangan remaja kembali menggeliat. Dan menjadi bagian dari langkah-langkah praktis untuk mengembalikan kejayaan Islam dan kaum muslimin. Doyan baca, doyan nulis, doyan ngaji. Kuy![]
Sumber: Buletin Smart with Islam edisi 200