Upaya Menghambat Kebangkitan Umat

Poin yang menarik dalam laporan tahun 2004 oleh National Intelligence Council, Amerika Serikat, saat menjelaskan tentang prediksi peta politik global tahun 2020 bukanlah bahwa Negara Khilafah global akan berdiri, tetapi faktor- faktor di balik itu yang membuat lembaga ini memprediksi munculnya kekuasaan global Islam. Dalam laporan itu disebutkan bahwa selain pertumbuhan umat Islam yang massif, juga tingkat dukungan umat Islam terhadap Gerakan-gerakan Islam politik yang menyebar di seluruh Dunia Islam.1

Memang prediksi tentang Khilafah global tahun 2020 meleset. Namun, argumen NIC terkait pertumbuhan Muslim dan kesadaran politik Islam yang terus tumbuh tetap relevan sampai hari ini.  Tahun 2013, Pew Research Center, misalnya, menjelaskan survey global terhadap Muslim dan hukum-hukum syariah. Terlihat kesadaran terhadap syariah rata-rata diatas 50% di negara mayoritas Muslim. Di Afghanistan bahkan mencapai 99% dukungan terhadap syariah. Malaysia dan Indonesia berada di posisi 86% dan 72%.2

 

Tanda Kembalinya Khilafah

Secara normatif, berdasarkan Hadis Nabi Muhammad saw., fase kaum Muslim hari ini sudah berada dalam tahap kekuasaan yang memaksa (mulkan jabriyyah). Artinya, setelah fase ini, Khilafah atas manhaj kenabian akan kembali memimpin kaum Muslim.

Melihat realitas politik global saat ini, tampak dunia saat ini sedang dalam proses transisi dari sistem yang ada sekarang menuju sistem yang baru. Keterpurukan di segala bidang seperti kesenjangan sosial, dominasi politik negara maju, dan ketidakadilan hukum membuat masyarakat Muslim sedang menanti solusi.

Dari sisi domestik, pesatnya dukungan terhadap gerakan-gerakan sayap kanan di negara-negara Barat mengkonfirmasi bahwa masyarakat butuh alternatif. Kelompok sayap kanan menawarkan kritik terhadap neoliberalisme yang menghilangkan lapangan kerja buat masyarakat lokal melalui propaganda nasionalisme. Masyarakat banyak yang mendukung meskipun itu cuma janji-janji semata.

Di Dunia Islam juga sama. Keresahan yang terjadi membuat tingkat dukungan terhadap syariah juga meningkat. Ini berdampak juga pada meningkatnya dukungan pada gerakan-gerakan politik Islam.  Tak aneh jika narasi-narasi Islam dalam politik banyak mendapatkan dukungan masyarakat seperti pasca Arab Spring di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta Pemilu 2019 di Indonesia.

Masyarakat, baik di Barat maupun Dunia Islam, memiliki keresahan yang sama tentang sistem yang hari ini menguasai dan mengatur mereka. Itulah sebabnya terjadi pergerakan dan upaya untuk mencari solusi atas kondisi yang ada. Namun, yang tampak hari ini tetap tumbuh adalah umat Islam, baik dari segi kuantitatif pemeluknya maupun secara kesadaran spiritual dan politiknya.

Pertumbuhan Islam bagi Barat adalah sebuah ancaman. Jadi sangat wajar jika Barat berupaya melakukan berbagai macam cara untuk mencegah kebangkitan Islam di era ini. Beberapa strategi yang telah Barat lakukan untuk mencegah kebangkitan Islam antara lain dengan mengontrol politik Dunia Islam melalui ekonomi dan militer.

Sejak Khilafah Utsmani dipecah-belah oleh koalisi sekutu pada Perang Dunia I, saat ini Dunia Islam terpecah-belah dengan banyak negara-bangsa. Barat tidak hanya memecah-belah, tetapi juga mendesain politik di Dunia Islam agar sesuai atau sejalan dengan kepentingan Barat. Dunia Islam dikucuri dana miliaran dolar melalui berbagai proyek investasi dan kerjasama ekonomi lainnya. Ini yang membuat Dunia Islam bergantung pada Barat secara ekonomi. Berbagai proyek pembangunan ekonomi dan industri di Dunia Islam mayoritasnya bekerjasama dengan Barat.

Berbagai bantuan ekonomi dan keamanan juga diberikan oleh Barat terhadap negeri Islam seperti bantuan rutin AS kepada Mesir, Turki, Yordania dan negara-negara Muslim pro Barat lainnya. Insentif tambahan akan diberikan jika mau melakukan normalisasi dengan Israel. Indonesia saat ini sedang menjadi incaran AS untuk normalisasi dengan Israel dan telah disiapkan insentif untuk itu.

Dalam aspek militer, alutsista negeri Muslim diimpor mayoritas dari negara Barat, termasuk Rusia. Jika pun ada yang dihasilkan oleh umat Islam, itu hanya sekadar senjata-senjata skala ringan saja.  Insentif-insentif ekonomi termasuk militer akan selalu diiringi oleh berbagai perjanjian yang ujung-ujungnya melemahkan kaum Muslim sendiri.

Wajar saja jika saat kaum Muslim terjajah, terdiskriminasi dan terusir, mereka lebih banyak memilih diam atau sekadar aksi-aksi simbolik, atau bahkan ikut-ikutan mendukung aksi-aksi penjajah.

Contohnya sepeti Iran. Iran memberikan jalan bagi Amerika Serikiat untuk melakukan intervensi di Afganistan untuk menjatuhkan rezim Taliban. Demikian pula Turki. Turki ikut-ikutan dalam Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (International Security Assistance Force) di Afganistan tahun 2001. Kasus dalam Perang Suriah juga sama. Negara-negara Muslim tidak punya kemampuan sedikitpun untuk bertindak independen terhadap kasus Suriah, kecuali hanya menjadi sekadar pengikut dari segala strategi Barat.  Jikapun negeri Muslim bertindak garang, maka itu harus atas dukungan dan izin dari Amerika Serikat. Ini seperti saat Saudi Arabia melakukan serangan terhadap Yaman.

Dependensi ekonomi dan militer Dunia Islam terhadap Barat membuat para pemimpin politiknya tidak mampu berbuat banyak untuk berkontribusi terhadap kondisi dunia. Apatah lagi berbuat sesuatu yang efektif untuk kebangkitan umat. Bahkan sebaliknya, mereka berjalan bersama-sama dalam shaf untuk memerangi kaum Muslim yang hendak melakukan perlawanan terhadap politik dan dominasi Barat di Dunia Islam.

 

Mengontrol Dunia Islam

Politik Islam adalah gagasan yang paling ditakutkan oleh Barat hingga saat ini. Amerika Serikat bahkan telah berkontribusi banyak mendukung penggulingan gerakan-gerakan Islam yang pernah mengambil alih kekuasaan di negeri-negeri kaum Muslim.

Contohnya adalah dukungan Barat terhadap kudeta Partai FIS Al-Jazair tahun 1991, dukungan AS terhadap kudeta Partai Refah di Turki tahun 1997. Dukungan AS terhadap penggulingan HAMAS oleh Fatah di Palestina tahun 2006. Termasuk dukungan Barat terhadap kudeta rezim Muhammad Mursi di Mesir tahun 2012.

Sejak tahun 1990-an setelah era Perang Dingin, politik Islam memang telah menjadi ancaman nyata bagi Barat. Dalam arsip naskah strategi pertahanan AS tahun 1992 yang baru terungkap pada 2008 disebutkan bahwa wilayah Timur Tengah adalah salah satu wilayah strategis bagi AS. Karena itu AS akan mencegah seoptimal mungkin segala kekuasaan yang berpotensi mengancam kepentingan AS. Disebutkan juga, jika ada kekuasaan non-demokratis yang kuat dan terkonsolidasi mengontrol wilayah tersebut, maka ini berarti ancaman terhadap kepentingan strategis AS di wilayah tersebut.3

Strategi AS mengaborsi gerakan-gerakan politik Islam, selain melalui pendekatan langsung melalui rezim-rezim bonekanya di Dunia Islam, juga melalui pendekatan persuasif; bekerjasama dengan masyarakat sipil yang moderat dan liberal baik melalui komunitas, media, sekolah, perguruan tinggi, ormas Islam maupun tokoh-tokoh Islam. Semua ini ditujukan untuk membendung gerakan politik Islam yang dianggap massif dan solid melalui penyebaran gagasan liberal demokratis, HAM, toleransi dan pasar bebas.4

Jaringan-jaringan moderat dan liberal inilah yang akan menjadi agen propaganda demokrasi dan liberalisme Barat sembari mendiskreditkan gagasan-gagasan politik Islam. Ini sebagaimana yang tertuang dalam laporan Rand Corporation, 2004, yang berjudul Muslim World After 9/115.

Dampak dari strategi propaganda anti Politik Islam sangat nyata di Dunia Islam. Rezim pro Barat saling bahu-membahu bersama dengan kelompok-kelompok yang mengaku moderat untuk merepresi gerakan politik Islam yang berupaya berjuang menjadikan Islam sebagai alternatif dan solusi. Kelompok-kelompok seperti ini akan selalu menjadi objek kecurigaan; dituduh radikal berbahaya, intoleran dan keras. Padahal sebenarnya, narasi-narasi kebencian itu sengaja ditransfer oleh Barat ke Dunia Islam. Tentu saja melalui guyuran dana miliaran dolar untuk mengkonter gagasan-gagasan politik Islam agar terlihat buruk. Dengan begitu dominasi dan hegemoni politik Barat tetap langgeng di Dunia Islam.

Namun, jika upaya pembendungan terhadap politik Islam gagal, maka cara-cara kekerasan akan dilakukan baik melalui rezim di negeri Muslim atau intervensi langsung oleh AS.

 

Makna Kebangkitan Islam bagi Barat

Sebagai peradaban yang telah menikmati kontrol terhadap berbagai wilayah dunia, tak heran jika AS menginvestasikan dana yang besar mereka untuk selalu menjaga agar potensi kekuatan baru bisa diaborsi sebelum muncul dan menjadi ancaman bagi AS.

Terkhusus Dunia Islam, kaum Muslim dianugerahi kekuatan ideologis yang dalam sejarahnya mampu menghancurkan peradaban-peradaban besar melalui pemimpin dan pasukan yang tangguh. Umat Islam juga dikarunia posisi geografis yang strategis dengan berada di jantung dunia, pivot area, sebagai jalur penghubung lalu lintas perdagangan dunia. Belum lagi jumlah penduduk serta kekayaan alam yang dimiliki.

Dapat dipahami jika Barat sangat ketakutan jika Dunia Islam baik di Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tengah dan Asia Tenggara berubah dari rezim sekuler nasionalistik menjadi rezim Islam. Jika itu terjadi maka tumpuan peradaban Barat akan rapuh dan akan jadi alamat hancurnya peradaban ini.

Seharusnya bagi kaum Muslim, gagasan kebangkitan kaum Muslim, juga penyatuan umat Islam, menjadi pelecut semangat untuk semakin gigih berjuang dan berdakwah untuk kebangkitan Islam melalui kesatuan politik. Sebabnya, hanya dengan itu, kekejian dan kemungkaran Barat dapat dihentikan.

WalLâhu a’lam. [Hasbi Aswar]

 

Catatan kaki:

1        National Intelligence Council (U.S.), ed., Mapping the Global Future: Report of the National Intelligence Council’s 2020 Project, Based on Consultations with Nongovernmental Experts around the World (Washington, D.C.: National Intelligence Council/ : [Supt. of Docs., U.S. G.P.O., distributor, 2004).

2        Benjamin Wormald, ‘Chapter 1: Beliefs About Sharia’, Pew Research Center’s Religion & Public Life Project (blog), 30 April 2013, https://www.pewresearch.org/religion/2013/04/30/the-worlds-muslims-religion-politics-society-beliefs-about-sharia/.

3        United States Department of Defense, ‘Defense Planning: Guidance FY 1994-1999’, 1992.

4        Angel Rabasa, ed., Building Moderate Muslim Networks (Santa Monica, CA: Rand Corp, 2007).

5        Angel M. Rabasa et al., The Muslim World After 9/11 (Santa Monica: Rand Corporation, 2004).

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi