Putin Penjahat Perang, Bagaimana Dengan Amerika?

Penetapan Putin sebagai penjahat perang semakin menunjukkan hipokritisme tatanan global dunia di bawah pimpinan Amerika.

Seperti yang diberitakan BBC Online (18/3) Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court – ICC) menerbitkan surat penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Pengadilan menuduh dia bertanggung jawab atas kejahatan perang. Utamanya, tindakan deportasi anak-anak yang melanggar hukum dari Ukraina ke Rusia. ICC juga berkata kejahatan ini dilakukan di Ukraina dari 24 Februari 2022 – ketika Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke negara tersebut. Moskow menolak tuduhan tersebut dan mengatakan surat perintah pengadilan itu “keterlaluan”.

Melalui pernyataan tertulis, ICC mengklaim memiliki alasan untuk percaya bahwa Putin melakukan tindakan kriminal itu secara langsung, juga dengan bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Pernyataan itu juga menuduh Putin gagal menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk menghentikan anak-anak dideportasi. Saat ditanya soal tindakan ICC ini, Presiden AS Joe Biden berkata, “Ya. Saya rasa itu dibenarkan.”

Dia menekankan bahwa AS juga bukan negara anggota ICC, “Namun, saya pikir mereka punya poin yang kuat.”

“Putin jelas-jelas melakukan kejahatan perang,” ujarnya.

Kita patut mempertanyakan mengapa penetapan Putin sebagai penjahat perang dilakukan sekarang, saat Rusia menyerang Ukraina. Bagaimana dengan kejahatan Putin saat memerintahkan pembantaian terhadap umat Islam Checnya yang ingin merdeka dari penjajahan Rusia? Bagaimana pula dengan kejahatan Putin terhadap Muslim di Suriah. Betapa banyak kaum Muslim yang terbunuh di Suriah akibat serangan pesawat-pesawat tempur Rusia atas nama perang melawan terorisme dan radikalisme.

Kejahatan Amerika pun demikian nyata di depan mata. Mengapa presiden Amerika tidak ditetapkan sebagai penjahat perang, padahal jelas Amerika bertanggung jawab atas pembunuhan lebih 1 juta umat Islam di Irak dan Afganistan akibat intervensi dan pendudukan negara ‘mbahnya’ teroris di negeri Islam itu. Sama halnya dengan kejahatan keji entitas penjajah Yahudi yang sejak awal pendiriannya hingga saat ini terus membunuhi kaum Muslim. Hal yang sama kita pertanyakan, kenapa Mahkamah Pidana Internasional diam terhadap kejahatan rezim-rezim dukungan Amerika di negeri Muslim seperti Sisi di Mesir atau keluarga Assad di Suriah?

Semua ini kembali menegaskan kepada kita bahwa apa yang dilakukan Mahkamah Pidana Internasional bukanlah untuk menegakkan keadilan internasional. Semua itu kerap bias kepentingan negara-negara besar, langsung atau tidak langsung. Penetapan ICC terhadap Putin sulit dipisahkan dari kepentingan Amerika untuk menekan Rusia agar tunduk dengan kepentingan Amerika dalam krisis Ukraina. Memang, kemungkinan tidak banyak yang bisa dilakukan dengan surat penangkapan ini. ICC tidak punya kuasa untuk menangkap seorang tersangka dan hanya dapat menjalankan yuridiksi ke negara-negara anggotanya saja.  Rusia bukanlah anggota ICC. Meski begitu, penerbitan surat ini bisa memengaruhi Putin dengan cara-cara lain, seperti tidak bisa melakukan perjalanan internasional.

Rusia bukan anggota ICC. Kesempatan bahwa Vladimir Putin atau Maria Lvova-Belova muncul di kursi pesakitan di Den Haag sangat kecil. Seperti yang diberitakan oleh BBC Online (18/3), ICC bergantung pada kerjasama antar-pemerintah untuk menangkap seseorang. “Rusia tentu saja tidak akan bekerjasama dalam hal ini,” kata Jonathan Leader Maynard, dosen politik internasional di King’s College London kepada BBC.

Secara hukum, bagaimanapun ini akan menimbulkan masalah bagi Putin. Meskipun dia adalah kepala negara G20, dan rencananya akan berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan bersejarah, Putin juga sekarang seorang buron. Ini pasti bakal membatasi negara-negara mana saja yang bisa dia kunjungi.

Pernyataan LBH Pelita Umat melalui Candra Purna Irawan penting untuk kita perhatikan  terkait masalah ini. Pertama: Mahkamah Pidana International (ICC) selama ini tidak pernah berani mengeluarkan perintah penangkapan kepada Presiden Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Sekutu atas tindakan kejahatan perang terhadap Afganistan dan Irak. Atas nama demokrasi dan HAM, Amerika Serikat dan Inggris melakukan pembunuhan terhadap sipil, jutaan orang kehilangan tempat tinggal, ribuan orang meninggal dunia termasuk anak-anak dan wanita serta tak terhitung jumlah Muslimah yang diperkosa.

Kedua: ICC seperti macan ompong yang tidak memiliki keberanian untuk mengadili presiden Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya. Penulis berkali-kali membuat laporan kepada ICC terkait Irak, Afganistan, Palestina, Rohingya, Suriah, Uyghur. Semua laporan tersebut tak jelas ujungnya.

Ketiga: Benar apa yang dinyatakan seorang lawyer Muslim dari Inggris, yaitu Mr. Abu Dawud, “Semua hukum internasional dibuat dan diterapkan secara selektif untuk mengistirahatkan hegemoni Barat atas dunia, termasuk negeri-negeri Muslim.”

Pernyataan tersebut disampaikan pada acara International Muslim Lawyers conference (IM LC) yang diselenggarakan oleh LBH PELITA UMAT.

Semua ini sejatinya harus semakin mendorong umat Islam segera mewujudkan Khilafah ‘alaa minhaaj an-nubuwwah. Khilafah adalah negara global yang akan menjadi negara adidaya yang berpengaruh di dunia internasional. Khilafah akan menghentikan ketidakadilan kepemimpinan global Amerika saat ini, terutama terhadap umat Islam. Negara adidaya ini akan menghentikan penindasan negara-negara imperialis yang mengatasnamakan perang melawan terorisme dan radikalisme untuk menyerang negara-negara yang tidak sejalan dengan mereka. Negara Khilafah ini akan menerapkan syariah Islam secara kaaffah hingga Islam yang rahmatan lil ‘aalamiin akan benar-benar terwujud. Islam sudah pasti memberikan kebaikan kepada seluruh umat manusia.

AlLaahu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi