PERILAKU DAN PROPAGANDA L6137 Dalam Timbangan Hukum, Moral, dan Agama: Tolak Konser Coldplay?

Oleh. Pierre Suteki

Rencana konser grup musik asal Inggris yang bernama Coldplay di Indonesia menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal itu lantaran, vokalisnya diduga terindikasi seorang g4y dan dikhawatirkan akan mempropagandakan gaya hidup L6137. Hal ini terutama diopinikan oleh PA 212 yang secara terang-terangan menolak kehadiran grup musik Coldplay untuk menggelar konser di tanah air (15 November 2023). Di satu sisi, pemerintah tidak secara tegas mengikuti usul umat Islam yang diwakili oleh PA 212 bahkan akan melakukan pengamanan terhadap grup musik Coldplay jika telah tiba di tanah air. Apakah ini berarti pemerintah mendukung L6137 melalui program pengamanan dan penerimaan grup Coldplay ini, apalagi tersiar kabar bahwa Menkopolhukam menyatakan kalau L6137 itu merupakan koderat yang tidak dapat dipidana melalui KUHP di Indonesia. Sementara di sisi lain kita tahu, sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945, Indonesia adalah negara religious nation state. Dan sebagaian besar penduduk negeri ini muslim (86,19%), dan Islam jelas mengharamkan L6137 (fatwa MUI 2014). Jadi, wajar jika muslim di Indonesia menolak konser Grup Musik Coldplay yang terindikasi mempropagandakan L6137.

Kita flashback pada akhir 2022, kita juga sempat dihebohkan dengan isu LGBT terkait dengan rencana kunjungan utusan Pemerintah AS dalam program pemajuan HAM L6137QI+. Kita bersyukur program yang direncanakan pada akhir tahun 2022 ke Indonesia tersebut dibatalkan. Namun, saya kira kita harus tetap waspada karena propaganda L6137 di negeri ini bukan hanya dilakukan saat ini, melainkan sudah sejak lama dan bahkan dilakukan secara terstruktur, masif dan sistematik. Sebagai bangsa yang disebut religious nation state, propaganda L6137 merupakan persoalan yang problematik.

Ada 2 peristiwa hukum lain pada tahun 2022 yang terkait dengan PROBLEMATIKA L6137 di tanah air beberapa waktu lalu:

PERTAMA:

Presenter Deddy Corbuzier sempat menjadi perbincangan hangat netizen usai mengundang pasangan gay, Ragil Mahardika dan Fred di Podcast miliknya, Sabtu (7/5/2022). Undangan atas pasangan G4y Ragil dan Fred di Podcast-nya, membuat Deddy Corbuzier panen hujatan. Deddy Corbuzier dicap malah ikut memberi panggung terhadap L6137.

Atas peristiwa ini, saya sangat prihatin mengingat, Deddy Corbuzier ini sudah memeluk agama Islam. Dan ketika seseorang sudah merasuk agama Islam, dia harus konsisten untuk menjalankan:
(1) Ketauhidan (teologi Islam)
(2) Ibadah sesuai ajaran Islam
(3) Muamalah pun harus sesuai dengan ajaran Islam.

Tidak ada istilah MUALAF atau pun NONMUALAF. Memang menjadi kewajiban bagi muslim lainnya untuk BERDAKWAH menuntut para MUALAF untuk memahami dan menjalankan syariat Islam, termasuk di dalamnya tentang HUKUM terhadap sesuatu perkara.

Atas “hujatan” podcast Deddy Cordbuzier, maka Video di kanal YT-nya di-take down atas saran Ustadz pembimbingnya yakni Gus Miftah. Tak ayal, peristiwa propaganda L6137 juga ditanggapi oleh Menkopolhukam yg pada intinya menyatakan bahwa HUKUM POSITIF INDONESIA belum bisa menjerat PELAKU dan kegiatan PROPAGANDA L6137. Mau dijerat dengan PASAL APA? Memang terkesan KOSONG, namun kita punya UU PERKAWINAN. Utk perkawinan L6137 jelas tertolak.

KEDUA:

Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) memberikan peringatan kepada Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta karena memasang bendera L6137 (24 Mei 2022) dan mengunggahnya di akun instagram resmi @ukinindonesia. Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah menyayangkan tindakan Kedubes Inggris, karena menciptakan polemik di tengah masyarakat Indonesia dan menciptakan isu sensitif.

Inggris dikenal sbg salah satu negara yg melegalkan pernikahan sejenis, kecuali Irlandia Utara. Jadi tidak ‘MOKAL’ jika Inggris mengibarkan bendera L6137.

Tindakan provokatif Kedubes UK ini disebabkan sikap TIDAK JELAS kita terhadap L6137. MENOLAK ATAU MENERIMA atau ABU-ABU semua tidak jelas koordinatnya. Namun, jika kita lihat faktanya baik pegiat medsos, Ormas Islam, hingga pejabat teras (Menag dan Menkopolhukam) semua menunjukkan sikap yang CENDERUNG MEMBIARKAN bahkan TERKESAN MENDUKUNG atas DALIH DEMOKRASI dan HAM serta BUKAN URUSAN KITA. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jumlah L6137 di Indonesia cukup banyak.

Lihat saja perkembangan L6137 di Indonesia. Berikut ini adalah daftar Provinsi dengan jumlah L6137 terbanyak di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RuanganInfo.com, 10/5/2022).

1. Provinsi Sumatra Barat

Sumatra Barat Berada di posisi kelima dengan jumlah L6137 terbanyak, terdapat kurang lebih 18 ribu orang yang tercatat sebagai L6137.

2. Provinsi DKI Jakarta

Ibu kota Indonesia ini menduduki posisi keempat dengan jumlah L6137-nya, terdapat sekitar 43 ribu orang yang tercatat sebagai L6137.

3. Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ketiga dengan jumlah L6137 terbanyak, terdapat sekitar 218 ribu orang yang tercatat sebagai L6137.

4. Provinsi Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur berada di ujung timur pulau Jawa, provinsi ini menduduki posisi kedua sebagai daerah dengan jumlah L6137 terbanyak di Indonesia, terdapat sekitar 300 ribu orang yang tercatat sebagai L6137.

5. Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat yang beribukotakan Kota Bandung ini, terkenal dengan jumlah L6137 terbanyak di Indonesia.

Di Provinsi ini, terdapat sekitar 302 ribu orang sebagai L6137.

Mengapa L6137 berkembang pesat di negeri yang mayoritas (86, 19%) beragama Islam? Apakah hukumnya tidak tegas mengadopsi hukum mayoritas penduduk di negeri ini soal L6137? Memang betul, berdasar hukum positif kita memang tidak ada ATURAN YANG MENGKRIMINALKAN L6137. Padahal sesuai dengan PANCASILA dan PRINSIP RELIGIOUS NATION STATE, L6137 itu bertentangan, perbuatan yang diharamkan.

Namun, Pengibaran bendera atau ATRIBUT itu bisa dimaknai: TIDAK MENGHORMATI INDONESIA, DUKUNGANAN KUAT, PROVOKASI, DAN NANTANG NGAJAK PERANG. Hal ini bisa dikatakan TEST WATER. Lebih spesifik lagi: NANTANG UMAT ISLAM. Umat Islam, khususnya melalui MUI harus menyatakan sikap protes kepada Kedubes Inggris secara resmi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2014 telah mengeluarkan fatwa haram pasangan sesama jenis atau perilaku Lesb1an dan G4y sebagai perilaku yang harus diluruskan. Fatwa tersebut bernomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesb1an, G4y, S0dom1, dan Pencabulan. Dalam fatwa tersebut, MUI menjelaskan bahwa perilaku menyukai sesama jenis adalah perilaku menyimpang yang harus diluruskan.

Saya memandang PENGIBARAN BENDERA L6137 oleh Kedubes Inggris ini sebagai sinyal yang ditampakkan resmi sebagai bentuk perlawanan, pascakasus Deddy Corbuzier yang mengundang homo. Selain makna bagi internal bangsa Indonesia sebagai religious nation state tadi, pengibaran bendera L6137 itu juga berarti PERLAWANAN NEGARA INGGRIS terhadap sikap bangsa Indonesia, khususnya umat Islam yang pada prinsipnya MENGHARAMKAN L6137 melalui PROTEST terhadap PODCAST DEDDY CORBUZIER terkait dengan PROMOSI L6137, bahkan dikatakan TUTORIAL MENJADI PASANGAN G4Y.

Prinsip kita khususnya umat Islam terhadap perlawanan itu harus: “MEREKA JUAL KITA BORONG.” Kita harus menentukan KOORDINAT kita terhadap L6137. Seharusnya presiden itu tanggap dan melindungi umat Islam sebagai mayoritas. Jika hingga sekarang belum ada UU dan pasal KUHP yang melarang L6137, maka presiden dalam keadaan genting dan kekosongan hukum harus segera mengeluarkan PERPPU LARANGAN L6137.

Menurut saya ada 3 hal yang perlu saya tekankan ketika kita bicara hubungan antara L6137 dalam perspektif hukum dan HAM.

Pertama, menjalankan hukum bukan hanya dengan logika tapi juga rasa. Bercermin pada pendapat-pendapat di diskusi pada berbagai acara, ternyata tidak sedikit orang yang mengagungkan Positivism Hukum. Menjadikan seolah semua serba technis outomate mechanistic. Kepastian didewakan, HAM diagung-agungkan, seolah hidup itu hanya untuk memenuhi keserakahan individu, memuaskan hasrat birahi diri meski menyimpang dari kodrat illahi.

Kedua, Indonesia bukan Amerika atau pun Eropa, setidaknya bumi yang berada di titik sudut Asia yang kaya dengan nilai oriental-transenden. Mistisisme menjadi ruh perilaku kita untuk tidak mengandalkan cipta, logika, tapi juga rasa. Berhukum pun tidak boleh hanya mengandalkan logika, melainkan juga rasa (compassion). Cara bertindak kita tidak sama cara ala Amerika dan Eropa, diakui atau pun tidak. Lalu, mengapa kita mati-matian mengidentifikasi diri untuk sejalan -kalau tidak boleh dikatakan mengimitasi- agar cara kita berhukum, berpolitik, berpolitik hukum sama dengan Amerika dan Eropah.

Saudara, kita Indonesia tidak mengikuti aliran Hukum Murni (reinerechtslehre) secara letterlijk. Lihatlah sejak 1964 bersambung dengan UU POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN mulai UU No. 14 Tahun 1970 smp skrng UU No. 48 Tahun 2009 selalu mengamanatkan:

(1) Memutus demi keadilan brdsrkn Ketuhanan YME bukan peraturan belaka.
(2) Hakim DAN HAKIM KONSTITUSI wajib menggali, mengukuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat.
(3) Pancasila mulai Tap MPRS XX/MPRS 1966 hingga UU No. 12 Tahun 2011 dijadikan sbg sumber hukum nasional.
(4) Pembangunan hukum nasional Indonesia juga bersumber dari HUKUM ISLAM, HUKUM ADAT dan HUKUM MODERN.

Inilah yang mewajibkan kepada kita untuk tidak memisahkan antara HUKUM DAN MORAL serta AGAMA. Ketiganya terkait. Upaya untuk memisahkannya adalah berarti menggiring kepada jurang keruntuhan negara Pancasila, negara yang berprinsip sebagai RELIGIOUS NATION STATE. Berdasarkan prinsip-prinsip ini adalah wajar bila para penegak hukum khususnya hakim apalagi HAKIM KONSTITUSI wajib menbaca hukum, konstitusi secara moral (MORAL READING ON CONSTITUTION).

Ketiga, membaca HAM sebagaimana dituangkan dalam UUD NRI 1945 harus dilakukan dalam bingkai moral dan agama. Moral dan agama dapat dipakai untuk membatasi hingga melarang perbuatan tertentu yang dinilai bertentangan moral dan agama. Dengan prinsip agung ini, akankah kita biarkan L6137 sebagai penyimpangan seksualitas terus berkembang tanpa mengambil langkah seribu utk mencegahnya. Hukum dapat dipakai sebagai sarana preventif dan represif untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran rasnya. Dengan catatan, cara kita berhukum tidak boleh hanya mengandalkan logika melainkan juga rasa mengagungkan keluhuran umat manusia sesuai harkat dan martabatnya.

Mengingat Indonesia sebagai religious nation state, maka hukum indonesia punya cara untuk menanggulangi mulai dari segi pencegahan hingga pemberantasan L6137. Sebenarnya telah terang di hadapan kita bahwa propaganda L6137 merupakan sebuah konspirasi global yang akan membawa bahaya besar bagi negeri ini dan penduduknya. Penyebaran L6137 di Indonesia, merupakan upaya sistematis yang banyak dipengaruhi oleh serangan budaya barat. Hal ini dimaksud untuk menjauhkan masyarakat Indonesia meninggalkan ajaran agamanya, alias sekulerisme.  Karenanya harus ditolak dan dilawan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Perlawanan dari segi hukum harus disiapkan sanksi bagi para pelakunya. Jika tidak ada sanksi apa gunanya hukum? Bukankah hukum dibuat sebagai sarana mencegah dan membuat jera pelaku kriminal. Jika tidak ada sanksi, sama saja bohong.

Tanggal 6 Desember 2022, DPR telah menyetujui RKUHP menjadi UU. L6137 telah ditetapkan sebagai tindak pidana PERCABULAN sebagai mana diatur dalam Pasal 414, sbb:

(1) Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:

a. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III;

b. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun; atau

c. yang dipublikasikan sebagai muatan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

(2) Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Pada KUHP yang berlaku sekarang, L6137 diancam pidana paling lama 5 tahun jika perbuatan cabul dilakukan dgn korban yg belum cukup umur (kurang dari 18 tahun).

Persoalannya ada pada komitmen para penyelenggara negara ini baik di bidang Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Adakah mereka mempunyai SENSE OF CRISIS terhadap persoalan L6137 ini. Maka tadi saya tawarkan Presiden jika PANCASILAIS harus menginisiasi PELARANGAN L6137 di seluruh wilayah Indonesia serta MEMIDANA PELAKU, PELOPOR, PROMOTOR, PENYANDANG DANA layaknya pemberantasan TERORISME. INI merupakan TEROR MORAL, TEROR MENTAL dan TEROR AGAMA. Presiden membuat PERPPU dan DPR ancang-ancang menetapkannya sebagai UU.

Jika perlu, di Pemerintahan Daerah diupayakan menyusun PERDA LARANGAN L6137 apabila di tingkat nasional Pemerintah Pusat mengabaikan terhadap fenomena kerusakan moral ini untuk mengisi KEKOSONGAN HUKUM dan mestinya tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD, dan UU. Tujuannya satu, yakni memberantas perilaku seks menyimpang yang mengundang azab Alloh sebagaimana sejarah di zaman Nabi Luth telah membuktikannya. Saya berada di koordinat menolak perilaku L6137 dan segala bentuk propagandanya. Jika Coldplay terindikasi mempropagandakan L6137, maka kita wajib menolak konsernya.

Tabik..!!!
Rabu, 24 Mei 2023

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi