Pejuang Sejati dalam Perang Ideologi

Oleh. H. M Ali Moeslim

Seorang mukmin yang cerdas ialah tidak akan mengulangi kesalahan yang dilakukan untuk kedua kalinya. Jika ia melakukan kesalahan yang sama, maka ia termasuk orang mukmin yang jahil. Ia tidak bisa mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang
pernah dialami.

Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ.

“Orang mukmin tidak akan terperosok dua kali pada satu lobang yang sama.”

Rasulullah Saw bersabda,

لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ

“Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama sebanyak dua kali.” (Muttafaq alaih)

Gerakan partai politik Islam atau para politisi muslim dalam upaya membangkitkan Islam kembali tak terbilang jumlahnya yang telah gagal, bahkan menjadi gerakan kontraproduktif bagi kebangkitan Islam sendiri. Tidak jauh berbeda dengan keadaan partai politik Islam dan politisi muslim saat ini, seperti dilanda kegalauan yang tidak menentu. Harus segera introspeksi dan kembali meneladani secara konsisten bagaimana perjuangan dakwah sang pejuang sejati dalam perang ideologi, yakni Baginda Muhammad Saw.

Rasulullah Saw. telah memberikan gambaran dan contoh yang jelas akan kedudukan Islam sebagai agama ri’ayah (pengurusan), sebagaimana Islam sebagai agama, hidayah (petunjuk). Saat di Makkah, Rasulullah saw. berdakwah untuk menegakkan Daulah Islam. Bukankah ini aktivitas politik? Beliaulah yang menyeru para penguasa Quraisy melalui tawarannya kepada mereka, “Berikan aku satu kata, yang bila kalian memberikannya, maka kalian akan bisa memimpin seluruh orang-orang Arab, dan tunduk kepada kalian orang-orang ‘ajam (non Arab).”

Politik adalah inti dari ajaran Islam. Kekuatan politik Islam lahir dari kekuatan akidah dan kebenaran hukum-hukumnya dalam menyelesaikan problematis kehidupan manusia. Itulah yang menjadi jaminan kebahagiaan bagi kaum muslim dan manusia pada umumnya. Kegemilangan politik Islam bahkan dibuktikan oleh pujian musuh-musuh Islam yang jujur.

Beberapa penyebab kegagalan penting partai politik setelah mendapatkan suara mayoritas di parlemen adalah memilih untuk memenuhi tuntutan dan bekerja melalui sistem yang ada, kurangnya rencana politik yang tepat dan gagal menangani pihak oposisi. Partai-partai Islam ini memerintah dari posisi yang lemah.

Mereka lebih fokus memenuhi tuntutan kelompok sekuler dan kekuatan luar dibandingkan fokus menjalankan mandat untuk menegakkan kembalinya syariat Islam yang kaffah sebagai ciri utama eksistensinya. Mereka berusaha menenangkan pihak lain dan bekerja dengan kekuatan internasional dengan alasan “melindungi pariwisata” dengan menandatangani perjanjian keamanan dengan musuh-musuh umat Islam.

Kemudian mereka berkompromi dan meninggalkan prinsip-prinsip politik Islam. Mereka telah memastikan tetap adanya rezim sekuler dengan memilih untuk bekerja melalui sistem itu. Hal ini tidak menghasilkan apa pun selain mengembalikan kepercayaan pada sistem yang sedang sekarat yang dipaksakan oleh negara-negara kolonialis yang menyebabkan berbagai masalah di dunia Islam.

Hal lainnya adalah kurangnya rencana politik yang tepat, berupa persiapan konstitusi, peta jalan politik atau rencana dan kebijakan yang akan ditempuh. Kesimpulannya mengapa gagal? Ini terjadi karena bebarapa faktor. Di antaranya:

Pertama, miskin agenda yang berkaitan dengan kebangkitan dan perwujudan peradaban Islam, yang mampu menyelamatkan umat dari berbagai ‘bencana’ yang menimpa mereka.

Kedua, fanatisme terhadap pendapat yang diemban masing-masing kelompok, terlepas apakah pendapat tersebut dibangun berdasarkan dalil ataupun tidak. Padahal realitasnya sering mereka fanatik dalam perkara zhann, bukan perkara qath’i.

Ketiga, terpengaruh dengan opini para penjajah bahwa kebangkitan peradaban mereka tak lain hasil dari penerapan pemikiran sekularisme.

Dibutuhkan partai politik Islam dan politisi muslim pengembannya yang ideologis serta konsisten. Selama para aktivis partai setia dengan ideologinya yakni aqidah dan syariat Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi serta berjalan di atasnya, selama ideologi partai mendarah daging dalam pikiran dan jiwa para aktivisnya, selama itulah partai akan tetap ada, tetap eksis, tetap hidup, hanya menunggu waktu dan sedang diuji kesabarannya untuk meraih buah dari perjuangan dan pengorbanannya.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi