Palestina Butuh Militer, Bukan Obat-Obatan

Oleh. Ust. Dr. Dwi Condro Triono, Ph.D.

Dulu pernah sewaktu kuliah di Malaysia, saya diminta berpidato dalam acara pengumpulan dana untuk membantu rakyat Palestina yang tengah dibombardir Israel. Semangat warga Malaysia untuk mengumpulkan dana sangat besar. Antusias sekali. Terkumpul dana yang lumayan banyak.

Setelah beberapa pembicara selesai, tiba giliran saya. Saya bertanya pada hadirin:

”Dana ini mau kita belikan apa?”

”Obat-obatan …!” jawab hadirin.

”Tuan-tuan dan puan-puan, dengan mengirim obat-obatan ke Palestina, kita membantu atau mendzalimi rakyat Palestina?” tanya saya lagi.

”Membantuuuu …!”

”Sekali lagi saya tanya, dengan mengirim obatan-obatan, kita membantu atau menzalimi rakyat Palestina?”

”Membantuuu …!”

Terlihat wajah yang keheranan dengan pengulangan pertanyaan saya.

Sekali lagi saya bertanya :

”Dengan mengirim obat-obatan, kita membantu atau menzalimi rakyat Palestina?”

”Membantuuuu …!” dijawab dengan agak kesal.

”Salah …! Dengan mengirim obat-obatan, kita justru menzalimi mereka.”

Semua terdiam kebingungan. Kemudian, saya menyampaikan satu analog.

”Jika ada seseorang yang didatangi orang jahat ke rumahnya dan kemudian memukuli dan menganiaya orang tersebut, dan kemudian kita mengobati luka-lukanya untuk kemudian kita tetap tinggalkan dia di dalam rumah di mana di dalamnya, si penganiaya tetap ada dan kembali menganiayanya, dan kembali kita obati dan kita tinggalkan lagi dia di dalam rumah di mana si penganiaya akan kembali menganiayanya, itu perbuatan membantu atau menzalimi?”

Hadirin terdiam.

”Tuan-tuan dan puan-puan, jika kita ingin membantu orang itu, yang pertama kita lakukan adalah mengusir si penganiaya dari dalam rumah. Percuma mengobatinya berkali-kali selama si penganiaya tetap ada di dalam rumah. Jadi, jika ingin menolong rakyat Palestina, kita minta pada negara untuk mengerahkan militer untuk mengusir Israel dari bumi Palestina. Percuma mengirim obat-obatan jika bom-bom Israel tidak pernah berhenti melukai rakyat Palestina.”

Pertanyaanya, Kenapa Negara Negara Arab tidak berani Menyerang Israel?

Kita semua sering bertanya-tanya kenapa Negara-Negara Arab hingga saat ini masih tetap tidak mau menyerang Negara Israel. Padahal, Israel melakukan Extraordinary Crime (kekejaman yang luar biasa) kepada rakyat Palestina. Bahkan, ada yang menganggap bahwa negara Israel akan melakukan Genosida (pemusnahan etnis) di Palestina. Sebut saja negara yang berada di kanan kiri Palestina seperti Turki, Arab Saudi, Mesir, mereka tidak pernah berani melanggar kedaulatan (baca: perang) terhadap negeri Yahudi ini.

Ada apa gerangan dengan Negara-Negara Arab?

Semuanya hanya bisa mengecam tanpa bisa berbuat apa-apa. Seperti Mesir contohnya, di saat penduduk Palestina hendak menyelamatkan diri melalui perbatasan Mesir-Gaza, malah aparat keamanan Mesir dengan pasukan anti huru-haranya menghalau mereka dan menutup perbatasan.

Apa sebabnya?

Yang pertama, dan menjadi penyebab utama adalah dikarenakan adanya kekhawatiran (baca: takut) jika sekutu Israel yakni Amerika Serikat marah terhadap negaranya. Mereka meyakini bahwa jika Amerika marah terhadap negaranya, maka negara mereka akan diboikot, diinvansi, atau bahkan diserang dengan nuklir, yang mana itu semua mengancam keselamatan diri mereka.

Coba kita buka pikiran kita. Kenapa tank-tank Israel bisa berjalan, pesawat-pesawat tempur Israel bisa terbang, dan roket-roket Israel bisa meluncur?

Itu karena minyak dari negara-negara Arab. Tanpa minyak, tank, pesawat tempur, dan roket Israel tak kan bisa berjalan. Israel tidak punya ladang minyak. AS justru kekurangan minyak.

Ada pun Arab Saudi, Mesir, Irak, dan Negara-Negara Arab lainnya adalah eksportir minyak dan gas alam terbesar ke Israel. Tanpa minyak dari Negara Arab, Israel tak akan mampu membantai umat Islam di Palestina.

Padahal tahun 1970-an, Negara-Negara Arab bisa membuat AS dan Israel mundur dengan embargo minyak. Namun kini, Negara-Negara Arab dipimpin oleh mereka yang pro atau takut dengan kebijakan Amerika, tak berani melakukan apa pun yang dapat merugikan Israel.

Bahkan, Palestina mengalami krisis energi dan minyak selama berpuluh-puluh tahun, tak seorang pun dari negara tersebut yang berani menyalurkan minyaknya ke Gaza.

Yang kedua, adalah terpecah belahnya kaum muslim oleh perjanjian Sykes Pycot. Padahal, dalam surah Ali ‘Imran ayat 103, Allah melarang ummat Islam bercerai-berai. Saat ini, umat Islam di seluruh dunia terkotak-kotak dalam banyak negara yang tidak jarang satu sama lain saling bermusuhan bahkan perang seperti Iraq, Kuwait, Arab Saudi, Mesir, dan sebagainya.

Padahal, ketika umat Islam bersatu, umat Islam mampu mengalahkan musuhnya dengan mudah.

Pada zaman Nabi Muhammad saw, umat Islam mampu menghalau kaum Yahudi serta menundukkan kerajaan Romawi dan Persia.

Pada zaman Sultan Salahuddin Al ‘Ayubi, umat Islam mampu mengalahkan Negara-Negara Eropa yang bersatu dalam perang merebut Yerusalem.

Negara-Negara Islam seperti Mesir, Turki, dan Yordania selain berasaskan sekuler ciptaan Yahudi, juga membina hubungan diplomatik dengan Israel. Selama puluhan tahun Presiden Mesir, dari Hosni Mobarak hingga Al Sisi, bahkan menutup perbatasan Gaza-Mesir sehingga rakyat Palestina tidak bisa melarikan diri ke sana.

Makanan dan obat-obatan pun tidak bisa masuk hingga sebagian rakyat Gaza ada yang sampai memakan rumput karena lapar. Dengan terpisah-pisahnya kaum muslim dan mengakui batas-batas negara yang diciptakan Sykes Pycot, membuat umat Islam antarnegara jadi tidak punya rasa persaudaraan Islam.

Kaum muslim bahkan diberi hambatan jika ingin membantu saudara-saudara mereka, seperti peraturan paspor, visa, ekspor impor, bahkan sampai keluar larangan untuk berjihad. Bahkan yang paling parah adalah syubhat, yakni “lebih baik membantu dengan harta, obat-obatan, makanan, diplomasi, negosiasi” daripada mengerahkan aksi militer. Di mana itu semua telah dilakukan sejak 40 tahun, dan tidak pernah berhasil mengatasi kelaparan, krisis minyak, dan membebaskan Palestina.

Kaum muslim di sana tidak memiliki tentara, pesawat tempur, dan tank-tank. Yang memiliki itu semua adalah negara, bukan individu. Yang mana mereka (tentara, tank, pesawat tempur) hanya bergerak sesuai instruksi negara.

Lalu apa jadinya jika Negara-Negara Arab tersebut disetting sedemikian rupa agar tunduk terhadap PBB yang diciptakan Yahudi, melalaikan kaum muslim dengan hiburan-hiburan dan kesibukan duniawi, mengganti ukhuwah islamiyah dengan nasionalisme, dan pemimpin-pemimpin Arab yang pro-Palestina dikudeta.

Maka, Israel akan terus berjaya, dan setiap tahun kita hanya bisa menonton Gaza yang dibombardir, setiap tahun kita hanya bisa menggalang dana dan demonstrasi di jalan-jalan. Maka, benarlah perkataan para Mujahidin,

“Palestina tidak akan pernah bebas, selama Negara-Negara Arab belum ditaklukkan.”

Dan benarlah perkataan sang Al Haq, Rasulullah saat bernubuat, “Sesungguhnya kalian akan memerangi jazirah Arab (terlebih dahulu).”

Kita butuh sebuah umat, sebuah kepemimpinan yang berani untuk tidak mengakui perjanjian s
Sykes Pycot, yang berani untuk melawan jazirah Arab, yang berani untuk tidak bernegosiasi dengan kafir Amerika, yang berani melakukan itu semua tanpa takut ancaman nuklir, boikot, dan lain sebagainya, dan hanya takut kepada Allah.

Adakah yang seperti itu? Insyaallah ada dan akan segera datang.

Dibaca

 83 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi