Negara Pemalak vs Negara Pengayom

 

Oleh. K.H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmaanirrahiim

Pemimpim sebuah negara seharusnya mengerti tentang kondisi rakyatnya. Konsisten dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyatnya, bukan menindas dan menzdalimi rakyatnya. Allah Swt. mengharamkan surga untuk pemimpin yang tidak konsisten dan bertanggung jawab kepada rakyatnya.

مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ

“Siapa saja yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan bagi dirinya surga.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Sikap dan prilaku pemimpin tidak terlepas dari sistem atau tata aturan yang dianut atau dijalankannya. Mafhumnya sebuah sistem yang batil akan melahirkan pemimpin yang zalim. Kapitalisme memposisikan keamanan, pendidikan, kesehatan rakyat, atau kebutuhan dasar rakyat bukan dalam perspektif pelayanan (ri’ayah), tetapi perspektif perusahaan (korporatokrasi) alias “tukang dagang.”

Kesehatan misalnya, dijadikan sebagai komoditas dagangan sehingga rakyat diharuskan membiayai sendiri kesehatan mereka. Namanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi jika rakyat ingin mendapatkan pelayanan kesehatan, mestilah membayar iuran yang ditarik oleh lembaga asuransi negeri, yakni BPJS.

Bahkan Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, JKN atau Kartu BPJS Kesehatan menjadi syarat yang harus dilampirkan untuk mengurus administrasi publik. Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 Pasal 9 ayat (2) sanki tidak mendapatkan layanan publik yakni Izin Mendirikan Bangunan, Surat Izin Mengemudi, sertifikat tanah, paspor, atau Surat Tanda Nomor Kendaraan.

Dalam pandangan Islam, penguasa haruslah menjadikan negara sebagai ‘negara ri’aayah’ (negara pengayom atau pelayan), bukan ‘negara jibaayah’ (negara perampas atau pemalak). Dalam suatu negara ri’aayah, penguasa melakukan pelayanan dan pengayoman terhadap rakyatnya.

.. فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ،…

“…Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka…” (HR. Bukhari)

Sebaliknya, dalam “negara jibaayah,” penguasa lebih merupakan pemalak bagi rakyatnya. Hubungan penguasa dengan rakyat laksana hubungan tuan dengan budaknya. Dalam negara Jibaayah, negara gemar memalak rakyatnya dengan pajak yang mencekik dan aneka pungutan yang memberatkan; melepaskan tanggung jawabnya dalam urusan pendidikan dan kesehatan; mengharamkan subsidi sekalipun rakyatnya sudah jelas-jelas sengsara lagi menderita; memaksa rakyatnya untuk bertarung dalam pasar bebas sekalipun mereka jelas lemah untuk berkompetesi.

Kezaliman negara bisa berlipat-lipat seperti itu karena sistem yang bathil dan pemimpinnya dzalim. Alangkah lebih celaka lagi jika pelaksana sistemnya juga sudah tidak punya nurani, bohong, khianat, zalim dan mengabdi pada kepentingan para kapitalis atau oligarki.

Semestinya, pemimpin negara setia dan mengayomi serta menjamin rakyatnya hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memeroleh pelayanan keamanan, kesehatan, pendidikan, dan urusan administrasi yang sederhana dan gratis.

Dalam bermuamalah lainnya saja, kedudukan persyaratan dalam berbagai transaksi, termasuk jual-beli, tidak selamanya mesti dipenuhi. Jika ada yang bertentangan dengan syariah, persyaratan tersebut tidak boleh dipenuhi.

‘Aisyah ra. berkata bahwa Barirah (budak wanita dari kaum Anshar) pernah mendatangi Aisyah. Lantas ia meminta pada Aisyah untuk memerdekakan dia (dengan membayar sejumlah uang pada tuannya, disebut akad mukatabah). Aisyah mengatakan, “Jika engkau mau, aku akan memberikan sejumlah uang kepada tuanmu untuk pembebasanmu. Namun, hak wala’ (loyalitas)-mu untukku (wala’ adalah hak warisan yang jadi milik orang yang memerdekakan dirinya nantinya). Lantas majikan Barirah berkata, “Aku mau, namun hak wala’-mu tetap untukku.”

Rasulullah saw. kemudian datang. Aisyah menceritakan apa yang terjadi. Beliau bersabda, “Bebaskan dia (Barirah). Namun, yang benar, hak wala’ adalah bagi orang yang memerdekakan.”

Rasulullah saw. pun berkata di atas mimbar:

مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَتْ فِى كِتَابِ اللهِ مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِى كِتَابِ الله فَلَيْسَ لَهُ، وَإِنِ اشْتَرَطَ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Mengapa bisa ada kaum yang membuat suatu persyaratan yang menyelisihi Kitabullah. Siapa yang membuat syarat lantas syarat tersebut bertentangan dengan Kitabullah, maka ia tidak pantas mendapatkan syarat tersebut walaupun ia telah membuat seratus syarat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem kapitalisme, untuk mendapat jaminan keamanan, kesehatan dan pendidikan rakyat dipaksa membayar iuran, jika tidak ada iuran. Memang ada jenjang pendidikan menengah dimurahkan, akan tetapi menaikan komoditas lain seperti kenaikan harga BBM atau penetapan pajak atas kepemilikan atau jasa atau transaksi.

Sebaliknya, dalam Islam jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan diperoleh oleh rakyat dari pemerintah secara gratis (cuma-cuma), alias tidak membayar sama sekali.

Dalam ajaran Islam, negara wajib menjamin kesehatan, pendidikan dan keamanan rakyatnya secara cuma-cuma, tanpa membebani rakyat untuk membayar.

Dalam perkara kesehatan rakyat misalnya, Rasulullah saw. pernah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Kaab, tanpa meminta bayaran sama sekali. Rasulullah saw. memberikan pelayanan kesehatan cuma-cuma dari dokter terbaik pada masanya dari lulusan sekolah kedokteran dari Isfahan, Iran yang ditempatkan praktiknya di daerah masjid Quba, Madinah.

Dalam bidang pendidikan, beliau mengutus para guru agama ke pemukiman-pemukiman penduduk muslim dan memerintahkan kepada anak-anak muslim berkumpul dan belajar kepada mereka, para guru.

Wallahu a’lam bishawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi