Muslimah Wajib Berpolitik

Situasi negeri ini semakin tak karuan. Kondisi umat semakin menyedihkan.  Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa semakin tidak memihak rakyat.   Pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker memicu kemarahan rakyat hingga berbagai kalangan turun ke jalan.  Apalagi di tengah semangatnya umat Islam mengumandangkan kecintaan kepada Rasulullah saw., justru negara sekular  Perancis menghina Rasulullah saw.  Umat Islam semakin marah. Inikah pertanda bangkitnya umat ?

Di bidang ekonomi, resesi ekonomi tengah menimpa negeri ini, sekalipun Pemerintah masih saja berkelit.  Di bidang sosial-budaya pun tak kalah buramnya.  Berbagai konflik horisontal maupun vertikal terus terjadi. Kriminalitas kian merajalela tanpa ada satu kekuatan hukum pun yang bisa mencegah. Pergaulan bebas,  aborsi di kalangan remaja, pornografi-pornoaksi dan perilaku seks menyimpang tumbuh subur.

Di lain pihak, para penguasa  seolah tak berdaya menghadapi semua ini. Secara politik, mereka dikungkung ketidakberdayaan menghadapi tekanan asing yang memaksa mereka menjadi pengutang dan pengobral aset rakyat. Mereka menjadi komprador yang setia menjaga melayani kepentingan  penjajah sekalipun harus mengorbankan rakyatnya sendiri. Kepedulian mereka hanya menjadi bagian ritual ‘pesta rakyat’ lima tahun sekali.

Memang, negeri ini semakin carut-marut. Penguasa sudah tidak mampu mengayomi rakyatnya. Kebijakan yang lahir bukannya mensejahterakan rakyatnya, justru malah membuat rakyat banyak menderita.  Sudah saatnya  bangkit!

 

Harus Bangkit!

Semua realitas buruk ini senyatanya  memunculkan kekecewaan besar terhadap pemerintah dan memicu berbagai pihak untuk melakukan perubahan. Banyak pihak  menginginkan adanya pergantian rezim. Sebagian menghendaki kebijakan tersebut ditarik. Sebagian lainnya berpendapat sistemnya harus diubah.  Umat Islam harus bangkit!

Untuk melakukan perubahan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi akar permasalahan. Semuanya berakar pada satu sebab, yakni penerapan sistem sekular demokrasi yang menafikan peran Allah SWT dalam kehidupan. Demokrasi malah memberikan hak membuat hukum pada akal manusia yang lemah dan terbatas. Karena itu perubahan yang dilakukan  bukan  perubahan parsial berupa pergantian rezim semata, tetapi juga perubahan sistem, yakni perubahan dari sistem sekular menuju sistem Islam.

Fakta tak terbantahkan  menunjukkan  bahwa  pergantian orang atau rezim sudah berkali-kali dilakukan, tetapi keadaan tidak kunjung berubah. Justru semakin parah.  Pasaalnya, kerusakan memang bukan  pada orangnya semata, tetapi juga pada sistem yang diterapkan, yaitu sistem sekular demokrasi, yang memang cacat  dari asasnya. Perubahan dan pergantian rezim saja tidak akan menyelesaikan masalah karena pangkal masalahnya bukan pada  sosok rezim, tetapi pada sistem sekular demokrasi yang diterapkan oleh rezim-rezim itu. Mereka menerapkan sistem yang sama. Karena itu persoalan yang sama akan muncul berulang, bahkan lebih parah.

 

Perubahan Hakiki

Perubahan hakiki adalah perubahan yang mampu mengantarkan masyarakat menuju kebangkitan hakiki.  Sebuah perubahan tidaklah disebut perubahan hakiki jika tidak menjadikan masyarakat berubah menuju keadaan yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya.

Faktor yang menentukan apakah suatu masyarakat mengalami kebangkitan atau tidak adalah peradaban yang ditegakkan masyarakat tersebut. Dr. Muhammad al-Qashshas di dalam Kitab Usus an-Nahdlah ar-Rasyidah menyatakan, “Faktor yang menentukan bangkit dan mundurnya suatu masyarakat adalah peradaban yang dimiliki masyarakat tersebut.  Jika peradabannya tinggi, niscaya masyarakat di situ akan bangkit.  Jika peradabannya mundur, mereka tidak akan pernah mengetahui kebangkitan. Ketika kita membicarakan peradaban yang ada di tengah-tengah masyarakat, berarti kita sedang membicarakan jalan hidup, pola perilaku, dan pola hubungan yang menjadikan sebuah masyarakat memiliki kekhasan.” [Dr. Ahmad Al-Qashshash, Usus an-Nahdlah al-Raasyidah]

Jika sebuah masyarakat mampu mentransformasikan dirinya menuju peradaban yang lebih baik dan tinggi, maka masyarakat tersebut dikatakan bangkit. Sebaliknya, jika sebuah masyarakat mengalami stagnasi dan gagal mentransformasikan dirinya menuju peradaban yang baik dan lebih tinggi,  maka masyarakat itu dikatakan tidak bangkit.

 

Perubahan Hakiki Butuh Aktivitas Politik

Rasulullah saw. telah memberi contoh terbaik untuk kita semua, bagaimana mengubah peradaban jahiliah menjadi peradaban Islam yang mulia, yaitu dengan aktivitas politik. Beliau membina para Sahabat  menjadi  kader-kader dakwah Islam, kemudian menyebarkan para kader-kader dakwah ini untuk mengajarkan Islam kepada kelompok umat lainnya.  Inilah yang harus kita lakukan. Mengikuti langkah dakwah Rasulullah saw. Mengemban dakwah Islam melalui jalan politik, yaitu dakwah  melalui aktivitas/perjuangan politik (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 14).

Aktivitas politik adalah segala aktivitas yang terkait dengan pengaturan urusan umat/masyarakat, baik yang terkait dengan kekuasaan sebagai  pengaturan urusan masyarakat secara langsung, maupun yang terkait dengan umat sebagai obyek  yang melakukan pengawasan  terhadap aktivitas kekuasaan dalam mengatur urusan masyarakat (Mafahim Siyasiyah, karya Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani).

Aktivitas riil yang dilakukan adalah memahamkan dan mengedukasi umat sehingga memiliki perspektif dan pemahaman Islam yang benar.  Selanjutnya pemikiran Islam ini akan dijadikan pijakan untuk menyelesaikan permasalahan dirinya dan umat sehingga terbentuk sikap yang kokoh dalam dirinya untuk membela dan memperjuangkan Islam.  Aktivitas politik ini harus dilakukan oleh kaum Muslim tanpa kecuali, baik laki-laki maupun perempuan.

 

Muslimah Wajib Berpolitik

Sejak kemunculannya, Islam tidak pernah meminggirkan kaum perempuan dari aktivitas politik.  Ada Khadijah binti Khuwalid ra. yang senantiasa mendampingi dan mengobarkan semangat perjuangan bagi Rasulullah saw. Ada Sumayyah binti Khubath, syahidah pertama. Ada  Asma binti Abu Bakar yang memuluskan jalan bagi Rasulullah dan ayahnya untuk berhijrah ke Madinah. Ada  Asma binti Yazid orator ulung yang menjadi wakil para perempuan dalam majelis syura. Ada Khaulah binti Malik bin Ts’labah yang tidak segan-segan melakukan koreksi terhadap Amirul Mukminin Umar bin Khaththab ra. Mereka adalah para perempuan yang mempunyai posisi strategis dalam peran politik.

Islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laki-laki. Keduanya diciptakan dengan mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai kehendak Allah SWT, Al-Khaliq al-Mudabbir.

Mengenai peran politik, Islam memandang perempuan sebagai bagian dari masyarakat. Islam menjadikan mereka juga memiliki kewajiban yang sama untuk mewujudkan kesadaran politik pada diri mereka dan masyarakat secara umum.  Hanya saja, harus diluruskan, bahwa pengertian politik dalam konsep Islam tidak terbatas pada masalah kekuasaan, melainkan meliputi pemeliharaan seluruh urusan umat di dalam negeri maupun luar negeri, baik menyangkut aspek negara maupun umat.  Dalam hal ini negara bertindak secara langsung mengatur urusan umat, sedangkan umat bertindak sebagai pengawas dan pengoreksi pelaksanaan pengaturan tadi oleh negara.

Karena itu dalam Islam tidak menjadi masalah apakah posisi seseorang sebagai penguasa  atau sebagai rakyat biasa. Keduanya memiliki kewajiban yang sama dalam memajukan Islam dan umat Islam serta memiliki tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan problematika umat tanpa membedakan apakah problem itu menimpa laki-laki atau perempuan.  Keseluruhannya dianggap sebagai problematika umat yang harus diselesaikan secara bersama-sama. Ketika kaum Muslim—termasuk Muslimahnya—berupaya memfungsikan segenap potensi insaniahnya untuk  menyelesaikan urusan umat, maka pada saat itulah tampak keterlibatannya dalam aktivitas politik.

Akan tetapi, harus dipahami bahwa esensi kiprah politik perempuan adalah sebagai bagian dari kewajibannya yang datang dari Allah SWT.  Sabda Rasulullah saw., “Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum Muslim, ia bukanlah termasuk di antara mereka.  Siapa saja yang bangun pada pagi hari tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, ia bukanlah golongan mereka.” (HR ath-Thabari).

Dengan kata lain, ini adalah sebagai suatu bentuk tanggung jawabnya terhadap masyarakat yang terdiri atas perempuan dan laki-lak. Artinya, dalam aktivitas politik ini, perjuangan yang dilakukan oleh kaum perempuan tidak boleh terpisah atau memisahkan diri dari laki-laki.  Sebab, Islam  memandangnya sebagai permasalahan manusia yang harus diselesaikan oleh keduanya, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai tanggung jawabnya terhadap masyarakat.

Seorang Muslim juga harus menyadari bahwa Islam sangat menjaga kemuliaan dan ketinggian martabat perempuan. Semua itu semata-mata karena Allah SWT sangat memahami apa yang terbaik bagi manusia, laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, Allah SWT telah menetapkan bahwa secara politis, peran utama dan strategis bagi perempuan adalah sebagai al-ummu wa rabbatul bayt, sebagai pencetak generasi. Dengan itu akan lahir generasi yang berkualitas prima, sebagai para pejuang Islam yang ikhlas.  Islam juga telah memberikan batasan dengan jelas dan tuntas terkait aktivitas perempuan, demikian pula dengan aktivitas politiknya.  WalLahu a’lam bi ash-shawwab. [Najmah Saiidah]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi