Membongkar Kebohongan Zionis Atas Klaim Teologis dan Historis Israel

Kisah ini bermula kala Ibrahim (Abraham) yang disebut-sebut sebagai Bapak Leluhur Israel, membuat perjanjian dengan Tuhan. Kitab Kejadian 15:18 menyebutkan,

Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, “Untuk Tuhanmu Aku berikan Tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar Eufrat”. Selanjutnya, dalam Kitab Yosua 21:43 juga disebutkan, “Jadi seluruh negeri itu diberikan Tuhan kepada orang Israel, yakni seluruh negeri yang dijanjikan-Nya dengan bersumpah untuk diberikan kepada nenek moyang mereka. Mereka menduduki negeri itu dan menetap di sana.”

Beberapa kutipan ayat kitab suci tersebut seringkali menjadi sumber pembenaran atas berdirinya Israel sebagai satu-satunya negara Yahudi di dunia. Dalam berbagai kesempatan, para politisi Israel menguatkan hal ini melalui pernyataan mereka. Misalnya, Golda Meir (Perdana Menteri Israel ke-4) menyatakan, “Negeri ini sebagai buah janji Tuhan. Adalah menggelikan apabila masih dipertanyakan keabsahan legitimasinya”. Perdana Menteri Israel lainnya, Manachem Begin, juga menyatakan, Negeri ini dijanjikan untuk kita, dan kita punya hak atasnya.”

Selain klaim teologis, Israel juga sering menggunakan klaim historis. Bahwa bangsa Israel merupakan penguasa asli tanah Palestina, yang kemudian diusir dan berusaha kembali ke kampung halamannya. Rumusan awal atas klaim historis ini disusun oleh Moshe Leib Lilienblum (seorang penulis Yahudi) pada 1882, “We have a historical right (to Eretz Israel) which has neither lapsed nor been forfeited with the loss of our sovereignty, just as the right of Balkan nations to their lands has not lapsed with the loss of their sovereignity”.

Klaim inilah yang juga tertera pada deklarasi berdirinya negara Yahudi Israel pada 1948, “By virtue of our natural and historical right and on the strength of the resolution of the United Nations General Assembly, hereby declare the establishment of a Jewish state in Eretz-Israel, to be known as the State of Israel.”

Di sisi lain, bangsa Palestina dianggap sebagai bangsa Kanaan yang harus dimusnahkan, sebagaimana yang tertera dalam Kitab Ulangan 20:17, “Tumpas sama sekali, yakni orang Het, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu.”

Memang benar, bahwa catatan sejarah menunjukkan pada tahun 2500 SM wilayah Yerusalem ditempati oleh bangsa Kana’an yang berasal dari Tenggara (Bahrain). Mereka membangun wilayah tersebut menjadi sebuah kota dan menamakannya Yerusalem, layaknya nama Dewa bangsa Kana’an. Berdasarkan penemuan arkeolog, mereka telah membangun tembok setinggi 8 meter pada abad ke 17 SM di sebelah Timur Yerusalem untuk melindungi sistem pengairan mereka.

Menurut Ian Lustick (ilmuwan dan spesialis politik Amerika tentang sejarah modern dan politik Timur Tengah) pada dekada 80an, para pemimpin Partai Gush Emunim (sebagai gerakan aktivis sayap kanan Yahudi Ortodoks Israel) menjadi garda terdepan dalam memerangi rakyat Palestina yang dianggap sebagai bangsa Kanaan atau Amelek dan menyarankan agar memberlakukan penghancuran total kepada mereka karena menentang kekuasaan Israel di Palestina.

Niels Peter Lemche (seorang sarjana Bible dengan bidang penelitian mencakup sejarah Israel, Perjanjian Lama, dan Arkeologi) bahkan menyatakan bahwa kolonisasi bangsa Eropa pada abad ke-19 diinspirasi dari hukum perang dan penghancuran dari ayat-ayat Bible. Lebih jauh Niels mengatakan bahwa orang-orang Yahudi Eropa yang berimigrasi ke wilayah Palestina juga memakai ideologi dari Bible untuk melakukan penaklukan dan penghancuran. Bahkan, mereka juga mengidentifikasi rakyat Palestina sebagai bangsa Kana’an.

Namun, dapatkan klaim-klaim tersebut dibenarkan?

Beberapa kalangan telah membongkar kepalsuan atas klaim teologis maupun historis tersebut. Bantahan paling mendasar diungkap oleh David F. Hinson yang menulis buku “Sejarah Israel pada Zaman Alkitab”. Menurutnya, berbagai cerita mengenai Israel dalam Perjanjian Lama bukanlah suatu cerita sejarah, melainkan hanya legenda. Cerita-cerita ini bukanlah laporan yang ditulis segera setelah peristiwa itu terjadi, tetapi baru ditulis beberapa abad kemudian setelah Abraham meninggal dunia, tanpa “sanad” dan “periwayatan” yang jelas.

Roger Garaudy (seorang politikus dan filsuf asal Prancis) menyangkal bahwa bangsa Yahudi adalah penduduk pertama Palestina. Mereka juga bukanlah penguasa atas bangsa lain yang tinggal di sana. Catatan arkeologi justru menunjukkan bahwa bangsa Kanaan (2500 SM) adalah penghuni pendahulu atas Palestina, yang kemudian disusul oleh bangsa Filistin (1200 SM). Hasil percampuran antara bangsa Filistin dengan bangsa Kanaan itu kemudian melahirkan generasi baru yang berketurunan darah Arab dengan menggunakan dialek bahasa Semit.

Dalam beberapa rentang periode waktu, bangsa Yahudi hanya berhasil menjadi penguasa atas sebagian Palestina, dengan penguasa atas tanah suci yang sesungguhnya terus menerus berganti. Periode kekuasaan Yahudi jika dijumlahkan bahkan tak lebih dari 600 tahun dalam kurun waktu 5000 tahun sejarah Palestina. Masa penguasaan yang lebih lama justru dicatatkan oleh umat Islam yang mencapai lebih dari 1100 tahun, yaitu pada masa Khulafaur Rasyidin – Abbasiyyah (637-1096), masa kekuasaan Mamluk (1187-1517), dan masa Kekhilafahan ‘Utsmani (1516-1917). Artinya, bangsa Yahudi kuno lebih singkat mendiami dan menguasai Palestina dibanding dengan bangsa lain, seperti Kanaan, Mesir, Romawi, dan Muslim.

Dewey Beegle, seorang profesor Perjanjian Lama dari Wesley Theological Seminary di Washington D.C. justru menyangkal klaim teologis tersebut. Sebagai ahli Injil, menurutnya bangsa Yahudi tidak memiliki hak atas janji Tuhan tersebut, karena mereka tidak berhasil mematuhi perintah-perintah Tuhan.

Kalangan lain yang juga menentang klaim ini adalah para Rabi dari Jerman, yang menolak pelaksanaan Kongres Zionis Dunia di Munich pada 1890, sehingga harus diundur dan dipindahkan ke Basel, Swiss, pada 1897. Para Rabi ini berpandangan bahwa mendirikan negara Yahudi di Palestina adalah bertentangan dengan janji messianik Yudaisme.

Satu hal lagi yang menjadi alasan yang cukup populer atas pemilihan Palestina adalah, bahwa di sanalah lokasi atas tempat suci bangsa Yahudi, yaitu Haikal Sulaiman (Bait Salomo). Namun anehnya, setelah ratusan tahun bangsa Yahudi berusaha untuk menemukan tempat suci tersebut, hingga hari ini belum membuahkan hasil. Jonathan Black, penulis buku “Sejarah Dunia yang Disembunyikan” secara sederhana membantah klaim ini. Jatuhnya kota Yerikho, yaitu penaklukan tanah Kanaan oleh orang Israel, serta keberadaan kuil Solomo, sesungguhnya tidak memiliki bukti arkeologi. Para akademisi kemudian bersepakat, bahwa asal-usul Yahudi yang mereka klaim hanyalah mitos, dan tidak memiliki dasar dalam realitas sejarah.[]

Sumber dan Rekomendasi Bacaan

Adian Husaini. 2004. Pragmatisme dalam Politik Zionis Israel. Penerbit Khairul Bayan. Jakarta.

Jonathan Black. 2018. Sejarah Dunia yang Disembunyikan. Alvabet: Jakarta.

Karen Armstrong. 2018. Yerusalem: Satu Kota Tiga Agama. Penerbit Mizan: Jakarta.

Sumber: https://literasiislam.com/membongkar-klaim-teologis-dan-historis-israel/

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi