Kitab Fiqh Klasik dan Piagam PBB

Oleh. K.H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

Dalam peringatan satu abad organisasi NU, diselenggarakan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I. Di antara rekomendasi tersebut berisi kritik terhadap ide Kh1l4f4h yang sekarang bergaung kencang di tengah-tengah masyarakat, bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fiqh klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara Kh1l4f4h harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Kemudian, muncul ungkapan yang cukup mengagetkan, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun demikian, piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia. Karena itu, Piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fiqh baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.

Pertama, membahas kemaslahatan umat. Mestinya, kita sebagai muslim berprinsip bahwa ukuran kemaslahatan dan kerusakan tersebut ditentukan berdasarkan tolak ukur syariah, bukan hawa nafsu.

Dalam kaidah ushuliyah yang lain, para ulama Ushul fiqh menegaskan dalil kaidah syar’iyyah:

حَيْثُمَا يَكُونُ الشَّرْعُ تَكُوْنُ الْمَصْلَحَةُ

“Di mana tegak syariah, maka di situ ada maslahat.”

Jelas hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) sehingga Kami menyiksa mereka akibat perbuatan mereka.” (QS al-A’raf: 96)

Mengapa perlu dikaitkan antara pengangkatan khalifah dan penerapan syariah Islam secara kaffah? Di samping bahasan rekomendasi tersebut, bahwa ide Kh1l4f4h yang terdapat dalam kitab kitab fiqh klasik perlu dikritisi. Dalam tataran praktis, menerapkan dan menjaga Islam relevan dengan salah satu fungsi imam (khalifah) yang digambarkan Rasulullah saw.:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Sungguh imam (khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang mendukung dia dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ’alayh)

Hadis ini mengandung pujian yang sangat kuat terhadap sosok khalifah. Pasalnya, maksud dari al-imâm adalah al-khalîfah. Ini ditegaskan Al-Mulla Al-Qari (w. 1041 H) (Mirqât al-Mafâtîh, VI/2391ý).

Kh1l4f4h adalah metode syar’i dalam menegakkan syariah Islam secara kâffah dalam kehidupan. Para ulama menegaskan bahwa penegakan Islam dalam kehidupan tak akan sempurna kecuali dengan adanya khalifah dan tegaknya sistem Kh1l4f4h. Karena itu, menegakkan keduanya fardhu.

Al-Hafizh al-Qurthubi (w. 671 H) dalam tafsirnya menegaskan: “Ia (Imamah) merupakan fondasi dari fondasi-fondasi agama ini yang dengan itulah tegak fondasi kaum Muslim.” (Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân).

Kedua, Piagam PBB dapat menjadi dasar? Apakah isi piagam PBB tersebut? Piagam PBB terdiri dari sebuah pembuka (‘preambule’), yang secara garis besar disusun mengikuti preambule Konstitusi AS, dan kumpulan pasal yang dibagi ke dalam sembilan belas bab.

Adapun isi pembukaan konstitusi AS sebagai berikut; “Kami Rakyat Amerika Serikat, untuk membentuk Persatuan yang lebih sempurna, menegakkan Keadilan, memastikan Ketenangan domestik, menyediakan pertahanan bersama, mempromosikan Kesejahteraan umum, dan mengamankan Berkat Kebebasan untuk diri kita sendiri dan Keturunan kita , menahbiskan dan menetapkan Konstitusi ini untuk Amerika Serikat.”

Intinya, isi piagam PBB itu sebagai berikut;
“Tetap menjaga dan mendukung perdamaian di dunia. Menghormati hak asasi manusia sekaligus menjaga persaudaraan antar bangsa. Membangun kerja sama antar negara dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Menjadi pelopor dan Ikut serta dalam mengambil tindakan yang mengancam perdamaian dunia”.

Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَرْكَنُوٓا۟ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِنْ أَوْلِيَآءَ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Huud ayat 113)

Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah menjelaskan bahwa Janganlah kalian condong ke arah yang rendah, yaitu condong kepada orang-orang zalim yang kafir dengan menyukai apa yang mereka lakukan, yaitu ikut serta dalam amal mereka, niscaya kalian akan mendapatkan neraka karena hal itu. Tidaklah bagi kalian itu penolong dan penyelamat dari neraka selain Allah. Kalian tidak akan mendapati penolong di sisi Allah yang melindungi kalian dari azab.

Kenapa kita tidak yakin dengan perkataan dari Khalifah Umar bin Khattab tentang kemuliaan? Beliau sampaikan saat menaklukkan Al Quds; “Sungguh kita pernah terhinakan hingga Allah memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan selain Islam maka Allah akan menghinakan kita kembali.”

Allah Swt. berfirman:

يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَآ إِلَى ٱلْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ ٱلْأَعَزُّ مِنْهَا ٱلْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya”. Padahal, kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munafiqun: 8)

Tiada kemuliaan kecuali dengan Islam, tiada Islam kecuali dengan syariah, tiada syariah secara kaffah kecuali dengan tegaknya Kh1l4f4h Rasyidah ala minhajinnubuwah.

Wallahu a’lam bishawab.

Bandung, 9 Februari 2023 M/ 18 Rajab 1444 H

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi