Kita Harus Segera Reuni

Oleh. H. M Ali Moeslim

Reuni, sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga. Bahkan mungkin, kita sendiri justru adalah bagian dari acara reuni tersebut. Apalagi pascalebaran atau bulan Desember biasanya acara yang dominan adalah acara reuni, baik itu reuni teman-teman sekolah, teman satu pekerjaan, dan lain lain.

Ternyata kata reuni itu tidak sebatas pertemuan kembali teman, akan tetapi bermakna umum, intinya pertemuan kembali dengan sesuatu. Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Syaikh Muhammad bin Shalih Asy-Syawi menjelaskan, ketahuilah wahai manusia bahwasanya menyebarnya keburukan dari segala keburukan serta diangkatnya keberkahan dan berkurangnya keturunan, peperangan dan selainnya; Semuanya karena sebab apa yang telah kalian lakukan dari dosa dan maksiat, serta meninggalkan perintah Allah dan mengerjakan larangan-larangan-Nya; Semua itu adalah sebagai hukuman bagi kalian atas amalan-amalan kalian yang buruk. Kemudian Allah menyebutkan hikmah akan hal itu yaitu ke-Maha Lembutan Allah bagi hamba-Nya dan kasih sayang-Nya bagi mereka agar mereka bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, dan agar muamalah mereka mengikuti tuntunan syariat.

Kita sebagai umat Islam harus segera “reuni”, dengan tata aturan yang menjadikan kita sebagai umat terbaik, memimpin manusia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَن عُمَرَ بنِ الخَطٌاَبِ رَضَي اللٌهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولٌ اللٌهُ عَلَيهِ وَسَلٌمَ اِنَ اللٌهَ يَرفَعُ بِهذَ االكتَاِبِ اَقَوامًا وَيَضَعُ بِه اخَرِينَ (رواه مسلم)

Dari Umar ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah mengangakat derajat beberapa kaum melalui kitab ini (Al-Qur’an) dan Dia merendahkan beberapa kaum lainnya melalui kitab ini pula.” (HR. Muslim)

Sebuah maqalah ulama menyatakan, “Tidak akan pernah bisa jadi baik keadaan umat ini kecuali dengan apa-apa yang menjadikan baik generasi awalnya.”

Karena itu, tatkala kondisi kehidupan saat ini tidak sesuai dengan tuntunan Islam, maka kita harus meneladani generasi awal umat ini, yakni masa Nabi Saw. dan para sahabatnya. Generasi mereka adalah generasi terbaik dalam memahami Islam dan penerapan hukum-hukumnya.

Dengan demikian, kaum Muslim saat ini harus berjuang sungguh-sungguh agar kehidupan mereka didasarkan pada akidah Islam dan diatur oleh syariah Islam secara paripurna, sebagaimana generasi terdahulu. Kita harus segera membuang sistem demokrasi dalam kehidupan kita karena sistem ini menjadi tumbuh subur ideologi kapitalisme liberal yang menistakan ajaran Islam dalam kehidupan.

Demokrasi adalah sistem buatan manusia. Sistem ini tentu saja sarat dengan kelemahan dan kekurangan. Sistem ini juga tidak bisa lepas dari kepentingan manusia.

Lebih dari itu, demokrasi bertentangan dengan Islam. Pasalnya, inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Makna praktis dari kedaulatan adalah hak membuat hukum. Itu artinya, demokrasi menjadikan rakyat—riilnya adalah para wakil rakyat—sebagai pembuat hukum.

Sebaliknya, dalam Islam, yang berhak membuat dan menentukan hukum itu adalah hak Allah SWT. Artinya, dalam Islam yang berlaku hanya hukum syariah.

Sudah saatnya kita reuni, yakni kembali pada visi dan misi penciptaan manusia yang ditetapkan Allah dalam al-Quran. Visi itu adalah ketaatan kepada Allah SWT. dengan segala hukum-Nya. Allah SWT. berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah (taat kepada)-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Misi umat Islam diturunkan ke muka bumi sebagaimana dikabarkan dalam Al-Qur’an:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imran: 110)

Ketaatan kepada Allah SWT. berarti melaksanakan seluruh syariah-Nya. Dengan menerapkan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan—termasuk dalam pengurusan negara, ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga pergaulan—kita akan terbebas dari kesulitan demi kesulitan ini.

“Reuni” kita dengan syariat Islam ini akan memunculkan reuni berikutnya ketika umat Islam di seluruh dunia yang dulunya berada dalam satu kepemimpinan Khilafah Islam, kemudian terpecah menjadi setidaknya 50 negara dengan sekat-sekat nasionalisme kembali menjadi satu umat, satu kitab yakni Al-Qur’an, satu kiblat yakni ka’bah, satu Nabi yakni Nabi Muhammad Saw, satu akidah yakni akidah Islam dan satu syariat yakni syariat Islam yang kaffah.

Wallahu a’lam bishawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi