Ketika Bilal Menyatakan Identitasnya

Oleh. K.H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

Umayyah berkata, “Apakah kamu bersedia mati dalam keadaan seperti ini? Ataukah kamu mau terus hidup, dengan syarat kamu tinggalkan agama Islam?”

Walaupun Bilal ra. disiksa seperti itu, dia tetap berkata, “Ahad, Ahad!” Yaitu maksudnya bahwa Allah itu Maha Esa.

Pada malam harinya, Bilal diikat dengan rantai, kemudian dicambuk terus-menerus hingga badannya luka-luka. Pada siang harinya, dia dibaringkan kembali di atas padang pasir yang panas. Tuannya berharap Bilal akan mati dalam keadaan seperti itu.

Sampai seperti itu mempertahankan identitasnya sebagai seorang muslim, padahal sebagai seorang budak (hamba sahaya), apakah Nabi Muhammad menjanjikan singgasana kepada Bilal ketika dia beriman? Apakah menjanjikan kemerdekaan dari hamba sahaya kepada Bilal ketika dia beriman?

Saat ini, ada indikasi hanya karena “tudingan” untuk tidak melakukan politik identitas, atau jangan bawa-bawa agama dalam berpolitik, sebagian komponen umat terbawa, segan menunjukkan identitasnya sebagai muslim.

Bukan pada tempatnya, seorang muslim melepaskan identitasnya sebagai muslim. Justru, saat ini kita harus menunjukkan identitas kemusliman kita di tengah kehidupan yang rusak dan penuh kemunafikan.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS Ali Imran: 102)

Orang-orang kafir, munafik, dan sekuler radikal, tidak senang umat Islam terikat dengan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam politik. Mereka ingin kita melepaskan identitas keislaman kita, dalam segala aktivitas.

Berbagai pernyataan busuk mereka lontarkan, bila kekuatan politik umat bersatu. Mereka sebut politisisasi agamalah, politik identitaslah, dan sebagainya. Padahal, justru orang-orang kafir, munafik, dan sekuler- radikal itulah yang memainkan ‘politik identitas’ atau melakukan ‘politisasi agama’.

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”

Tafsir Al-Mukhtashar /Markaz Tafsir Riyadh, menjelaskan bahwa, tidak ada seorangpun yang lebih bagus perkataannya dibandingkan orang yang mengajak untuk mentauhidkan Allah dan mengamalkan syariat-Nya, mengerjakan amal saleh yang diridhai oleh Rabbnya, dan dia berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri lagi tunduk kepada Allah.” Barangsiapa melakukan hal itu seluruhnya, maka dia adalah manusia yang paling bagus perkataannya.

Lihatlah, bagaimana mereka yang sekuler tiba tiba memviralkan ibadah mahdhah, bahkan korupsi, berbuat zalim terhadap rakyat, lalu memakai sarung, baju koko, dan peci. Tiba-tiba berjilbab dan berkerudung. Tiba-tiba rajin mengunjungi pesantren, tiba tiba mendapat gelar “penggerak ekonomi syariah”, dan lain lain.

Sesungguhnya Allah Swt. memerintahkan hamba-Nya untuk memeluk Islam secara kaffah;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sungguh ia musuh yang nyata bagi kalian.” (QS Al-Baqarah: 208)

Imam al-Qurthubi di dalam kitab tafsirnya, menjelaskan makna kaaffah di dalam ayat ini:

Pertama, menyeluruh, yakni meliputi seluruh ajaran Islam. Kedua, menolak yang lain, di luar Islam. Dengan kata lain, orang yang telah memeluk Islam wajib mengambil Islam secara menyeluruh dan menolak yang lain selain Islam. Itu baru disebut masuk Islam secara kaaffah.

Karena itu, haram hukumnya meninggalkan identitas Islam dalam hal apa pun. Sebaliknya, identitas Islam harus dipegang teguh oleh setiap muslim dalam seluruh aspek kehidupannya. Tidak hanya saat beribadah, tetapi juga dalam melakukan kegiatan lain seperti ekonomi, sosial, pendidikan, politik, pemerintahan dan sebagainya.

Cukuplah bagi orang orang yang teguh keimanan dan keislamannya dengan ayat berikut:

اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?” (QS Fushilat: 2)

Serta firman Allah Swt. yang lainnya:

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصّٰبِرِيْنَ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran: 142)

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi