Kanjuruhan: Ikatan dan Komitmen

Oleh. K.H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmaanirrahiim

Dunia sepak bola berduka, banyak tokoh, praktisi, klub sepakbola luar negeri menyampaikan bela sungkawa. Indonesia berduka atas insiden kerusuhan suporter di stadion Kanjuruhan Malang yang terjadi Sabtu malam (1 Oktober 2022).

Peristiwa ini menjadi catatan sejarah kelam dalam dunia olah raga khususnya sepak bola di Indonesia. Rentetan kerusuhan supoter selalu mewarnai hiruk-pikuk pentas dan eforia sepak bola Indonesia, mulai Liga 1, Liga 2 dan bahkan Liga 3.

Kalau melihat fakta, tragedi ini termasuk kerusuhan internal, karena suporter klub lawan tidak boleh hadir menyaksikan klubnya melawan klub tuan rumah.

Suporter harus berafiliasi dengan klub sepak bola yang didukungnya, sehingga perbuatan suporter akan berpengaruh terhadap klub yang didukungnya.

Sebuah perkumpulan atau kelompok pastilah memiliki dasar ikatan serta memiliki komitmen.

Islam mewajibkan kaum muslim menjadikan ikatan akidah Islam sebagai pengikat kaum Muslim (ukhuwwah islamiyyah). Allah Swt. berfirman;

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat: 10)

Islam mengharamkan ikatan-ikatan jahiliah (ashabiyyah) yang bisa merusak kesatuan kaum Muslim seperti fanatisme buta pada kelompok, suku, bangsa dan lainnya. Islam jelas mencela paham fanatisme buta (‘ashabiyyah), Rasulullah saw. bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ, وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ, وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

“Bukan dari golongan kami siapa saja yang menyerukan ‘ashabiyyah (fanatisme golongan). Bukan dari golongan kami siapa saja yang berperang atas dasar ‘ashabiyyah. Bukan dari golongan kami siapa saja yang mati di atas ‘ashabiyyah.” (HR Abu Dawud)

Biasanya kerusuhan suporter terjadi karena suporter merasa merugi atas kekalahan tersebut. Misalnya kerugian atas waktu dan uang.

Sehingga, ketika melihat klub dukungannya kalah, mereka hanya berpikir bahwa yang merasa kalah dan rugi adalah mereka. Mindset ini bisa saja masih ada di pikiran masyarakat Indonesia saat ini yang terlalu menggandrungi sepakbola dengan menyingkirkan akal sehatnya.

Faktor lain, adanya perasaan gengsi, prestise, dan ingin terlihat keren/garang ketika berani melakukan tindakan anarkisme, meneror kepada pihak pemain maupun managemen kenapa mengalami kekalahan?

Karena saat ini, olah raga dijadikan industri, maka bagi team yang kalah, maka akan berkurang penghasilan dari iklan atau penonton, bahkan bisa rugi atau bangkrut itu klub sepakbola.

Sebagai olahraga mestinya olahraga saja, apalagi sepakbola adalah olahraga permainan. Jangan menjadi satu identitas yang meluapkan energi negatif seperti permusuhan, ashabiyyah/fanatisme klub, rasis, dan diskriminatif, apalagi anarkisme, bahkan bukan rahasia lagi bahwa industri sepakbola ini telah “terasuki” akut bandar-bandar judi.

Sangat disayangkan, tak ada ulama di tanah air yang berkomentar soal ini secara terbuka. Bahwa fanatisme klub bola dan masuknya judi sangat berbahaya, jauh lebih berbahaya dari radikalisme.

Mereka yang sering disebut kaum ‘Islam radikal’ belum pernah membunuh orang lain yang berbeda ormas, merusak fasilitas umum dan lain sebagainya.

Melihat tragedi Kanjuruhan, Malang, juga menunjukkan kecerobohan negara. Bukannya melindungi warga, aparat keamanan malah membuat warga panik dengan tembakan gas air mata ke tribun penonton. Orang dewasa, anak-anak, lelaki, perempuan, ibu-ibu berhamburan mencari jalan keluar. Sesak napas, jatuh, terinjak, dan tergencet.

FIFA sudah membuat panduan bagi pihak keamanan stadion dengan ‘mengharamkan’ senjata api dan gas air mata. FIFA belajar dari tragedi tahun 1964 di Peru. Ketika aparat menembakkan gas air mata ke arah penonton menyebabkan tiga ratus lebih warga tewas.

Herannya, kepolisian dari Polda Jawa Timur dengan mantap menyatakan bahwa penggunaan gas air sesuai protap. Penonton bertanya, protap yang mana? Apakah disamakan protap hadapi perusuh dengan penonton di tribun, karena gas air mata justru ditembakkan aparat ke arah tribun?

Apakah kepolisian lupa kalau penonton itu beragam usia; ada anak-anak, ibu-ibu, wanita, tidak semua lelaki dewasa? Apakah aparat juga lupa tidak mudah bagi ratusan apalagi ribuan penonton berebut ke pintu keluar di jalur yang sempit? Apalagi di stadion Kanjuruhan ternyata sebagian pintu masih tertutup?

Faktanya, korban tewas bukan karena serangan para perusuh, tapi karena
kepanikan yang disebabkan tembakan gas air mata.

Jadi, ikatan yang mendasari tindakan aparat keamanan negara itu apa? Mestinya mengantisipasi waktu pertandingan atau membludaknya suporter. Mestinya berkomitmen mengayomi, untuk tindakan nomor satu adalah menyelematkan nyawa walau hanya satu orang.

Tragedi Kanjuruhan tidak bakal terjadi kalau supervisi dilakukan ketat oleh PSSI, soal penjualan tiket lebihi kapasitas penonton, briefing dengan aparat keamanan soal larangan penggunaan gas air mata dan kekerasan pada penonton, dan PSSI berani menunda atau bahkan membatalkan pertandingan bila itu semua tidak dipatuhi.

Dalam kehidupan Islam, agenda-agenda seperti ini tidak memberikan manfaat kecuali hiburan dan uang untuk para pengusaha dan pengelola olahraga yang mata duitan kapitalistik.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:«مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ».

Rasulullah SAW bersabda, “Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR At-Tirmidzi)

Dalam kehidupan Islam, umat akan diarahkan untuk aktivitas produktif; mengembangkan ilmu pengetahuan, tsaqofah, dakwah, dan jihad di jalan Allah.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi