JALUR GAZA, TERUSAN SUEZ DAN PROJEK TERUSAN BEN GURION

Oleh HM Ali Moeslim (Penulis Buku Revolusi Tanpa Setetes Darah)

BAGI banyak orang, sudah bukan rahasia lagi bahwa Jalur Gaza sudah menjadi penjara ruang terbuka atau penjara tanpa atap, berisi jutaan mamusia yang menderita, didera kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar hidup.

Jalur Gaza adalah sebuah daerah di Palestina yang sejak dulu merupakan wilayah yang sangat strategis. Sejak Zaman Perunggu (3300-1200 Sebelum Masehi) wilayah Gaza jadi tempat bermukim banyak bangsa. Nama “Gaza” sudah ada sejak abad ke-15 SM. Gaza berarti tangguh atau kuat. Michael Dumper dkk. dalam Cities of the Middle East and North Africa: A Historical Encyclopedia mengungkapkan, sejumlah temuan arkeologis membuktikan kota Gaza menjadi salah satu kota tertua di dunia yang jadi titik temu jalur perdagangan laut antara Afrika Utara dan Levant (kini Siprus hingga Suriah).

Jalur Gaza, sebagaimana diungkapkan Colin Fluxman dalam audiobook bertajuk Ancient Gaza: The History and Legacy of the Crucial Territory during Antiquity, kemudian silih berganti dikuasai oleh kaum Filistin, Babilonia, Yunani, Mesir, hingga Romawi di abad ke-6 SM. Gaza memainkan peran sebagai sistem pertahanan pesisir bagi tiap pihak yang menguasai dari zaman ke zaman.

Jalur Gaza selalu jadi wilayah rebutan bagi setiap penakluk yang ingin menguasai Asia, Afrika, dan Eropa. Misalnya bangsa Romawi, Mongol, Utsmaniyah, bahkan Napoleon Bonaparte sepanjang ekspedisinya ke Mesir dan Suriah (1798-1801). Kekalahan Napoleon membuat Gaza kembali jatuh ke pangkuan Kesultanan Utsmaniyah.

Mengapa terkait pembumi-hangusan Jalur Gaza oleh entitas Yahudi yang mengklaim sebagai negara Israel dikaitkan dengan terusan suez?

Terusan Suez (bahasa Arab: قناة السويس, Qanā al-Suways), di sebelah barat Semenanjung Sinai, merupakan terusan kapal sepanjang 193 km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan Said (Būr Sa’īd) di Laut Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah.

Terusan ini mempersingkat transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah. Dalam era Perang Dunia I Terusan Suez yang saat itu berada di bawah kekuasan Inggris, diserang oleh pasukan Jerman dan Turki Ottoman.

Posisi Suez yang sangat strategis, yaitu menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah, menjadikan terusan ini objek rebutan antara pasukan Sekutu dan poros.

Selama lebih dari 67 tahun, jalur air strategis ini mampu meraup pendapatan besar yang melampaui 143,864 miliar dolar AS dan masih menjadi salah satu sumber devisa terpenting bagi departemen keuangan publik Mesir.

Tentu bagi Israel sumber devisa ini sangat menggiurkan, keserakahan ingin menguasai dunia bagi Yahudi sudah tidak bisa dibantah, apalagi pemulihan hubungan dengan Saudi Arabia sudah terjadi sebagai pemegang otoritas wilayah laut merah.

Perencanaan pembangunan “saingan” Terusan Suez sudah direncanakan jauh jauh hari sebelumnya oleh Israel. Tercatat dalam dokumen Canal Ben Gurion Project tahun 1967, bahwa Proyek Terusan Israel adalah proyek terusan yang direncanakan untuk dibangun di Israel. Terusan ini akan menghubungkan Teluk Aqaba ke Laut Tengah. Nama terusan ini diambil dari David Ben Gurion, Bapak Pendiri Israel sekaligus Perdana Menteri Israel yang pertama.

Panjang terusan yang akan dibangun ini lebih panjang dari Terusan Suez yang panjangnya 120,1 mi (193,3 km), yaitu sekitar 182 mi (292,9 km). Israel mengumumkan pada 2 April 2021, bahwa pengerjaan kanal tersebut diharapkan dimulai pada Juni 2021.

Projek pembangunan Kanal tersebut pertama kali disebutkan dalam publikasi berbahasa Ibrani dua tahun sebelumnya. Perkiraan biaya konstruksi berkisar antara US$16 miliar hingga $55 miliar pada tahun 2021.

Terusan Ben Gurion atau Terusan Israel ini bermula dari ujung selatan di Teluk Aqaba, melalui kota pelabuhan Eilat di perbatasan Israel dan Yordania, melalui Lembah Arabah sejauh sekitar 100 km antara Pegunungan Negev dan Dataran Tinggi Yordania dan membelok ke barat sebelum memasuki cekungan Laut Mati yang berada 430,5 meter di bawah permukaan laut, dan melewati lembah di Pegunungan Negev, lalu mengarah ke utara lagi menuju bagian utara Jalur Gaza dan terhubung dengan Laut Tengah.

Di samping penistaan dan perampasan tanah yang terjadi beberapa dekade selama ini kepada Palestina, pembelaan diri dan perlawanan Hamas kini sangat mungkin juga dipengaruhi oleh adanya proyek pembangunan Terusan Ben Gurion ini yang akan meratakan dan menenggelamkan Jalur Gaza yang akan dilewatinya.

Sedikit mengenal Hamas, tepatnya gerakan Hamas didirikan di Gaza pada 1987 oleh seorang imam Sheikh Ahmed Yasin dan ajudannya Abdul Aziz al-Rantissi tak lama setelah dimulainya Intifada pertama, sebuah pembelaan dan perlawanan pendudukan Israel di wilayah Palestina.

Secara prinsip, Hamas tidak mengakui kenegaraan Israel. Prinsip dan keyakinan mereka adalah tidak akan melepaskan satu inci pun tanah air Palestina, apapun tekanan yang terjadi saat ini dan berapapun lamanya pendudukan.

Hamas juga dengan keras menentang perjanjian perdamaian Oslo yang dinegosiasikan oleh Israel dan PLO pada pertengahan tahun 1990an. Kelompok ini secara resmi berkomitmen untuk mendirikan negara Palestina di wilayahnya sendiri.

Dengan demikian perang di Palestina kini dan khususnya pembumi hangusan Jalur Gaza tidak terlepas dari keserakahan entitas Yahudi dalam upayanya menjalankan proyek terusan Israel atau Canal Ben Gurion Project.

Wallahu a’lam bishawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi