Makin meluasnya kasus larangan berhijab bagi mahasiswi Muslim di India hingga ke negara bagian Uttar Pradesh, wilayah utara yang berbatasan dengan New Delhi, dikarenakan tidak adanya sistem pemerintahan di dunia Muslim yang benar-benar menjamin itu.
“Masalah terus ada, karena tidak adanya sistem pemerintahan khilafah di dunia Muslim yang akan menjadi penjamin kehidupan manusia di seluruh dunia,” ujar Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara kepada Mediaumat.id, Sabtu (19/2/2022).
Padahal, kata Fika, pada tahun 711 M, saat semenanjung India berada di bawah naungan Kekhilafahan Islam, kebijakan perlindungan dari Khalifah al-Walid bin Abdul Malik untuk menyelamatkan kaum Muslim tertindas sungguh menakjubkan.
“Sekelompok Muslim (para pedagang, termasuk perempuan dan anak-anak) yang ditangkap oleh Raja Hindu India, Raja Dahir, dibebaskan dengan cara luar biasa,” ucapnya mengisahkan.
Bahkan kala itu, Khalifah al-Walid bin Abdul Malik juga menyertakan 20 ribu pasukan tangguh di bawah kepemimpinan seorang Jenderal Besar Muslim Muhammad bin Qasim untuk menyelamatkan mereka.
Namun yang perlu diingat, dalam upaya penyelamatan itu sang jenderal senantiasa mengemban aturan Islam di Sindh. “Dalam prosesnya, (juga) membebaskannya dari pemerintahan despotik Hindu,” jelas Fika sebagaimana perintah Allah SWT kepada orang-orang beriman untuk memerangi kaum kafir yang menjadi musuh mereka.
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa” (QS at-Taubah: 123).
Lebih lanjut, hal serupa terkait kebijakan pemerintah India yang menurutnya represif tersebut, ternyata tidak hanya meluas hingga Uttar Pradesh. Tetapi juga ke Kashmir yang sebelumnya menjadi simbol tertua perlawanan Muslim terhadap rezim Hindu India.
Pun Negara Bagian Assam, wilayah paling timur India. “Tahun lalu terjadi di Assam yakni pengusiran Muslim,” ungkapnya.
Malah, tambah Fika, larangan hijab baru-baru ini juga diberlakukan di Karnataka, sebuah negara bagian India yang terletak di barat daya.
Kontroversi
Selain itu, makin meluasnya pelarangan tersebut, menurut Fika, dikarenakan memang secara sistemis dan struktural akibat kebijakan politik yang kerap memunculkan kontroversi dari Narendra Damodardas Modi, seorang Hindu ektremis yang saat ini menjadi perdana menteri India di bawah naungan bendera partai sayap kanan nasionalis Hindu, Bhartiya Janata Party (BJP).
Sebelumnya seperti banyak diberitakan, parlemen India justru telah menyetujui RUU yang menawarkan amnesti kepada imigran gelap yang berasal dari tiga negara tetangga, Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, sepanjang mereka non-Muslim.
Celakanya, tambah Fika, kebijakan yang dikeluarkan penguasa di sana kerap dibumbui provokasi horizontal. “Seorang tokoh perempuan Hindu Vibhanand Giri dalam sebuah rekaman video menyerukan pria Hindu untuk memperkosa dan menghamili wanita Muslim jika pria Muslim melirik gadis-gadis Hindu di Dharma Sansad bulan Desember 2021 di Raipur, India,” bebernya.
Sehingga, bertambah lengkaplah penderitaan kaum Muslim di India. “Mereka diserang secara struktural maupun kultural, konflik vertikal maupun horizontal,” ucapnya prihatin.
Proyek Asing
Di sisi lain, kemalangan kaum Muslim di India yang menurut Fika serupa dengan tragedi menimpa Muslim di Palestina, sebelumnya adalah proyek Inggris sebagai upaya merampas kekuatan kaum Muslim. “Palestina diberikan kepada orang-orang Yahudi dan Kashmir diberikan kepada India,” tandasnya.
Lantas ketika Perang Dunia Kedua usai, Amerika Serikat (AS) merebutnya dari Inggris. Kemudian menggunakan keduanya sebagai alat untuk memanipulasi kawasan mereka.
“Keduanya telah mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh militer selama beberapa dekade, meskipun telah memunculkan kemarahan di seluruh dunia,” ungkapnya.
Sehingga, sambung Fika, keduanya bisa dipastikan memiliki generasi-generasi yang telah lama hidup untuk dapat dengan jelas membuktikan warna sejati demokrasi yang ternyata sama sekali tidak memihak mereka.
Maka itu, kembali ia menegaskan, kemalangan kaum Muslim di India maupun Palestina akan terus terjadi selama tidak berada di bawah naungan khilafah Islam.[] Zainul Krian