Birokrasi yang Ihsan

Oleh. H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

Kebobrokan birokrasi yang melanda negeri ini sudah sangat mengkhawatirkan karena mayoritas penyelenggara negara, aparat birokrasi, dan aparat administrasi ini adalah muslim, maka kebobrokan ini dipaksakan menjadi perilaku bahkan habbit ummat dalam mengelola negara dalam aspek pelayanan masyarakat. Padahal, hal ini terjadi justru karena mengabaikan prinsip dan amanah yang digariskan dan dijalankan oleh Rasulullah Saw. dan diteruskan oleh para khalifah, baik dari para khalifah keturunan Umayyah, Abbasiyyah, maupun Utsmaniyyah.

Paling tidak terdapat enam penyakit birokrasi yang sedang terjadi:

Penyakit pertama, masih banyaknya pemerintah daerah yang memiliki persentase belanja operasional untuk kebutuhan internal pemerintah yang lebih besar dari belanja publik. Kondisi seperti ini sangat membatasi bagi pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada publik.

Penyakit kedua, tingkat korupsi yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari adanya sejumlah kepala daerah yang ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT).

Penyakit Ketiga, in-efektivitas dan in-efisiensi dalam pengelolaan pembangunan. Dikatakan, banyak perencanaan pembangunan dilakukan secara serampangan, copy dan paste dari tahun-tahun sebelumnya, dan tidak fokus pada outcome yang ingin dicapai

Kegiatan yang sengaja diajukan hanya untuk memperoleh tambahan penghasilan atau memberikan keuntungan pribadi, diajukan dengan biaya yang jauh lebih besar dari harga pasar, dan lainnya. Akibatnya, banyak anggaran pembangunan yang digunakan tetapi tidak tepat sasaran dan boros, serta menjadi lahan basah korupsi berjamaah.

Penyakit keempat, kualitas ASN masih belum optimal dalam mendukung kinerja pemerintah. Disebutkan, secara kuantitas, jumlah PNS sekitar 4,5 juta-an orang.

Penyakit kelima, organisasi pemerintah yang cenderung besar, baik di pusat maupun di daerah, cenderung memanfaatkan kemungkinan untuk memperbesar struktur tanpa melihat kebutuhan nyata, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, kondisi terkini yang dihadapi, dan cakupan wilayah pelayanan.

Penyakit keenam, kualitas pelayanan publik yang masih belum memenuhi harapan publik. Pelayanan publik bisa dalam bentuk perizinan, pelayanan dasar, ataupun pelayanan jasa, padahal menjadi tanda kehadiran pemerintah di masyarakat.

Berkenaan dengan kredibilitas seorang birokrat, aparatur negara maupun tenaga adminatrasi, bagaimana Rasulullah Saw. dan para khalifah melakukan fit and proper test ketat kepada calon-calon birokrat. Para khalifah meminta laporan keuangan pribadinya sebelum diangkat menjadi birokrat, menegaskan bahwa harta yang didapat dari tugas dan pekerjaan selain daripada gaji itu adalah gratifikasi dan hukum begitu tegas mulai dari “pemiskinan”, bahkan sampai hukuman mati.

Sikap dan perilaku aparat ini dibangun atas enam landasan yakni:

Pertama, menanamkan keimanan yang kuat kepada semua anggota keluarga dan mengajak untuk selalu berusaha mencari rezeki yang halal sebagai perwujudan dari iman. Sesulit apa pun upaya yang harus dilakukan, saling menasihati dalam kebaikan dan takwa, meyakini sepenuhnya rezeki itu berasal dari Allah SWT.

Kedua, selalu berusaha untuk qana’ah, yakni merasa cukup terhadap pemberian Allah berapa pun jumlahnya. Selalu bersyukur dalam keadaan apa pun. Meyakini bahwa Allahlah Yang Maha Melapangkan maupun Maha Menyempitkan rezeki. Teruslah berdoa kepada Allah, meminta diberi rezeki yang halal[an] thayib[an] (halal lagi baik) juga wasi’[an] (luas). Ketika Allah sedang sempitkan, semua anggota keluarga harus bersabar dan terus bersabar, tentu dengan terus berusaha mendapatkan rezeki yang halal.

Ketiga, bersikap hati-hati (wara’) ketika mendapat pemberian dari siapa pun. Pastikan bahwa yang didapatkan adalah harta halal.

Keempat, mewaspadai gaya hidup konsumtif. Banyak orang melakukan korupsi atau mencari jalan rezeki yang haram karena ingin memenuhi kemauan dan bukan kebutuhan, sesungguhnya kebutuhannya sudah tercukupi.

Kelima, selalu berusaha menghiasi diri dengan sikap jujur dan amanah dalam mengelola semua harta yang bukan milik kita.

Keenam, membiasakan hidup sederhana. Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Sekalipun memiliki kecukupan harta, beliau tetap hidup sederhana.

Islam menetapkan dan menerapkan strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi sikap dan perilaku ihsan (kebaikan dan kesempurnaan) dalam pekerjaan yang diperintahkan oleh syariah. Untuk merealisasikan ihsan (kebaikan dan kesempurnaan) dalam melaksanakan pekerjaan birokrasi harus terpenuhi tiga hal berikut dan manajemennya yaitu:

1) Kesederhanaan aturan untuk memberikan kemudahan dan kepraktisan, tidak panjang, rumit apalagi berbelit-belit.

2) Kecepatan dalam pelayanan transaksi, hal ini memudahkan orang memenuhi keperluannya.

3) Pekerjaan itu ditangani oleh orang orang yang mampu dan profesional. Rasulullah Saw. bersabda dalam kitab Arba’in:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat ihsan terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam bishawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi