Oleh. Rizqi Awal
(Pengamat Kebijakan Publik dan Jurnalis Independen)
Di tengah hiruk-pikuk demokrasi dan euforia politik elektoral, keterlibatan sejumlah habaib, ulama, dan ustadz nasional dalam pemilihan kepala daerah sering kali menjadi perbincangan yang memecah belah umat. Di satu sisi, umat mendambakan figur-figur yang dianggap mewakili Islam untuk mendukung calon yang “sejalan” dengan kepentingan umat. Namun di sisi lain, keterlibatan mereka justru memunculkan kegamangan: apakah ulama kita benar-benar netral atau terjebak dalam pragmatisme politik?
Erosi Kepercayaan kepada Ulama
Fakta di lapangan menunjukkan, tidak sedikit umat Islam yang merasa kecewa ketika ulama yang mereka kagumi memberikan dukungan kepada tokoh atau partai tertentu yang ternyata memiliki catatan buruk di masa lalu. Bahkan lebih buruk, ketika dukungan tersebut hanya menghasilkan janji-janji kosong tanpa solusi konkret untuk permasalahan umat. Kekecewaan ini berakar dari ekspektasi besar umat kepada ulama sebagai pewaris para nabi yang semestinya menjadi pelita dalam kegelapan zaman. Namun, ketika mereka terlibat dalam politik praktis yang sarat dengan intrik, konflik kepentingan, dan kompromi, citra ulama sebagai penjaga moral dan penegak kebenaran mulai terkikis.
Allah Swt. mengingatkan umat Islam tentang bahaya mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan dalam firman-Nya,
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Keterlibatan ulama dalam mendukung sistem yang tidak sesuai dengan Islam hanya akan memperkuat dominasi sistem tersebut, alih-alih menciptakan perubahan yang hakiki. Lebih parah lagi, hal ini membuat umat kehilangan arah dan akhirnya berhenti percaya kepada ulama sebagai pemimpin moral.
Demokrasi: Sistem yang Tidak Layak Dipercaya
Demokrasi sering dijadikan dalih untuk melegitimasi berbagai tindakan, termasuk keterlibatan ulama dalam politik praktis. Namun, patut kita renungkan, apakah demokrasi benar-benar memberikan solusi atas permasalahan umat?
Realitas menunjukkan bahwa demokrasi adalah sistem yang rapuh dan penuh manipulasi. Dalam demokrasi, suara mayoritas menjadi patokan kebenaran, terlepas apakah keputusan mayoritas tersebut sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Padahal, Rasulullah saw. telah memperingatkan kita tentang bahaya mengikuti mayoritas tanpa dasar yang benar,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116)
Demokrasi mengajarkan kompromi, bahkan dalam hal prinsip agama. Banyak kebijakan yang lahir dari demokrasi justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti legalisasi riba, eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi asing, hingga kebijakan sosial yang merusak moral generasi muda. Jika ulama terus terlibat dalam sistem ini, mereka tidak hanya kehilangan kepercayaan umat, tetapi juga berisiko menjadi bagian dari problematika itu sendiri.
Saatnya Kembali ke Islam yang Kaffah
Di tengah kekecewaan terhadap demokrasi, umat Islam perlu menyadari bahwa tidak ada solusi hakiki di luar Islam. Sistem demokrasi, dengan segala kelemahan dan keburukannya, hanya akan membawa umat pada jurang kehancuran. Allah Swt. telah memberikan solusi yang sempurna melalui syariat Islam yang kaffah. Firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah, adalah satu-satunya jalan untuk membawa umat keluar dari keterpurukan ini. Khilafah bukan sekadar sistem politik, tetapi sistem kehidupan yang menyeluruh, yang menjamin keadilan, kesejahteraan, dan persatuan umat. Rasulullah saw. bersabda,
ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
“Kemudian akan tegak Khilafah di atas metode kenabian.” (HR. Ahmad)
Umat Islam perlu membuka mata dan hati bahwa tidak ada harapan dalam sistem demokrasi. Kepercayaan kepada ulama harus didasarkan pada keteguhan mereka dalam memegang prinsip Islam, bukan keterlibatan mereka dalam sistem yang bertentangan dengan syariat. Saatnya umat meninggalkan demokrasi yang hanya membawa kerusakan, dan bersama-sama memperjuangkan tegaknya Khilafah yang akan membawa Islam kembali ke puncak kejayaannya. Mari kita berjuang untuk mewujudkan janji Allah Swt. dan sunnah Rasul-Nya, dengan keyakinan bahwa hanya Islam yang mampu memberikan solusi yang benar dan abadi. Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Channel Rizqi Awla