Polio Membayangi Anak Kita

Oleh. dr. Bina Srimaharani (Praktisi Kesehatan)

Indonesia pernah dinyatakan bebas polio pada tahun 2014. Namun, virus itu ternyata masih ada. Buktinya, pada akhir 2023 ada dua anak di Jawa Timur tepatnya di Pulau Madura, serta satu anak di Jawa Tengah yang terpapar polio.

Kementerian Kesehatan melaporkan kasus pertama dialami anak perempuan, NH, enam tahun, di Klaten, Jawa Tengah yang menurut pengakuan orang tua mengalami lumpuh pada 20 November 2023. NH memiliki riwayat imunisasi polio tetes (OPV) sebanyak dua kali.

Kasus kedua dialami anak laki-laki berusia satu tahun sebelas bulan, MAF, di Jawa Timur. MAF mengalami lumpuh pada 22 November 2023 dengan riwayat imunisasi telah lengkap tapi mengalami malnutrisi.

Kasus ketiga adalah MAM, anak laki-laki berusia tiga tahun satu bulan yang mengalami lumpuh pada 6 Desember 2023. Anak yang tinggal di Jawa Timur itu telah mendapatkan imunisasi polio tetes (OPV) empat kali dan polio suntik (IPV) satu kali.

Bagaimana Cara Penularan dan Pencegahan Polio?

Poliomyelitis (polio) adalah penyakit virus yang sangat menular yang sebagian besar menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun. Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan tinja dari orang yang terinfeksi. Virus berkembang biak di usus dan dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi di tinja, yang dapat menularkan virus ke yang lain, di mana ia dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan.

Poliovirus sangat menular, masa inkubasi biasanya 7-10 hari tetapi dapat berkisar antara 4-35 hari. Virus masuk ke tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus, kemudian menyerang sistem saraf. Hingga 90% dari mereka yang terinfeksi tidak mengalami atau mengalami gejala ringan, sehingga penyakit ini biasanya tidak diketahui. Pada kasus lain, gejala awal dari polio termasuk demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kaku pada leher, dan nyeri pada tungkai. Gejala ini biasanya berlangsung selama 2-10 hari dan sebagian pemulihan selesai di hampir semua kasus. Namun, dalam proporsi kasus yang tersisa, virus menyebabkan kelumpuhan, biasanya pada kaki, yang paling sering bersifat permanen. Kelumpuhan dapat terjadi secepat dalam beberapa jam setelah infeksi. Dari mereka yang lumpuh, 5-10% meninggal saat otot pernapasannya tidak bisa bergerak.

Virus ini disebarkan oleh orang yang terinfeksi (biasanya anak-anak) melalui tinja, yang dapat menyebar dengan cepat, terutama di daerah dengan sistem kebersihan dan sanitasi yang buruk. Tidak ada obat untuk polio, polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi. Vaksin polio yang diberikan berkali-kali dapat melindungi seorang anak seumur hidup. Lebih dari 20 juta orang dapat berjalan hari ini yang seharusnya lumpuh, sejak tahun 1988, ketika Inisiatif Pemberantasan Polio Global diluncurkan. Diperkirakan 1,5 juta kematian anak telah dicegah melalui pemberian vitamin A secara sistematis selama kegiatan imunisasi polio.

Perawatan untuk polio fokus pada membatasi dan mengurangi gejala. Terapi panas dan fisik dapat digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodik digunakan untuk mengendurkan otot yang terpengaruh. Ini dapat meningkatkan mobilitas tetapi tidak membalikkan kelumpuhan polio permanen. Polio adalah salah satu penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi atau vaksinasi, karena vaksin sangat penting dalam perang melawan polio.

Tentu menjadi menarik untuk melihat seperti apa pencegahan penyakit di masa Khilafah itu? Sebelumnya, perlu diketahui, bahwa vaksinasi memang sebuah teknologi dalam ilmu kedokteran yang baru ditemukan oleh Edward Jenner pada akhir abad-18 dan dipopulerkan awal abad-19. Vaksin penemuan Jenner ini berhasil melenyapkan penyakit cacar (small pox) – bukan cacar air (varicella). Pada abad-19, penyakit cacar ini membunuh jutaan manusia setiap tahun, termasuk rakyat Daulah Khilafah! Namun saat itu Daulah Khilafah sudah dalam masa kemundurannya. Andaikata Daulah Khilafah masih jaya, barangkali teknik vaksinasi justru ditemukan oleh kaum muslim.

Dalilnya adalah Rasulullah menunjukkan persetujuannya pada beberapa teknik pengobatan yang dikenal semasa hidupnya, seperti bekam atau meminumkan air kencing unta pada sekelompok orang Badui yang menderita demam. Lalu ada hadis di mana Rasulullah bersabda, “Antum a’lamu umuri dunyakum” – Kalian lebih tahu urusan dunia kalian.

Hadits ini sekalipun munculnya terkait dengan teknik pertanian, namun dipahami oleh generasi muslim terdahulu juga berlaku untuk teknik pengobatan. Itulah mengapa beberapa abad kaum Muslim memimpin dunia di bidang kedokteran, baik secara kuratif maupun preventif, baik di teknologinya maupun manajemennya.

Pada abad-11, Ibnu Sina menerbitkan bukunya Qanun fit-Thib, sebuah ensiklopedia pengobatan yang menjadi standar kedokteran dunia hingga abad 18. Di dalam kitab itu juga ditemukan saran Ibnu Sina untuk mengatasi kanker, yakni “pisahkan dari jaringan yang sehat, potong dan angkat.” Jadi, 1000 tahun yang lalu, jauh sebelum ada vaksinasi, sudah ada penyakit kanker! Karena penyakit ini memang sudah ditemui sejak Hipokrates, dokter Yunani Kuno. Jadi, tidak benar tuduhan bahwa kanker disebabkan oleh vaksinasi.

Semua penemuan teknologi ini tentunya hanya akan berhasil diaplikasikan bila masyarakat makin sadar hidup sehat, pemerintah membangun fasilitas umum pencegah penyakit dan juga fasilitas pengobatan bagi yang telanjur sakit. Tenaga kesehatan juga orang-orang yang profesional dan memiliki integritas, sebagai garda terdepan bukan orang-orang dengan pendidikan asal-asalan serta bermental pedagang.

Menarik untuk mencatat bahwa di Daulah Islam, pada tahun 800-an Masehi, madrasah sebagai sekolah rakyat praktis sudah terdapat di mana-mana. Tak heran bahwa kemudian tingkat pemahaman masyarakat tentang kesehatan pada waktu itu sudah sangat baik.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kaum muslim terdahulu memahami bahwa sehat tidak hanya urusan dokter, tetapi pertama-tama adalah urusan masing-masing, walaupun juga tidak direduksi hanya sekadar pada kebiasaan hidup bersih dan sehat. Ada sinergi yang luar biasa antara negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu dan sekelompok ilmuwan Muslim profesional yang memikul tanggung jawab mengembangkan teknologi.

Andaikata Khilafah kembali tegak, maka pencegahan penyakit tidak hanya sekedar urusan vaksinasi, tetapi khilafah juga tidak menafikan keberadaan vaksinasi karena ini adalah produk teknologi seperti teknologi lain yang dikembangkan ilmuwan muslim terdahulu.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi