Overlapping Tata Kelola Pelabuhan di Indonesia: Siapa yang diuntungkan?

Oleh. Ervan Liem

Kondisi persaingan pelabuhan di Indonesia kian hari kian memprihatinkan, bukan hanya soal keberadaan terminal khusus dan terminal umum yang pengelolaannya kini terbuka oleh swasta, namun juga masalah overlapping (tumpang tindih) pembagian operasional pelabuhan. Belum lama ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menggandeng BUMN dan swasta dalam urusan pengelolaan pelabuhan. Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk mengarahkan lebih banyak anggaran operasional dari pelabuhan tersebut kepada proyek pembangunan.

Namun apalah daya, kondisi sekarang justru membuat pelabuhan yang dikelola negara dan swasta bersaing. Tentu hal itu memengaruhi dan mendistorsi pasar karena ketika pelabuhan khusus melayani umum maka terjadi overlapping dengan pelabuhan umum itu sendiri, ini tentu merugikan negara dan membingungkan masyarakat.

Tata Kelola Pelabuhan Terjadi Overlapping Kebijakan

Cukup memprihatinkan, persaingan antara pelabuhan umum dan pelabuhan khusus atau terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) mulai memberikan distorsi pada pasar. Karena secara mendasar, TUKS dan juga terminal khusus (Tersus)yang harusnya berpedoman pada UU No 17 tahun 2008, yang mana mereka diperbolehkan mengelola hanya untuk wilayah kepentingan sendiri, wilayah khusus yang dekat dan di dalam sebuah pelabuhan dan tidak untuk umum. Layanan ini sekarang bersaing atau berinteraksi dengan layanan umum.

Persoalannya ketika mereka mau menjadi terminal yang mau melayani umum, maka ini merugikan. Pelabuhan khusus atau TUKS itu tidak membayar uang kewajiban, berupa konsesi. Walaupun mereka membayar PNBP (penerimaan negara bukan pajak) kepada pemerintah yang jumlahnya masih jauh dibandingkan konsesi 2,5 persen dari total pendapatan bruto.

Sehingga, memang dari sisi persaingan ada kecenderungan yang tidak baik. Biaya kewajiban mereka secara regulasi cenderung lebih murah. Namun, mengambil pasar pelabuhan umum, meskipun terbatas tapi karena terus diperpanjang oleh pemerintah.

Hal yang mungkin saja terjadi juga keengganan pemerintah dalam mengelola, dalam hal proyek strategis nasional mestinya pemerintah bisa memonopoli pelabuhan sebagai milik negara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Namun dengan alasan agar lebih kompetitif, maka pelabuhan besar seperti Tanjung Priok yang dikelola oleh BUMN di ‘head to head’ kan pula dengan Pelabuhan Patimban-Subang yang mana pengelolaannya dipegang oleh swasta.

Kiranya hal ini juga kurang tepat. Bahwa, sumber potensi yang mampu menambah pendapatan negara secara utuh namun harus berbagi dengan swasta. Dari sini, kondisi tersebut terkesan bahwa pemerintah mengobral pos-pos pendapatan yang seharusnya mampu dikelola BUMN tapi negara harus berbagi dengan swasta.

Dampak Negatif Pengelolaan Pelabuhan Besar di Indonesia oleh Swasta

Overlapping dari kebijakan soal pengelolaan pelabuhan di Indonesia tentu membuat iklim bisnis dan ekonomi tidak sehat. Bukan hanya soal aset yang mana jika pelabuhan atau terminal umum selama masa konsesi periode selasai 30 tahun dan semua asetnya balik ke negara. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk terminal khusus, jadi soal investasi pelabuhan ini sangat merugikan sektor pembangunan infrastruktur maritim, mendegradasi pasar hingga muncul persaingan yang tidak sehat.

Secara komersial, biaya operasional terminal khusus pasti akan lebih kompetitif. Bisa saja mereka menerapkan tarif yang lebih rendah daripada pelabuhan umum. Hal ini merupakan praktik yang tidak adil dan merugikan. Sementara instrumen pemerintah untuk melakukan pengawasan mengenai bidang ini masih terbatas.

Soal pelabuhan besar dan proyek strategis, Presiden Jokowi menyebut bahwa pelabuhan Tanjung Priok dan Patimban dapat berkompetisi untuk memberikan pelayanan, khususnya untuk bidang logistik. “Saya kira di Patimban tolnya di 2024 akan selesai dan yang baik adalah ada kompetisi antara Tanjung Priok dan Patimban, dan itu yang menyebabkan layanan akan jauh lebih baik,” kata Jokowi dikutip dari Antara, Rabu (21/9/2022).

Perihal ini kiranya kurang tepat, karena bagaimanapun mega proyek pelabuhan Patimban saat ini dipegang oleh pengelola swasta. Tentu negara tidak akan bisa maksimal memperoleh pendapatan, apalagi potensi dari pelabuhan ini sangat memegang peranan penting bagi perindustrian di Jawa Barat dan sekitarnya.

Strategi Islam dalam Memberikan Solusi Soal Tata Kelola Pelabuhan

Seharusnya pemberian hak atau kewenangan melakukan jasa terminal umum oleh terminal khusus itu terbatas saat kondisi darurat saja. Misalnya, ketika suatu daerah belum memiliki pelabuhan umum atau ketika pelabuhan terdekat sudah tidak memiliki kemampuan lagi atau terbatas. Itu pun harus diperjelas dan ada upaya untuk pembangunan yang mengutamakan terminal umum. Dengan catatan, pelabuhan umum ini dikelola oleh negara melalui BUMN atau BUMD.

Mengingat juga bahwa pelabuhan atau terminal khusus ini kan keberadaanya memang khusus untuk menopang kepentingan industri dari perusahaannya sendiri, misalnya galangan kapal, pabrik semen, dan sebagainya. Mereka juga perlu fokus ke tujuan awal bukan berekspansi sebagai pesaing dari pelabuhan umum.

Dalam pandangan Islam, pemimpin itu adalah pelayan rakyat yang memudahkan dan memfasilitasi aktivitas rakyat agar sejahtera kehidupannya. Artinya, segala upaya yang dilakukan pemerintah harus bertujuan untuk kesejahteraan rakyat dunia dan akhirat.

Pengelolaan pelabuhan yang mana adalah merupakan memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional harusnya dipegang dan dikendalikan secara penuh oleh pemerintah, bukan dengan mekanisme pembukaan investasi kepada swasta dan asing. Sebab, hal tersebut akan berpotensi jalur perdagangan laut mudah dikendalikan oleh pihak swasta dan asing. Tentu ini membahayakan kedaulatan dan merapuhkan kemandirian bangsa.

Kiranya kita perlu berkiblat kepada era kejayaan Islam yang mana Nusantara disegani dunia karena memegang kendali penuh atas pelabuhan dan perdagangan. Sebagai buktinya adalah Kesultanan Aceh dengan Sultan Iskandar Muda, juga Kesultanan Demak yang memegang penuh pelabuhan Jepara yang kala itu menempatkan Syahbandarnya merupakan jabatan penting yang berada di bawah sultan. Yang hingga saat ini juga masih ada istilah tersebut, meski peranannya tidak seperti di era kesultanan Islam.

Kita ketahui bahwa tugas pokok Kantor Kesyahbandaran Utama adalah melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan serta pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial. Sejarah menjadi penanda bahwa Islam adalah sempurna, mengatur segala hal termasuk soal pengelolaan pelabuhan.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi