MENANG EKSIS DOANG, EMANG CUAN?

Sesuai request kawan-kawan, pengalaman Saya dalam bersyirkah atau partnership hingga terhitung mengalami kerugian 2,2 miliar akan Saya bagikan lewat postingan-postingan kedepan. Semoga bisa jadi pembelajaran. Aamiiin…
Sekadar info, nilai 2,2 miliar tersebut adalah total kerugian dari beberapa projek bisnis yang rugi, bahkan tutup, alias bangkrut. Minus! Artinya, bukan hanya berasal dari satu projek syirkah, melainkan banyak bisnis, lebih dari 10.
Maka tulisan ini akan Saya kasih hastag #PembelajaranSyirkah untuk menandakan dan memudahkan Anda dalam mencari postingan-postingan Saya terkait syirkah ini kedepannya.
Mari kita mulai….
Pembelajaran Syirkah pertama yang akan Saya bagikan berasal dari salah satu projek bisnis yang bergerak dalam industri Fashion (semua brand aslinya akan Saya samarkan, walaupun Anda pasti kepo sih entar, jangan lah ya. Hehe).
Singkat cerita, dalam projek Syirkah ini, Saya berakad sebagai Investor dengan salah seorang kawan yang sudah lama jadi pebisnis fashion. Akadnya tentu Murdhorobah, Saya Shohibul Maalnya (Investornya), sementara kawan Saya Mudhorribnya (Pengelolanya). Nilai investasi yang Saya tanamkan dalam projek ini memang gak banyak, hanya berkisar 100 juta rupiah saja. Tapi tetap saja, segitu juga berharga, kalau dipake beli Takjil Buka Puasa bisa untuk ratusan orang kayanya. Hihihi
Brand Fashionnya cukup terkenal di industrinya. Bahkan, banyak influencer dan content creator yang endorse brand tersebut secara cuma-cuma, alias tidak dibayar, bahkan seringkali mereka kepergok beli produknya tanpa diminta (bukan Gratisan). Tapi lagi-lagi, meskipun yang pakai produknya adalah artis dan selebritis, tetap saja performa perusahaan tidak dilihat dari tampilan moodboard Instagram, tidak juga dilihat dari bagusnya konten atau postingan, pun juga tidak dilihat dari siapa saja yang pakai produknya. Indikator keberhasilan bisnis ditentukan dari Dashboard Keuangan, entah itu Neracanya, Profit & Lossnya, atau Cashflownya.
Sialnya, setelah jalan beberapa bulan, perusahaan belum juga profit. Awalnya tentu kami memforecast bahwa perusahaan akan untung ketika di bulan sekian jika penjualan produk nyentuh angka sekian. Faktanya (dan soalnya), kacau. Semua rencana ambyar! Heu
Apa biang masalahnya?
Kami gak mampu menjaga fundamental bisnis secara ketat, sehingga COGS atau HPP nya tinggi dan cost opexnya gede banget. Imbasnya, profitability yang diharapnya nyentuh di angka 20-25% malah ambyar di bawah 10%, bahkan berkali-kali rugi, alias minus.
Sebagai seorang Investor, tentu ada rasa kecewa, karena uang yang diinvestasikan gak berkembang biak dan beranak pinak, eh malah justru boncos gak balik. Hal tersebut makin diperparah ketika alokasi anggaran atau uang yang diinvestasikan digunakan tidak sesuai posnya, dimana harusnya dipakai untuk pengadaan atau produksi produksi, eh malah dipakai untuk budget marketing dan salary tim. Dan cross posting lainnya…
Apa #PembelajaranSyirkah kali ini?
Sebagai Investor, pastikan ketika mau invest di perusahaan orang, kudu jelas akadnya dan peruntukkannya. Kita juga perlu melakukan Due Diligence terlebih dahulu untuk semua bisnis yang mau diinvest, jangan hanya gara-gara kenal atau teman dekat, eh main percaya gitu aja, tanpa saringan ketat dan carit tahu A to Z nya dulu, kecuali emang uangnya udah siap dan ridho bakal ilang kaya Saya. Gak mau dong tentunya? Ya iya lah… 😒
Sebagai Pengelola, pastikan benar-benar paham cara ngelola dan ngembangin bisnis yang bener. Jangan juga terlalu bermanis madu ngajak orang invest di bisnis Anda sementara Andanya sendiri belum punya kapasitas dan kapabilitas dalam menjalankan perusahaannya.
Penting juga untuk memiliki sifat yang sebagaimana diajarkan Rasulullah dalam berbisnis, yaitu Shidiq (Jujur), Amanah (Dapat Dipercaya), Fathonah (Cerdas), dan Tabligh (Pandai Menyampaikan). Jangan justru malah sebaliknya: tukang ngibul (boong mulu), khianat (gak amanah), bego (bloon), dan ditutup-tutupi (gak transparan).
Pertanyaan muncul, siapa yang nanggung kerugian dalam projek Syirkah kali ini?
Kata kuncinya:
Kerugian dari proporsi modal.
keuntungan dari kesepakatan.
Artinya, yang nanggung kerugian duit ya Saya, karena kan Saya investornya. Lantas pengelola ngalamin kerugian berupa abisnya waktu, energi, dan tenaga, tanpa ada gaji sama sekali.
Ingat ya, pengelola gak boleh digaji, mereka hanya boleh menerima bagi hasil (profit).
Jangan juga jadi pengelola mental pegawai, pas giliran perusahaan masih rugi, pengen dapat gaji, pas giliran perusahaan udah untung, pengen dapat bagi hasil (profit). Ciayelah, mentalmu itu lho. Plak!!!
Balik lagi ke case syirkah Saya…
Meskipun brand dari bisnis ini cukup dikenal di industrinya, tapi eksistensi brand bukan jaminan perusahaan tersebut cuan atau menghasilkan, kalau manajemen dan fundamental keuangannya ancur berantakan. Percuma followers di atas 300k, moodboard Instagram dibikin bagus dan mulus, muka-muka yang pake produknya selebritis dan influencer, tapi kalau laporan keuangannya minus terus, apa yang mau dibagi? Daun? Ya enggak dong…
Kerugian dari syirkah ini bagi Saya gak seberapa, karena masih ada cerita syirkah lain yang kerugian materinya 5-6x lipatnya, bahkan menyisakkan kerugian immateriil. Tapi nanti lah ya kapan-kapan disharenya. Satu per satu dulu.
Semoga kisah syirkah kali ini bisa jadi pembelajaran berharga buat kawan-kawan pebisnis semua, gak hanya buat pengelola, tapi juga buat investor. Aamiiin…
Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi