Mampukah Ekonomi AS Menopang Perang Baru?

Kekuatan militer Amerika Serikat (AS) secara statistik masih paling kuat di dunia.  Pada tahun 2024, belanja militer (defence outlay) mencapai USD 880 miliar atau sekitar 13,4% dari total pengeluaran APBN AS yang mencapai USD 6.1 triliun.1 Belanja pertahanan tersebut menyumbang hampir 40% dari total belanja militer oleh negara-negara di seluruh dunia pada tahun 2022.  Bahkan anggaran itu masih lebih besar dibandingkan dengan gabungan anggaran pertahanan 10 negara terbesar lainnya (Cina, Rusia, India, Arab Saudi, Inggris, Jerman, Prancis, Korea Selatan, Jepang, dan Ukraina).2

Besarnya anggaran pertahanan AS salah satunya disebabkan oleh keterlibatan AS dalam berbagai perang di negara lain. Contohnya adalah  pemberian bantuan militer kepada Ukraina. Paket bantuan AS terhadap Ukraina memang paling besar dibandingkan dengan negara-negara NATO lainnya.  Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 hingga 30 September 2023, jumlah bantuan yang disetujui oleh Kongres  mencapai  USD 113 miliar. Jumlah itu setara dengan  USD 6,8 miliar perbulan atau sekitar Rp 102 triliun perbulan (kurs Rp 15 ribu per USD). Pada  Oktober 2023, Pemerintahan Biden bahkan meminta tambahan anggaran untuk bantuan militer dan kemanusian untuk Ukraina dan Israel sebesar USD 105 miliar. Sebanyak USD 14,3 miliar akan diberikan  kepada Israel.3

Celakanya, besarnya biaya intervensi militer tersebut semakin banyak dikritik oleh publik AS.  Mereka mulai mempertanyakan bantuan yang berkelanjutan tersebut yang berpotensi menjadi “perang abadi” tanpa hasil yang jelas. Apalagi serangan balik Ukraina terhadap pasukan Rusia tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Padahal Ukraina  mendapatkan pasokan persenjataan yang melimpah dari negara-negara Barat yang dimotori AS.  Bahkan persediaan senjata Eropa dan beberapa stok senjata AS dilaporkan semakin menipis. Karena itu dalam jajak pendapat Gallup terbaru, 61% warga Amerika mengatakan bantuan keuangan yang diberikan kepada Ukraina oleh Washington seharusnya memiliki batasan, sementara hanya 37%  percaya bahwa AS seharusnya terus memberikan bantuan selama Ukraina meminta. Responden yang menganggap keterlibatan AS terlalu besar dan responden yang meminta segara diakhirinya perang tersebut juga mengalami tren peningkatan dibandingkan pada awal masa perang itu.4

Masih segar dalam ingatan rakyat AS, keterlibatan AS dalam perang Irak dan Afganistan telah menghabiskan anggaran yang berasal dari pajak yang ditarik dari mereka dalam jumlah gigantik. Menurut kajian Crawford (2021) dari Brown University, biaya yang dikeluarkan AS pada Perang Irak sejak tahun 2001 dan Perang Afganistan masing-masing sebesar USD 3,4 triliun dan USD 3,2 triliun. Jika  Homeland Security dimasukkan, total belanja Perang Irak dan Afganistan mencapai USD 8 triliun. Nilai ini setara dengan Rp 120 ribu triliun dengan asumsi kurs Rp 15,000 per USD.

Di sisi lain, kekuatan peralatan militer AS juga semakin rentan tersaingi. Peralatan tempur AS saat ini diakui pejabat Pentagon dalam kondisi sulit jika terjadi konflik bersenjata dengan Cina. Seperti diketahui, China saat ini sedang memperluas kekuatan nuklirnya dan meningkatkan ancamannya terhadap Taiwan, sekutu AS.  Kecemasan ini tampak dalam pernyataan Kepala Staf Gabungan, Jenderal Mark Milley, bersama Menteri Pertahanan Lloyd Austin di DPR yang meminta  peningkatan anggaran pertahanan yang mencapai rekor sebesar $842 miliar. Anggaran ini, menurut Milley, akan digunakan untuk menambah kekuatan militer AS, seperti pesawat tempur, membuat kapal perang baru, kapal selam serang bertenaga nuklir; juga berbagai senjata api jarak jauh, termasuk teknologi hipersonik ultra-cepat.5

Kelemahan militer AS juga diungkap oleh The Heritage Foundation. Lembaga yang rutin mengeluarkan indeks kekuatan militer AS (Index of U.S. Military Strength) tersebut menyimpulkan bahwa pada tahun 2023, kekuatan militer AS berada pada risiko yang signifikan sehingga tidak dapat memenuhi tuntutan dari satu konflik regional yang besar sambil menjalankan berbagai kegiatan militer di negara lain. Karena itu, menurut lembaga itu, militer AS tidak akan siap untuk menghadapi dua konflik regional besar yang hampir bersamaan, ditambah dengan lemahnya sekutu militer kunci AS.6

 

Kekuatan Ekonomi Melemah

Ekonomi AS yang mengalami berbagai indikasi pelemahan membuat negara itu tidak dapat terus menggenjot anggaran militernya. Menurut Congressional Budget Office, lembaga di bawah Kongres yang mengurusi masalah APBN, seperti dikutip Peterson Foundation, porsi belanja pertahanan AS tersebut akan menurun dalam 10 tahun ke depan, yaitu dari 3,1% dari PDB pada tahun 2023 menjadi 2,8% pada tahun 2033. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran pertahanan dalam 50 tahun terakhir sebesar 4,3% dari PDB.7

Kekuatan ekonomi AS saat ini semakin tersaingi oleh Cina.  Pada tahun 2022, sumbangan ekonomi AS terhadap ekonomi global mencapai 24,9%. Namun, porsi ini sudah berkurang drastis dibandingkan dengan dua puluh tahun lalu. Saat itu  ekonomi AS menyumbang 32,4% ekonomi global. Pertumbuhan pesat negara-negara Asia, khususnya Cina, ditambah dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi di AS, menyebabkan kekuatan ekonomi negara Paman Sam di pentas global semakin terkikis.

AS pun dihadapkan pada berbagai masalah ekonomi internal yang cukup pelik. Salah satunya adalah  ketimpangan ekonomi yang meningkat tajam. Jurang antara kaya dan miskin telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2022, menurut World Inequality Report, 10% penduduk terkaya di AS menguasai 70,7% kekayaan di negara itu,  sementara 1% penduduk menguasai 34,9% kekayaan.8 Permintaan barang dan jasa kelompok kecil tersebut akan relatif sangat kecil dibandingkan jika pendapatan tersebut terdistribusi lebih luas ke banyak  penduduk. Dorongan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih lambat.

Penduduk miskin di AS juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara kaya lainnya yang tergabung dalam OECD. Pada tahun 2022, persentase penduduk miskin di AS mencapai 11% atau sekitar 38 juta orang. Penduduk miskin paling besar berada di kalangan penduduk kulit hitam (17,1%), hispanik (16,9%), serta penduduk Indian Amerika dan penduduk asli Alaska (25%). 9

Publik AS juga menghadapi masalah krusial terkait dengan mahalnya pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kesehatan dan perumahan. Penduduk AS, misalnya, mengeluarkan dana yang jauh lebih besar untuk layanan kesehatan dibandingkan dengan negara-negara lain, namun tidak memiliki hasil layanan kesehatan yang lebih baik.10 Kemudian, sebanyak 49% penduduk AS mengatakan masalah keterjangkauan perumahan merupakan masalah besar bagi mereka. Naiknya harga rumah dan biaya sewa membuat banyak orang kesulitan untuk menemukan perumahan yang sesuai.11

Defisit neraca perdagangan AS juga semakin membesar. Permintaan impor yang melampaui ekspor telah menyebabkan ketidakseimbangan dalam pertumbuhan ekonomi AS. Dengan kata lain, konsumsi barang impor di AS telah melebihi kapasitas produksi yang diekspor ke negara lain. Selain itu banyak perusahaan lebih suka berinvestasi di luar AS karena dianggap lebih menguntungkan. Faktor seperti tenaga kerja yang lebih murah di negara lain memainkan peran dalam keputusan ini.

AS juga mulai kedodoran dalam beberapa aspek yang mendukung daya saing ekonominya, seperti infrastruktur dan pendidikan, dibandingkan dengan ekonomi negara maju lainnya.  Kualitas infrastruktur AS  telah menurun secara stabil selama dua dekade terakhir. Pengeluaran untuk infrastruktur di AS menduduki peringkat bawah di antara negara-negara  G20. Cina membelanjakan 4,8% dari PDB untuk infrastruktur atau hampir sepuluh kali lebih banyak dibandingkan dengan Amerika Serikat, yang hanya 0,5% dari PDB-nya.12

Daya saing sumberdaya manusia di AS juga terus menurun. Hal ini disebabkan oleh kurangnya investasi AS dalam modal manusia. Skor ujian siswa AS masih di bawah rata-rata global. Berdasarkan data PISA, kemampuan siswa AS untuk bidang studi matematika terus menurun dari peringkat 15 pada tahun 2000 menjadi peringkat 38 pada tahun 2018.13 Hal ini menjadi indikasi sulitnya warga AS bersaing pada industri yang berbasis sains dan teknologi. Untungnya, persoalan SDM terbantu oleh kebijakan imigrasi AS yang mempermudah masuknya penduduk asing dengan pendidikan dan keterampilan yang mumpuni.

 

Ancaman Utang

Salah satu persoalan ekonomi yang paling serius dihadapi AS adalah masalah utang yang semakin menggunung, yang kini hampir mencapai USD 35 triliun.  Prosentase utang Pemerintah AS terhadap PDB terus meningkat  karena defisit anggaran yang semakin kronis. Menurut mantan Menteri Keuangan Larry Summers, defisit anggaran AS saat ini merupakan masalah serius. Pasalnya, menurut dia, defisit tahun 2023 mencapai USD 1,7 triliun atau sekitar 5,3% dari PDB, jauh di atas rata-rata 3,8% dalam 40 tahun terakhir.14 Dalam 10 tahun mendatang  (2024-2033) defisit kumulatif APBN AS akan mencapai  USD 17 triliun.

Utang yang disebabkan pelebaran defisit tersebut diperburuk oleh tingkat suku bunga  yang telah naik secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi pula biaya bunga utang yang harus dibayar oleh Pemerintah AS.   Bahkan perkiraan belanja bunga utang pada tahun 2027, yang mencapai USD 929 miliar, sudah lebih besar dibandingkan dengan belanja militer dan belanja medis (medicaid) yang masing-masing sebesar USD 926 miliar dan USD 652 miliar.15

Beban utang dan biaya bunga yang meningkat tersebut akan mengurangi anggaran Pemerintah untuk melakukan investasi publik. Padahal ini penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan daya saing, seperti pendidikan, riset dan pengembangan, serta infrastruktur. Dengan kata lain, negara itu juga akan memiliki lebih sedikit sumberdaya untuk diinvestasikan untuk masa depannya.

Utang yang besar itu juga akan meningkatkan ekspektasi inflasi sehingga menggerus kepercayaan terhadap dolar AS. Dengan tingkat utang yang tinggi, Pemerintah AS akan memiliki lebih sedikit fleksibilitas dalam menghadapi krisis, seperti  resesi besar tahun 2007–2009. Utang yang meningkat tajam tersebut juga akan mengancam jaringan pengaman  sosial AS seperti Medicaid dan Social Security. Ini akan membebani penduduk berekonomi lemah.16

 

Mimpi Buruk

Utang Pemerintah AS yang  menggunung  dengan cepat itu belakangan telah meningkatkan kecemasan para investor.  Sebagai informasi, utang AS sebagian besar dalam bentuk surat utang yang dijual kepada para investor baik swasta maupun pemerintah negara lain. Jika kepercayaan mereka melemah terhadap pengelolaan utang Pemerintah AS, maka mereka akan mengurangi atau melepaskan sama sekali kepemilikan surat utang tersebut. Dampaknya, harga surat utang akan turun. Konsekuensinya, suku bunga atau yield-nya akan meningkat.

Kecemasan tersebut tersebut telah terlihat dalam beberapa bulan terakhir. Suku bunga obligasi Pemerintah AS naik signifikan. Sejak pertengahan tahun 2023, suku bunga obligasi Pemerintah dalam tenor 10 tahun berada dalam kisaran 4-5 persen, paling tinggi setidaknya dalam 10 tahun terakhir.17 Akibatnya, pada bulan Agustus, Fitch Ratings Inc. mencabut peringkat kredit AAA, peringkat tertinggi untuk surat utang AS. Dengan kata lain, risiko investasi pada surat utang Pemerintah AS lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.

Karena itu bukan hal yang mustahil bahwa jika kondisi fiskal AS terus memburuk, para investor mungkin akan secara masif melepaskan kepemilikan mereka atas surat utang Pemerintah AS. Jika situasi ini terjadi, beban bunga dan pembayaran utang akan terus meningkat. Ini pada akhirnya akan memaksa pengurangan anggaran belanja untuk sektor publik, termasuk militer. Jika tekanan ini berlanjut, bukan hanya keberlanjutan fiskal AS yang terancam pada masa mendatang, tetapi juga ekonomi negara tersebut.

Alhasil, kekuatan ekonomi AS saat ini terus menurun. Tingkat kepercayaan terhadap instrumen ekonominya, seperti dolar AS, surat utang, dan kebijakan moneternya semakin banyak dikritisi. Semua itu secara tidak langsung akan sangat berpengaruh pada kekuatan militer AS, yang saat ini juga cenderung melemah. Jika AS terlibat dalam pertempuran sengit dengan negara lain yang memiliki kekuatan militer yang tangguh, apalagi berlangsung dalam waktu yang lama, maka sama saja ia menggali kuburannya sendiri. Karena itu AS lebih hati-hati dalam menghadapi konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan dengan Cina mengenai Taiwan dan Laut Cina Selatan. Semua itu lantaran AS tak lagi seperkasa dulu. Pengalaman AS di Vietnam, Irak dan Afganistan saja, yang memiliki peralatan militer yang relatif sederhana, telah menjadi mimpi buruk bagi pasukan AS. Bayangkan ketegangan yang akan dialami AS jika dihadapkan pada persekutuan negeri-negeri Muslim di bawah satu kepemimpinan politik global, sebagaimana terjadi pada masa keemasan Khilafah Islam. Pasukan Muslim lebih mencintai kematian sebagaimana pasukan AS mencintai dunia.

WalLahu a’lam bi ash-shawaab. [Muis]

 

Catatan kaki:

1        White House. Budget of the United States Government, Fiscal Year 2024. https://www.whitehouse.gov/wp-content/uploads/2023/03/budget_fy2024.pdf

2        SIPRI Military Expenditure Database. https://www.sipri.org/databases/milex

3        US aid to Israel and Ukraine: Here’s what’s in the $105 billion national security package Biden requested. CNN (October 20, 2023). https://edition.cnn.com/2023/10/20/politics/us-israel-ukraine-aid-package/index.html

4        Gallup (2023). American Views on the Ukraine War in 6 Charts. https://news.gallup.com/poll/513680/american-views-ukraine-war-charts.aspx

       “Pentagon Says Record Defense Budget Is Necessary To Compete With China.” Time (23 March, 2023) https://time.com/6265633/china-pentagon-budget/

6        The Heritage Foundation (2023). Executive Summary of the 2023 Index of U.S. Military Strength. https://www.heritage.org/military-strength/executive-summary

7        Peterson Foundation (24 April, 2023). The United States spends more on defense than the next 10 countries combined. https://www.pgpf.org/blog/2023/04/the-united-states-spends-more-on-defense-than-the-next-10-countries-combined

8        Chancel, L., Piketty, T., Saez, E., Zucman, G. et al. World Inequality Report 2022, World Inequality Lab wir2022.wid.world

9        United State Census Bureau. Poverty in the United States: 2022. https://www.census.gov/library/publications/2023/demo/p60-280.html#:~:text=Highlights-,Official%20Poverty%20Measure,decreased%20 between%202021%20and%202022.

10      Peterson Foundation (July 12, 2023). How does the US healthcare system compare to other countries? https://www.pgpf.org/blog/2023/07/how-does-the-us-healthcare-system-compare-to-other-countries

11      Pew Research Centre (January 18, 2022). A growing share of Americans say affordable housing is a major problem where they live. https://www.pewresearch.org/short-reads/2022/01/18/a-growing-share-of-americans-say-affordable-housing-is-a-major-problem-where-they-live/

12      Council of Foreign Relations. The State of U.S. Infrastructure. https://www.cfr.org/backgrounder/state-us-infrastructure

13      Wikipedia. Programme for International Student Assessment. https://en.wikipedia.org/wiki/Programme_for_International_Student_Assessment

14      Market Watch (Oct. 31, 2023) ). U.S. fiscal deficit a ‘more serious problem than ever before,’ says Larry Summers https://www.marketwatch.com/story/u-s-fiscal-deficit-a-more-serious-problem-than-ever-before-says-larry-summers-055d8cbc

15      White House (2023). Budget of the United States Government, Fiscal Year 2024. https://www.whitehouse.gov/wp-content/uploads/2023/03/budget_fy2024.pdf

16      Peter and Peterson Institute. The Fiscal & Economic Impact. https://www.pgpf.org/the-fiscal-and-economic-challenge/fiscal-and-economic-impact

17      https://ycharts.com/indicators/10_year_treasury_rate

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi