Keunggulan Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Kapitalisme saat ini telah dianut oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. Sistem ini dianggap berhasil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi di berbagai bidang, termasuk sains dan teknologi, yang telah memberikan dampak yang menguntungkan bagi banyak orang. Namun, di balik kesuksesan tersebut, sistem Kapitalisme juga memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap umat manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh sistem ini tidak hanya terjadi di tingkat global dan negara, tetapi juga merasuki tingkat rumah tangga dan individu. Beberapa indikasinya antara lain, ketimpangan ekonomi yang tinggi, rusaknya tatanan masyarakat, dan ketidakstabilan ekonomi yang bersifat inheren di dalam sistem itu.

 

Ketimpangan Ekonomi yang Akut

Salah satu pilar ekonomi Kapitalisme adalah menyerahkan mekanisme distribusi barang dan jasa kepada pasar melalui mekanisme harga. Harga dipandang sebagai sarana efektif mendorong produksi dan mendistribusikan kekayaan. Dampak dari pemikiran ini adalah terjadinya persaingan di antara pelaku usaha untuk menjadi yang paling efisien. Persaingan yang tidak terkendali tersebut menyebabkan konsentrasi kekuatan pasar di tangan beberapa perusahaan. Mereka tidak hanya mampu mengendalikan harga yang kadang merugikan konsumen dan usaha kecil. Mereka juga mampu mempengaruhi pemerintah, legislatif dan penegak hukum agar aturan sejalan dengan kepentingan mereka. Tidak jarang para pelaku ekonomi inilah yang bertindak sebagai penguasa dalam bentuk oligarki.

Sistem Kapitalisme yang bergantung pada kekuatan pasar untuk mengalokasikan sumberdaya ini mengakibatkan setiap individu  berjuang secara mandiri untuk mengakses kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Sebagian masyarakat yang memiliki keterbatasan, baik berupa fisik, modal, intelektual maupun entrepreneurship, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sebagian penduduk bahkan sama sekali tidak memiliki akses sehingga hidup menderita bahkan terpaksa kehilangan nyawa. Di sisi lain, segelintir orang memiliki kekayaan yang berlimpah.

Sistem Kapitalisme yang bergantung pada pasar juga telah menciptakan monopoli bagi negara-negara Barat atas negara lain di dunia. Melalui kekuatan politik dan invasi ekonomi, mereka dapat mengendalikan pasar dan sumber daya negara-negara lain. Akibatnya, penduduk di negara-negara Barat dapat hidup dalam kemakmuran karena menjajah negara-negara lain. Namun, jutaan penduduk di negara-negara yang terjajah atau dikuasai oleh monopoli tersebut menderita. Dampaknya sangat terlihat dari tingginya kesenjangan antara masyarakat di negara-negara Afrika dengan Uni Eropa yang telah menjajah benua tersebut selama puluhan tahun. Data dari Global Hunger Index, yang mengukur tingkat kelaparan dan kekurangan gizi di setiap negara, menunjukkan bahwa negara-negara di Afrika seperti Burundi, Somalia, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah dan Kongo memiliki indeks yang masuk dalam kategori yang mengkhawatirkan (alarming).1 Tingkat kemiskinan juga sangat tinggi di negara-negara tersebut, misalnya Somalia (71%), Kongo (70%), dan Republik Afrika Tengah (62%).2 Padahal negara-negara tersebut memiliki kekayaan alam yang melimpah. Sebagai contoh, Kongo menghasilkan banyak tembaga, intan, timah, emas, dan lebih dari 63% produksi kobalt global yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri kendaraan listrik.

 

Rusaknya Tatanan Masyarakat

Sistem ekonomi Kapitalisme merupakan penyebab rusaknya tatanan masyarakat karena mengutamakan nilai materi sebagai ukuran utama kesuksesan dan kemajuan. Dalam sistem ini, kesuksesan individu atau suatu negara sering diukur berdasarkan faktor materi, seperti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Nilai moral atau spiritual dalam kegiatan produksi seringkali diabaikan, dan jika memang ada, sering dihubungkan dengan kompensasi materi.3 Contohnya, para investor dapat berinvestasi dalam lembaga dan produk keuangan yang berlabel syariah karena potensi keuntungan yang besar. Namun, prinsip-prinsip syariah sering dilanggar jika dianggap menghambat dalam mencapai keuntungan.

Pandangan materialistik yang dominan dalam masyarakat dapat menyebabkan krisis spiritual, moral dan akhlak baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Dampaknya terlihat dalam meningkatnya kasus penipuan di sektor keuangan, eksploitasi tenaga kerja dengan upah rendah dan eksploitasi terhadap perempuan. Pandangan materialistik juga mendorong individu dan perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa yang menghasilkan keuntungan, tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkannya bagi masyarakat. Contohnya, industri pornografi, minuman keras dan perjudian, tumbuh subur di berbagai negara. Di Indonesia, pemerintah secara resmi menjadikan cukai minuman keras sebagai salah satu penerimaan negara.

Pelaku usaha dalam sistem Kapitalisme cenderung memprioritaskan keuntungan jangka pendek dan mengabaikan dampak negatif bagi masyarakat dalam jangka panjang. Sebagai akibatnya, mereka terus memproduksi barang dan jasa tanpa mempertimbangkan kerusakan lingkungan, penurunan kualitas kesehatan, dan kerusakan nilai-nilai sosial. Sebagai contoh, sebuah studi mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial telah menyebabkan 40 persen anak dan remaja mengalami masalah kesehatan mental.4 Meskipun demikian, pengakuan Frances Haugen, mantan manajer produk tim integritas publik Facebook, menyatakan bahwa raksasa media sosial tersebut menyadari bahwa platformnya memiliki dampak negatif pada generasi muda, namun minim tindakan yang efektif dilakukan untuk mengubah situasi tersebut.5

 

Ketidakstabilan yang Bersifat Inheren

Negara-negara yang mengadopsi sistem Kapitalisme juga sangat rentan terhadap krisis. Sistem ini rentan terhadap krisis ekonomi yang terjadi dalam pola siklus, yaitu periode menggelembung (boom) dan meletus (burst). Beberapa faktor yang memperkuat ketidakstabilan ini meliputi sistem keuangan yang ribawi, penggunaan standar moneter berbasis mata uang kertas (fiat money), serta adanya pasar komoditas berjangka yang memungkinkan perilaku spekulatif dari para pemilik modal. Dampak dari perilaku tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan yang merugikan publik secara luas. Salah satu contohnya adalah merosotnya nilai tukar rupiah, yang langsung berdampak pada tingkat kesejahteraan rumah tangga karena negara bergantung pada impor pangan.

Krisis ekonomi, baik dalam bentuk resesi maupun depresi, telah menyebabkan dampak yang serius, termasuk tingkat pengangguran yang tinggi, kebangkrutan perusahaan, dan penurunan signifikan dalam kekayaan masyarakat. Sayangnya, regulasi yang diterapkan oleh pemerintah terbukti tidak memadai dalam mencegah praktik spekulasi yang menjadi penyebab utama krisis tersebut. Salah satu alasan utamanya adalah pemerintah sering tunduk pada selera para investor dalam proses pembuatan regulasi. Sebagai contoh, Laporan Komisi Penyelidikan Krisis Keuangan tahun 2011 yang dibentuk oleh Kongres AS mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menyebabkan krisis keuangan tahun 2008, antara lain, gelembung pasar perumahan, pengambilan risiko yang berlebihan oleh lembaga keuangan, praktik kredit perumahan yang tidak sehat, dan kegagalan regulasi dalam mencegah terjadinya krisis tersebut.6

 

Keunggulan Sistem Ekonomi Islam

 

  1. Aturan yang adil dan seimbang.

Sistem ekonomi Islam berasal dari Allah SWT, Tuhan Yang Mahasempurna dan Mahaadil. Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam sangat sesuai dengan karakter manusia yang memiliki berbagai kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani maupun naluri keagamaan, bertahan hidup, dan seksual. Penerapan sistem ekonomi ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan nilai dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Sistem ini tidak akan menyebabkan dominasi nilai-nilai materialistik sementara nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, dan akhlak terabaikan. Setiap aktivitas, termasuk kegiatan ekonomi, memiliki dimensi ruhani yang melibatkan kesadaran akan hubungan manusia dengan pencipta melalui keterikatan pada aturan-aturan Islam. Dalam pembuatan regulasi, sistem ekonomi Islam sepenuhnya tunduk pada ketentuan syariah yang sempurna. Dengan demikian tidak ada ruang bagi para pemodal untuk mengintervensi pembuatan hukum agar tunduk pada kepentingan mereka.

 

2. Distribusi kekayaan yang adil.

Berbeda dengan Kapitalisme yang mengandalkan mekanisme pasar dalam mendistribusikan kekayaan, Islam memiliki metode distribusi yang mampu menjamin setiap individu di dalam negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Islam mewajibkan negara untuk menjamin agar seluruh individu masyarakat di suatu negara mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu pangan, sandang, dan perumahan melalui jaring pengaman sosial berlapis, mulai dari individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Islam mendorong laki-laki yang sudah balig untuk bekerja memenuhi kebutuhan diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti istri, anak, saudara perempuan, dan orangtua yang sudah tidak produktif.  Negara akan membantu mereka yang wajib bekerja dengan menyediakan lapangan kerja dan sarana pendukungnya. Negara lewat Baitul Mal akan turun tangan langsung memenuhi kebutuhan dasar tersebut jika pihak penanggung tidak ada atau tidak sanggup memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarganya. Nabi saw. bersabda, “Siapa saja yang meninggalkan harta maka bagi ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan tanggungan maka kami yang menjaminnya.” (HR al-Bukhari).

Islam juga melarang kegiatan hoarding atau penimbunan kekayaan dalam bentuk mata uang sehingga ia tidak terdistribusi ke publik. Konsep ini bertolak belakang dengan sistem Kapitalisme yang justru membiarkan pemilik kekayaan untuk menimbun kekayaan baik secara privat maupun disimpan misalnya di bank. Sektor perbankan sendiri menempatkan sebagian dana nasabah tersebut di rekening bank sentral atau di pasar modal dengan pendapatan bunga yang menguntungkan. Padahal di sisi lain, banyak pengusaha kecil yang kesulitan mendapatkan modal lantaran tak memenuhi syarat untuk mendapatkan modal perbankan.

 

3. Sistem moneter dan sistem keuangan yang stabil.

Sistem ekonomi Islam mengatur bahwa standar moneter negara adalah emas dan perak. Meskipun demikian, individu di dalam masyarakat tidak dilarang dalam menggunakan berbagai alat transaksi selain kedua komoditas itu. Berbeda dengan standar mata uang kertas (fiat money), standar emas dan perak memiliki nilai nominal dan nilai intrinsik atau nilai yang terdapat pada fisik uang itu sendiri. Karena itu nilai uang menjadi lebih stabil sebab nilainya tidak tunduk pada keputusan otoritas moneter yang dapat mengatur jumlah uang beredar melainkan pada nilai intrinsik kedua komoditas itu sendiri. Nilainya tidak turun atau naik lantaran negara mengalami defisit atau surplus neraca pembayaran.

Dalam sistem keuangan Islam juga terdapat larangan terhadap praktik-praktik transaksi keuangan yang terdapat dalam sistem kapitalisme, yang sering menjadi penyebab instabilitas keuangan. Beberapa larangan tersebut meliputi transaksi riba (bunga), transaksi saham perseroan terbatas di pasar modal, dan transaksi di pasar komoditas berjangka. Larangan tersebut mencegah terjadinya kegiatan spekulasi yang mengakibatkan nilai tukar mata uang atau komoditas yang dapat naik dengan tidak rasional.

 

4. Keuangan negara yang sehat.

Berbeda dengan APBN Kapitalisme yang bertumpu pada pajak dan pembiayaan utang riba, APBN di dalam sistem Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pertama dan utama. Pembiayaan utang dalam bentuk utang ribawi dan syarat-syarat yang merugikan tidak akan menjadi pilihan negara. Karena itu sebagian pengeluaran negara tidak terbuang percuma, seperti yang terjadi di Indonesia yang nilai pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dibandingkan belanja modal.

Di dalam ekonomi Islam, sumber pendapatan dan pengeluaran sepenuhnya mengacu pada dalil-dalil syariah. Sumber tersebut antara lain: ghaniimah, kharaj, ‘usyur, harta milik umum, harta milik negara, zakat dan pajak. Pajak hanya dipungut dari orang-orang kaya jika sumber-sumber tersebut tidak cukup. Utang riba di dalam sistem Islam haram sehingga negara tidak akan menjadikannya sebagai sumber pembiayaan defisit. Lagi pula, di Indonesia, pendapatan dari harta milik umum, seperti minyak, gas, batubara, nikel dan emas, akan sangat besar sehingga mampu memenuhi kebutuhan pengeluaran negara.

 

5. Sektor riil tumbuh lebih produktif.

Di negara-negara kapitalis, orang-orang kaya dan korporasi dikenakan pajak yang sangat tinggi sehingga sebagian dari kekayaan mereka justru disedot oleh negara. Sebaliknya, di Negara Islam kegiatan bisnis akan sangat subur sebab pajak tidak dikenakan pada badan usaha, tetapi hanya kepada penduduk yang kaya. Itupun bersifat temporer. Tidak terus-menerus. Selain itu, sistem ekonomi yang bebas dari transaksi ribawi membuat biaya produksi menjadi lebih efisien dibandingkan dalam sistem kapitalisme yang membebankan bunga pada setiap modal yang dipinjam. Negara juga akan mendistribusikan kekayaannya untuk mengembangkan ekonomi masyarakat. Misalnya, dalam sektor pertanian, negara akan mendistribusikan tanah negara secara gratis beserta bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan. Tanah pertanian yang tidak produktif selama tiga tahun akan disita dan diserahkan kepada mereka yang mampu mengelolanya. Dengan demikian tidak ada tanah yang terbengkalai tanpa pengelolaan, sementara jutaan petani hanya memiliki lahan sempit yang kurang produktif. Berbagai aturan tersebut akan mendorong pengembangan bisnis berbagai sektor sehingga mampu menyerap banyak lapangan kerja.

Demikianlah beberapa contoh keunggulan sistem ekonomi Islam dibandingkan dengan sistem ekonomi kapitalis. Meskipun demikian, patut dicatat, ekonomi Islam hanya merupakan salah satu bagian dari sistem Islam yang mengatur aspek kehidupan masyarakat dalam suatu negara, seperti sistem pemerintahan, sistem sosial, dan sistem sanksi. Penerapan sistem Islam tersebut secara totalitas merupakan kewajiban bagi kaum Muslim. Adapun metodenya seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. adalah melalui pendirian negara yang diselenggarakan berdasarkan praktik kenabian. Di dalam kitab-kitab fikih muktabar, negara tersebut dikenal dengan istilah Khilafah Islamiyah.

WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [Muis]

 

Catatan kaki:

1        Global Hunger Index Scores by 2022 GHI Rank. https://www.globalhungerindex.org/ranking.html. Diakses 11 Juli 2023.

2        Joe Hasell, et al. Poverty. https://ourworldindata.org/poverty. Diakses 11 Juli 2023.

3        Alfred Marshall, Principle of Economics, edisi ke-8 (England: Palgrave Macmillan, 2013), hal. 47; Lionel Robbins, An Essay on The Nature and Significance of Economic Science (London: MacMillan & Co, 1932), hal.4.

4        The Guardian (1 Januari 2023). Social media triggers children to dislike their own bodies, says study. https://www.theguardian.com/society/2023/jan/01/social-media-triggers-children-to-dislike-their-own-bodies-says-study. Diakses 11 Juli 2023.

5        CBS News (4 Juni, 2023). More than 2,000 families suing social media companies over kids’ mental health. https://www.cbsnews.com/news/social-media-lawsuit-meta-tiktok-facebook-instagram-60-minutes-transcript-2023-06-04/. Diakses 11 Juli 2023.

6        The Financial Crisis Inquiry Commission’s 2011 report, “The Financial Crisis Inquiry Report: Final Report of the National Commission on the Causes of the Financial and Economic Crisis in the United States” (Financial Crisis Inquiry Commission, 2011). https://www.govinfo.gov/content/pkg/GPO-FCIC/pdf/GPO-FCIC.pdf. Diakses 11 Juli 2023.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi