30 JURUS MENGUBAH NASIB;UBAH TRADISI

Oleh : Ust. Prof. Dr. -Ing. H. Fahmi Amhar
Penyunting : Jusmin Juan

(Apa Yang Bisa Kita Ubah Agar Allah Mengubah Nasib Kita)

Hari-22 : UBAH TRADISI

Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu tradisi yang mereka jalani

Suatu aktivitas yang dijalankan rutin dalam periode tertentu, lama-kelamaan akan membentuk kebiasaan (habbit). Habbit ini bila kemudian diikuti orang banyak, akan membentuk sebuah Tradisi. Mereka telah memiliki tradisi seperti itu, akan membentuk alam bawah sadar bagi orang-orang baru, agar juga mengikuti habbit tersebut.

Yang menjadi persoalan adalah apakah tradisi itu tersebut yang positif atau negatif? Sesuatu yang ada dasar rasional atau ilmiahnya atau tidak?

Banyak tradisi di sekitar kita yang tidak jelas manfaatnya. Kita sebut saja, tradisi memakai jas di acara resmi. Kalau itu dilakukan di negeri yang beriklim sejuk, mungkin positif. Tetapi negeri tropis seperti Indonesia, memakai jas sebenarnya tidak masuk akal. Karena kegerahan, akhirnya secara resmi seperti itu harus dilakukan di ruangan berpendingin udara. Tidak ramah lingkungan. Sebuah tradisi yang salah akan diikuti oleh keputusan yang salah.

Kenapa bisa demikian, karena kita mengikuti tradisi para penjajah Belanda. Sebelum zaman kolonial, pakaian adat nenek moyang kita relatif lebih sesuai dengan kondisi lingkungan. Ini suatu bentuk kearifan lokal. Meskipun ada juga kearifan lokal yang boleh jadi juga tidak rasional. Meski demikian, tradisi yang tidak rasional tidak selalu negatif. Ada juga yang dampaknya positif. Tradisi berbau mistik dikalangan suku Badui Dalam di Banten misalnya, telah melestarikan hutan di sana, sekalipun alasannya tidak rasional.

Kita memang bertransformasi dari tradisi-tradisi lama yang irrasional dan negatif ke tradisi-tradisi baru yang rasional dan positif. Tradisi irrasional sekalipun positif, suatu saat pasti akan tergerus oleh zaman. Kita tidak bisa melawan arus modernitas, semakin hari semakin banyak orang yang semakin kritis pada semua hal.

Ada memang beberapa tradisi yang harus diubah

Ada tradisi yang hanya ada dilingkup keluarga kita. Akankah kita akan mentradisikan memperingati ulang tahun? Atau kita akan memilih momen-momen lain yang bisa dimaknai sama?
Kalau ulang tahun diperingati, bentuk peringatan seperti apa yang akan ditradisikan? Apakah seperti orang lain merayakannya?

Ada tradisi yang hanya ada di lingkungan tetangga kita. Akankah kita mentradisikan untuk kerja bakti sebulan sekali di lingkup RW? atau ibu-ibu kumpul-kumpul PKK? Atau kita memilih even yang lain untuk meningkatkan rasa kebersamaan di antara tetangga?

Ada tradisi di lingkungan kerja kita. Akankah kita meneruskan tradisi apel tiap senin pagi? Atau pembagian THR menjelang Lebaran? Kalau ya, apa bentuknya harus sama seperti selama ini? Atau bisa dibuat lebih inspiratif, lebih kreatif, dan juga lebih ekonomis?

Dan banyak tradisi di negara kita. Acara-acara seremonial yang mahal padahal miskin makna. Penanggulangan Bencana yang mestinya cepat tetapi masih harus menunggu penugasan perjalanan dinas yang birokratis.

Pembuatan undang-undang yang harus pakai jalan-jalan studi banding kel uar negeri. Bahkan sebagian tradisi ini sudah diformalkan menjadi regulasi (peraturan). Apakah tradisi-tradisi semacam ini akan kita teruskan? Atau perlu kita ubah agar lebih bermanfaat, sasarannya lebih tepat, juga anggarannya bisa dihemat?

Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah banyak tradisi dalam hidup kita. Mudah-mudahan, pada hari ke-22 bulan Ramadhan, kita sudah memperbaiki tradisi kita, agar Allah mengubah nasib kita.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi