30 JURUS MENGUBAH NASIB; UBAH INTERNALISAS

Oleh : Ust. Prof. Dr. -Ing. H. Fahmi Amhar
Penyusun : Jusmin Juan

(Apa Yang Bisa Kita Ubah Agar Allah Mengubah Nasib Kita)

Hari-8 : UBAH INTERNALISASI

Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu cara mereka meng-internalisasi (menghayati) apa yang mereka telah ketahui dan amalkan

Perbedaan manusia dengan malaikat adalah, manusia itu diberi kebebasan memilih, apa yang ingin dilakukannya. Kalau malaikat semuanya taat, tidak bisa ingkar atau maksiat. Malaikat tidak diberi pilihan. Manusia bisa memilih. Pilihan itu sesuai dengan apa yang diketahuinya, dan apa yang setelah itu menurutnya bermanfaat atau menguntungkannya, baik langsung maupun tidak langsung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tanpa internalisasi, banyak amal dilakukan tanpa ruh, hanya seperti robot. Ada orang sholat sudah puluhan tahun, bahkan juga berkali-kali, tetapi tetap belum bisa “Menghadirkan” Allah dalam dirinya. Dia kesulitan merasakan nikmatnya ihsan dan ikhlas. Dia belum pernah merasakan nikmatnya menangis di hadapan Allah, atau bergetar hatinya ketika mendengar ayat-ayat Allah, Hanya orang yang rajin melatih menginternalisasikan amalnya itu yang mampu merasakan kelezatan Iman.

Ketika dia wudhu, dia merasakan Allah sedang membersihkan noda-noda dosa dari dirinya. Ketika dia sujud, dia merasa bersimpuh di depan Allah Yang Maha Perkasa, yang menghukumnya atas kesalahannya.

Para Sahabat Nabi pun adalah orang-orang yang begitu menghayati apa yang mereka dengar dari Nabi. Ketika Qur’an mengabarkan tentang kenikmatan hidup di surga, maka surga itu seakan-akan ada dipelupuk mata mereka, sehingga mereka rela mengorbankan apa saja agar bisa memasuki surga.

Dewasa ini banyak orang yang alim dalam arti memiliki cukup pengetahuan. Namun pengetahuan mereka tidak merasuk hingga sukma. Akibatnya pengetahuan tidak menjadi faktor pengubah kehidupan mereka.

Pada umumnya, mereka gagal dalam Internalisasi pengetahuannya itu, disebabkan oleh 3 hal :
1. Adanya ketakutan akan sesuatu, yang mungkin juga mitos asumsi. Misalnya, ada muslimah yang belum memakai jilbab karena khawatir akan dipecat, dari tempat kerjanya, atau sulit dapat jodoh
2. Adanya kepentingan yang dia harapkan. Misalnya, ada muslimah yang melanggar larangan tabarruj (bersolek) di depan publik, karena berharap “posisi tawarnya”-nya akan naik
3. Adanya keyakinan tertentu yang dia pegang. Misalnya, ada muslimah yang masih meyakini bahwa dalam pernikahan itu usia suami harus lebih tua dari usianya, sehingga berkali-kali menolak lamaran hanya karena faktor usia.

Padahal muslimah itu jelas mendapatkan dari berbagai kajian yang diikutinya, bahwa jilbab itu wajib, tabarruj di depan non mahram itu haram, dan tidak ada hal yang mengharuskan usia suami lebih tua dari istri. Tetapi internalisasi pengetahuan itu dalam dirinya masih belum berhasil.

Di masyarakat maupun negara, tingkat internalisasi nilai atau aturan syari’at yang bersifat kolektif, jelas lebih penting lagi, agar masyarakat dan negara itu berubah menjadi lebih baik. Mereka wajib mengInternalisasi konsekuensi ukhrowiyah (dimensi spiritual) akan pentingnya pemberantasan korupsi, pentingnya memelihara fasilitas umum, hingga pentingnya selalu mengawasi kerja pemerintah.

Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah cara kita Internalisasi. Mudah-mudahan, mulai Hari-8 bulan Ramadhan, kita sudah bisa mengubah cara kita menghayati setiap amal dan menghadirkan konsekuensi perbuatan yang kita ketahui, agar Allah mengubah nasib kita.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi