30 JURUS MENGUBAH NASIB; UBAH INFORMASI

Oleh : Ust. Prof. Dr. -Ing. H. Fahmi Amhar
Penyusun : Jusmin Juam

(Apa Yang Bisa Kita Ubah Agar Allah Mengubah Nasib Kita)

Hari-7 : UBAH INFORMASI

Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu perlakuannya terhadap informasi, baik yang datang kepadanya, maupun yang pergi darinya

“Katakanlah, buku apa yang kau baca, siaran Radio apa yang kau dengar, tayangan TV mana yang kau tonton, dan situs internet mana yang kau kunjungi, maka kami bisa tahu, kamu ini manusia seperti apa, dan sepuluh tahun lagi, kau akan jadi apa”.

Manusia adalah salah satunya makhluk di muka bumi yang dapat menerima berbagai jenis informasi, mengolahnya, menyimpannya, menyajikan dalam bentuk lain, dan menyebarluaskannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi jauh sesudahnya. Tidak ada binatang yang menyimpan pengalamannya dalam sebuah media yang bisa dimanfaatkan binatang lain yang tidak pernah bertemu dengannya.

Karena itu, informasi memiliki kekuatan merubah. Bahkan di abad-21 M ini, diyakini bahwa informasi lebih kuat dari kapital, lebih kuat dari senjata, bahkan lebih kuat dari tenaga berjuta manusia.

Secara alamiah, informasi itu ada 3 jenis

1. Ada informasi yang bersifat objektif/induktif
2. Deduktif/Tidak bergantung siapa yang bicara, tetapi dapat dinilai dari logika dalam informasi itu sendiri
3. Informasi bersifat Naratif

Misalnya, kalau ada dua fakta: (1) Nabi mendapat wahyu sehingga terjaga dari segala kesalahan di bidang agama; (2) Nabi Saw berkata, bahwa mujtahid itu kalau benar dapat 2 pahala, kalau salah dapat 1 pahala. Kesimpulannya: Nabi itu bukan mujtahid, karena Nabi Saw, tidak bisa salah. Pernyataan ini benar, karena konsisten dengan premisnya.

Tidak semua informasi yang objektif, itu sudah lengkap. Kalau objeknya rumit, maka tidak semua premisnya lengkap. Karena itu, kesimpulan yang dibangun, suatu saat masih mungkin direvisi.

Ada pula informasi yang bersifat deduktif, ini tergantung siapa yang bicara, punya otoritas tidak? Kalau soal nama anak, itu pasti punya otoritas adalah orang tuanya. Jadi kalau orang tuanya menyebut nama anaknya “Faiz” maka itu pasti benar, dan pasti salah yang menyebutnya anaknya “Bejo” l, meskipun maknanya sama.

Kalau soal rambu lalu lintas, itu yang punya otoritas adalah porlantas bersama DLLAJR. Jadi kalau ada rambu “verboden”, maka pasti salah kalah orang masuk kesitu. Disini kebenaran tidak relatif.

Demikian juga kalau soal keberadaan surga/neraka, dan sifat-sifat calon penghuninya, itu yang punya otoritas adalah yang menciptakannya, Allah Swt. Tentunya Allah berkata melalui Rasul-Nya yang membawa bukti kenabian (mukjizat)

Ada pula informasi yang bersifat naratif, ini tergantung dari akurasi dan kejujuran rantai informasi (informan).

• Kadang, informasi pertama yang melihat fakta sudah dihinggapi oleh bias definisi, Misalnya seekor kucing disangka harimau. Rupanya definisinya tentang harimau adalah yang oleh orang lain masih dianggap kucing.
• Bias selanjutnya adalah bias alat yang dipakai. Ada alat yang peka dan teliti, ada yang kurang peka.
• Bias kondisi, informan yang dalam keadaan tidak fit, misal mengantuk, lapar, atau terburu-buru, pasti tidak seakurat informan yang dalam kondisi ideal
•Bias pemrosesan, sebagian informasi pasti diproses dulu, dihubungkan dengan informasi lain atau model yang dihinggapi asumsi. Akibatnya, dua informan yang sama, bisa menilai kondisi dengan cara yang berbeda.
• Terakhir, informasi itu bisa disajikan dengan cara yang berbeda. Informan yang halus dan santun tutur katanya, akan berbeda dengan informan yang kasar atau cenderung memilih kata-kata yang menyinggung perasaan. Informan yang optimis akan melihat masalah sebagai peluang sedang informan yang pesimis akan melihat peluang sebagai masalah.

Itulah kondisi informasi yang kita hadapi. Mau tidak mau memang harus memilah informasi yang akan kita ambil, kita percaya, kita jadikan acuan dalam mengambil keputusan, dan akan kita sebarkan.

Seorang Muslim tentu diharapkan memilih rantai informasi yang pemberani (agar tidak takut ditekan pihak manapun), cerdas dan Islami.

Tetapi, untuk informasi yang sifatnya induktif dan deduktif, tentunya dia tetap harus menggunakan akal sehatnya, untuk menilai apakah kesimpulan analisis dalam informasi dengan bias ideologis, baik yang pro-Islam maupun terlalu anti-Islam.

Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah cara kita memperlakukan informasi. Mudah-mudahan mulai Hari-7 Ramadhan, kita sudah bisa mengubah INFORMASI yang kita terima atau yang meninggalkan kita, agar Allah mengubah nasib kita.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi